Beber Modus Pengiriman TKI Ilegal ke Arab
Jalur Formal, tapi Diselewengkan
JAKARTA – Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto sangat yakin praktik perdagangan orang dalam penempatan TKI di kawasan Timur Tengah masih terjadi. Keputusan menteri yang tetap membuka penempatan TKI dengan pekerjaan formal telah dimanfaatkan untuk hal-hal yang tidak semestinya.
Menurut Hariyanto, setidaknya ada tiga cara yang digunakan oknum PJTKI dalam mengirimkan buruh migran ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi. Pertama adalah mekanisme prosedural sebagai pekerja formal. Mereka dijanjikan bekerja sebagai cleaning service hingga guru. ’’Kenyataannya, mereka bekerja sebagai PRT. Yang lebih tragis direntalkan,’’ kata Hariyanto.
Modus kedua adalah menggunakan visa umrah. Mereka yang ingin bekerja ke Arab Saudi diterbangkan dengan visa umrah. Sampai di sana, mereka bekerja sebagai PRT tanpa memiliki perjanjian atau kontrak kerja tertulis. ’’Modus ketiga hampir sama, namun dengan menggunakan visa ziarah,’’ ujarnya.
Dari hasil investigasi dan temuan SBMI, setidaknya ada 45 TKI yang ditempatkan di penampungan. Mereka dikirim tanpa prosedur yang sah dan tidak mendapat gaji yang layak. Sepanjang 2015, SBMI melaporkan 15 kasus indikasi perdagangan orang ke kepolisian untuk ditindaklanjuti. ’’Sudah ada tindakan pemerintah dengan mencabut SIUP 41 PJTKI baru per 11 Januari 2017,’’ katanya.
Savitri Wisnu dari Jaringan Buruh Migran Indonesia menambahkan, kini pemerintah dan DPR tengah melakukan revisi terkait dengan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Namun, saat ini upaya pemerintah belum mengakomodasi berbagai kasus faktual yang terjadi. Setelah moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah, masih marak terjadi TPPO. Temuan 45 TKI yang terindikasi korban TPPO hanyalah sebagian kecil dari yang belum didapat berbagai organisasi buruh migran. ’’Implementasi TPPO sebagaimana UU 21 Tahun 2007 belum dimaksimalkan,’’ kata Savitri.
Risca dari Solidaritas Perempuan menambahkan, sebanyak 90 persen dari 106 kasus TPPO yang mereka temukan terjadi di Arab Saudi. Korban TPPO adalah perempuan. Mereka direkrut dengan berbagai cara, kemudian ditampung di satu tempat dengan janji-janji akan mendapat pekerjaan. ’’Di sini unsur
trafficking sudah terpenuhi, namun baru sekitar 10 persen kasus TPPO yang ditangani,’’ ujarnya.
Anggota Timwas TKI Rieke Dyah Pitaloka mendesak pemerintah untuk menyelamatkan 45 TKI yang saat ini terindikasi menjadi korban TPPO. Menurut Rieke, pihaknya sudah memiliki data-data yang bisa digunakan demi menyelamatkan mereka. ’’Sistem perlindungan dan penempatan buruh migran harus diperbaiki, tapi 45 orang ini harus diselamatkan,’’ tandasnya.