Belum Ada Tersangka, Tambah Jaksa
Kasus Dugaan Korupsi di Dispendukcapil 2013
TRENGGALEK – Dua minggu setelah diterbitkannya sprindik kasus dugaan korupsi pengadaan jaringan online di dinas kependudukan dan catatan sipil (dispendukcapil) tahun anggaran 2013, kejaksaan belum juga menentukan tersangka. Sejauh ini mereka berkutat pada penyidikan terhadap sejumlah saksi.
Dari pantauan koran ini, dalam rentang waktu tersebut, Kejari Trenggalek telah menghadirkan enam saksi yang diperiksa kemarin (31/1). Yakni, kepala dispendukcapil, bendahara pengeluaran dinas, pejabat pengadaan barang, manajer kebutuhan alat, serta ketua dan sekretaris panitia pemeriksa hasil pekerjaan (PPHP).
Menurut informasi, dua pejabat PPHP tersebut, Adi Kris dan Edi Purnomo, diperiksa sejak pukul 09.00. Beberapa jam berikutnya, pemeriksaan dihentikan sementara karena ada agenda kegiatan di kejari hingga sekitar pukul 12.00. Setelah itu, kedua saksi kembali dipanggil untuk diperiksa. Bahkan, hingga pukul 16.30, dua orang tersebut belum juga keluar dari ruang jaksa penyidik.
Kajari Trenggalek Umaryadi yang diwakili Kasipidsus Muhammad Adri Kahamudin menyatakan, dalam penyidikan beberapa hari ini, pihaknya hanya menggunakan dua jaksa penyidik untuk mendengarkan keterangan saksi. Karena itu, mulai hari ini, pihaknya menambah jaksa penyidik dalam kasus tersebut. ’’Mulai besok saja juga akan memeriksa,’’ katanya.
Menurut dia, ada tiga pejabat dalam panitia pemeriksa hasil pekerjaan yang belum dipanggil. Rencananya, dia menghandle sendiri mereka bertiga untuk mempercepat penyidikan.
Adri menambahkan, pihaknya akan menyelesaikan kasus tersebut secepatnya. Karena itu, mulai kemarin pemeriksaan ditargetkan selesai kendati tidak lagi pada jam kerja. ’’Hari ini pemeriksaan ketua dan sekretaris harus selesai meski sampai malam,’’ tegasnya.
Pada 16 Januari lalu, kejaksaan mengeluarkan sprindik kasus dugaan korupsi dalam pengadaan jaringan online di dispendukcapil tahun anggaran 2013. Dari hasil penyelidikan, barang atau kegiatan tersebut tidak berfungsi sehingga diduga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 186 juta.
Di sisi lain, kegiatan tersebut sebenarnya tidak berguna. Sebab, sudah ada kegiatan serupa yang dilakukan pemerintah pusat pada 2011, yakni Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK).