Kemenag Sertifikasi Khatib
DPR Ingatkan Jangan Meniru Model Orba
JAKARTA – Para khatib yang biasa berceramah agama bakal tidak bebas lagi. Kementerian Agama (Kemenag) merancang program sertifikasi khatib. Namun, hingga sekarang belum diputuskan lembaga yang akan menjalankan sertifikasi.
Rencana program sertifikasi khatib itu disampaikan Menag Lukman Hakim Saifuddin dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR kemarin (30/1). Dia menuturkan, saat ini bangsa sedang diuji dan mengarah ke disintegrasi. Karena itu, dia berharap para dai mengampanyekan moderasi agama. ”Menunjukkan nilai-nilai agama Islam yang menyatukan, bukan yang memecah belah umat,” tutur dia.
Dia mengatakan, dalam program sertifikasi khatib, Kemenag hanya mengurusi penetapan kualifikasi dan kompetensi. Sementara itu, lembaga yang berwenang mengeluarkan sertifikat khatib belum ditetapkan sampai sekarang. Kemenag terus melakukan road
show ke ormas-ormas Islam dan perguruan tinggi untuk meminta saran terbaik.
Lukman menjelaskan, pada tahap awal sertifikasi khatib menyasar dai yang mengisi ceramah di kantor-kantor instansi pemerintah. Kemudian menyasar khatib langganan semua masjid. ”Perlu batasan kualifikasi sebagai penceramah,” jelasnya.
Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanul Haq menceritakan, pada masa Menag Alamsjah Ratoe Perwiranegara pernah ada sejenis standardisasi khatib. Upaya itu dilakukan dengan membagikan buku-buku dan aturan ceramah di masjid serta tempat ibadah sejenisnya. ”Yang saya tekankan, sertifikasi ini jangan seperti model Orde Baru,” katanya.
Maman mengatakan, pada masa Orba banyak kasus khatib ditangkap anggota kodim gara-gara isi ceramah yang mempertanyakan Pancasila. Dia juga menyentil Kemenag. Menurut dia, selama ini Kemenag belum bisa bersikap tegas untuk meminta umat Islam tidak bersikap intoleran.
Anggota lain Komisi VIII DPR Iqbal Ramzi mengatakan, program sertifikasi khatib itu sensitif dan cenderung provokatif. ”Kenapa yang disertifikasi hanya penceramah Islam? Agama lain tidak,” kata politikus PKS itu. Dia juga menjelaskan, isi ceramah khatib atau dai tidak bisa diseragamkan. Meskipun begitu, Ramzi sepakat bahwa kerukunan umat seagama dan antaragama harus dijaga.
Ketua MUI Zainut Tauhid Sa’adi menjelaskan, MUI melalui komisi dakwah sudah memiliki program sertifikasi dai. ”Bahkan, kami sedang menyiapkan 150 ribu dai bersertifikat,” jelasnya. Dia mengatakan, kaderisasi dai memang harus melalui pendidikan dan pelatihan khusus. MUI dalam pengaderan dai menanamkan sikap tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan sikap i’tidal (memegang prinsip) dalam melaksanakan tugas amar makruf nahi mungkar. (wan/c11/agm)