Jawa Pos

Minta Diskresi Anggaran Jalan

-

SURABAYA – Pemprov meminta diskresi penggunaan anggaran untuk mengatasi kerusakan jalan nasional di Jatim. Itu dilakukan agar segera ada anggaran taktis untuk perbaikan jalan tersebut.

Surat permintaan diskresi itu sudah dikirim ke Kementeria­n Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kapolda Jatim, dan kepala kejaksaan tinggi. Tapi, jawaban belum ada.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim Gatot Sulistyo Hadi mengatakan, respons Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) VIII lambat. Bukan karena masalah kinerja, tapi penganggar­an dan pengerjaan yang harus melalui banyak tahap. ’’Karena itu, gubernur mengajukan permohonan diskresi agar penanganan­nya lebih cepat,’’ katanya

Pemprov juga menilai bahwa beban yang ditanggung BBPJN VIII cukup berat. Banyak ruas jalan nasional yang rusak. Anggaran yang dikucurkan APBN untuk lembaga itu terbatas. ’’Kekuatan pemprov diyakini mampu membantu perbaikan demi kepentinga­n masyarakat,’’ ujar Gatot yang didampingi Kepala Biro Humas dan Protokol Benny Sampirwant­o.

Memang, saat ini BBPJN VIII sudah melakukan perbaikan di beberapa ruas. Misalnya, di kawasan Jalan Manyar–Betoyo dan Kalianak. Tetapi, jalan yang rusak memang begitu masif. Itu terjadi di banyak kawasan di Jatim.

Gatot juga menyatakan, gubernur sudah memahami rencana penggunaan wewenang diskresi tersebut. Apabila masing-masing pihak mengizinka­n, penggunaan diskresi hanya pada wilayah yang tidak dijamah BBPJN VIII. Dengan begitu, tidak terjadi pengerjaan dua kali yang dilakukan Pemprov Jatim dan BBPJN VIII. ’’Kalau ada dua pengerjaan atau sering disebut double account, tentu akan bermasalah,’’ jelas dia.

Sejatinya, alokasi anggaran diskresi tersebut belum ada. Tapi, kata Gatot, hal itu menunggu izin diskresi dari beberapa lembaga turun.

Di sisi lain, kerusakan jalan nasional juga ditengarai terjadi karena beban muatan kendaraan yang tidak terkontrol. Dahulu, pengawasan beban muatan dilakukan dengan jembatan timbang. Saat ini hampir semua jembatan timbang di Jawa Timur tidak beroperasi. Misalnya, jembatan timbang di Jalan Trosobo, Sidoarjo.

Jembatan tersebut digunakan untuk memeriksa kendaraan berat dari arah Krian yang hendak masuk ke Surabaya. Kini jembatan itu tidak beroperasi. Jalur untuk masuk jembatan ditutup traffic cone. Tidak ada kendaraan berat yang masuk ke lokasi tersebut.

Tempat penimbanga­n di bagian belakang juga kosong. Hanya ada beberapa kendaraan milik petugas yang masih berkantor di tempat tersebut. Truk yang melintas di jalan itu pun bebas melintas. Tidak ada kontrol beban atau jenis muatan yang mereka bawa.

Kondisi tersebut sangat berbeda dengan dahulu. Jembatan timbang di Jatim menggunaka­n sistem online. Setiap kendaraan yang beban muatannya berlebih langsung tercatat di data kantor yang berada di Dinas Perhubunga­n Lalu Lintas Angkutan Jalan (Dishub LLAJ) Jatim.

Kepala Dishub LLAJ Jatim Wahid Wahyudi mengungkap­kan, sistem kontrol tersebut pernah mendapat predikat terbaik dari Kementeria­n Perhubunga­n. Namun, semua itu pudar setelah kewenangan jembatan timbang diambil alih pusat. Pemerintah provinsi tidak lagi mengelola perangkat tersebut.

Saat jembatan timbang tidak beroperasi, banyak kendaraan berat yang melanggar aturan. Beban dan tinggi muatan berlebih. Dampak negatifnya, banyak kendaraan yang rusak karena tidak mampu menahan beban. Selain itu, ketahanan aspal jalan tidak bisa lama.

Dirlantas Polda Jatim Kombespol Ibnu Istischa mengatakan, tutupnya jembatan timbang berdampak buruk terhadap lalu lintas. Bukan hanya kerusakan jalan, kecepatan kendaraan juga terganggu. Truk bermuatan berat tidak mampu melaju sesuai standar kecepatan. ’’Akibatnya, kendaraan di belakangny­a harus berjalan pelan,’’ ucapnya.

Termasuk kendaraan yang mengalami rem blong. Beban muatan cukup besar sehingga tidak mampu menahan kendaraan untuk berhenti. Kasus tersebut sering terjadi di daerah tanjakan atau turunan. ’’Karena itu, kontrol dan pengawasan beban muatan harus dilakukan lagi,’’ tegas dia. (riq/c7/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia