PD Pasar Tidak Mampu Mencegah
TINGGINYA harga stan di beberapa pasar tradisional ditengarai sebagai dampak jual beli yang dilakukan antar pedagang. Jika dibandingkan dengan harga HPTU yang ditetapkan PD Pasar Surya, harga pasaran tadi mencapai dua kali lipatnya. Bahkan lebih. Namun, HPTU hanya berlaku bagi pembeli pertama. Biasanya pembeli tangan kedua hingga ketiga akan dikenai harga pasaran.
Ombak Sutenang, kepala bagian pemasaran PD Pasar Surya, membenarkan hal tersebut. Dia menjelaskan, tarif HPTU pada akhirnya hanya berlaku untuk pembeli pertama. Pembeli selanjutnya akan dikenai harga pasaran sebagai akibat transaksi pribadi antar pedagang. ’’Kita cuma tahu pas balik nama. Tawar-menawarnya seperti apa, ya kita ndak tahu,” ujarnya.
Ombak menerangkan, variasi harga stan dalam HPTU pada beberapa kondisi memang bisa jadi lebih mahal ataupun sebaliknya. Hal itu disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Misalnya, stan di dekat pintu utama jelas dikenai HPTU lebih mahal. Meski, tidak ada ketetapan yang pasti. Apalagi jika stan milik pedagang diperjualbelikan secara pribadi. Harganya menjadi kewenangan sang pemilik. Jika stan dengan harga tinggi tersebut tetap dibeli, menurut Ombak, PD Pasar tidak bisa mencegahnya.
Achmad Zakaria, anggota Komisi B DPRD Surabaya, menyatakan, perlu ada regulasi yang jelas terkait dengan jual beli stan. Dia mengusulkan ada batas atas dan bawah bagi pemegang HPTU yang hendak menjual stan. Hal itu akan melindungi pemilik tangan kedua dari spekulan yang berusaha mencari keuntungan. Di samping itu, batasan tersebut akan memudahkan PD Pasar dalam mengawasi potensi pendapatan dari pasar-pasar yang dikelolanya.
Selain itu, tidak terkendalinya harga pasaran stan akan menghalangi pedagang baru yang ingin memiliki stan. Pasalnya, pemilik stan sebelumnya telah memainkan harga pasaran. Padahal, PD Pasar tidak memiliki wewenang untuk mengendalikan jual beli tersebut. (kik/deb/c7/oni)