Jawa Pos

FOKUS INOVASI DAN SDM

Mengejar Surabaya yang pernah menjadi ’’orang tua’’ dari sisi kekuatan APBD, rasanya sulit bagi ’’jabang bayi’’ Sidoarjo. Yang paling mungkin adalah terus berpacu dalam inovasi pelayanan publik di segala bidang serta meningkatk­an SDM.

-

KEPALA Badan Perencanaa­n Pembanguna­n Daerah (Bappeda) Sidoarjo Achmad Zaini menyatakan, selain investasi, peningkata­n kualitas SDM menjadi fokus pemkab. Tujuannya, masyarakat Sidoarjo benar-benar dapat menikmati investasi yang belakangan terus meningkat.

’’Kami tak ingin warga Sidoarjo menjadi tamu di rumah sendiri. Banyaknya perusahaan harus dinikmati masyarakat Sidoarjo,’’ kata mantan kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) itu

Meski begitu, Rudi tidak patah arang. Dia tetap berupaya keras menemukan petugas yang diinginkan. Satu hal yang membuatnya repot adalah petugas upacara harus selalu bergantian. Setiap bulan, orangnya harus beda. Tidak boleh sama. ’’Dia lagi, dia lagi.’’

Dengan begitu, seluruh penghuni bisa merasakan bertugas sebagai pengibar bendera serta pembaca Pembukaan UUD 1945 dan Caturdarma Narapidana. ’’Semua penghuni bisa menjadi petugas upacara di lapas,’’ katanya, lantas tersenyum.

Selain mencari kandidat di kamar penghuni, Rudi biasanya menggunaka­n metode penunjukan petugas melalui kamar. Tiap-tiap perwakilan kamar digilir menjadi petugas upacara. Rudi menerima nama-nama yang menjadi wakil, kemudian menyeleksi­nya.

Dia juga memanfaatk­an para napi yang hendak meningalka­n bui. Terutama mereka yang merdeka karena mendapat pembebasan bersyarat (PB).

Ketika bertemu dengan napi yang hendak bebas, Rudi senantiasa bertanya soal kemampuan baris-berbarisny­a. Latar belakang pendidikan juga dikupas. Termasuk pengalaman mengikuti upacara di luar penjara.

Ketika ada napi yang mengaku lama tidak mengikuti upacara dan tidak bisa barisberba­ris, Rudi malah meminta mereka menjadi petugas upacara.

’’Saat keluar penjara, ini bisa menjadi cerita baru bagi mereka,’’ ucap petugas yang menjabat Kasubsi Bimbingan Kemasyarak­atan dan Perawatan (Bimkemaswa­t) Lapas Kelas II-A Sidoarjo itu.

Meskipun menyadari bahwa tugas melatih warga binaan yang belum berpengala­man tidaklah mudah, Rudi tetap melakoniny­a dengan ikhlas.

Sebagai pelatih warga ’’spesial’’, dia harus mempersiap­kan mental. Maklumlah, banyak petugas upacara sulit dilatih. Misalnya, tidak mengerti sama sekali latihan keterampil­an baris-berbaris (LKBB) dan belum bisa membedakan hadap kiri dan balik kiri, termasuk hadap kanan dan balik kanan.

Belum lagi soal rasa tidak percaya diri dan kadang kemalasan penghuni yang telah ditunjuk. Rudi harus benar-benar ekstrasaba­r. ’’ Yo kudu alon-alon (harus pelan-pelan, Red),’’ ucapnya.

Dia menyadari sepenuhnya, melatih warga binaan tidak bisa dilakukan dengan gaya keras. Pendekatan kemanusiaa­n dan kekeluarga­an justru bisa membuat mereka paham. ’’Melatih harus dengan hati,’’ lanjutnya.

Saat melatih penghuni bui, Rudi harus rajin-rajin memberikan suntikan semangat. ’’Meski saat ini berada di penjara, para warga binaan memiliki kemampuan yang belum tentu dikuasai warga merdeka.’’

Kalimat itu sering dilontarka­nnya saat sesi latihan. Bahkan, setelah upacara, alumnus Akademi Ilmu Pemasyarak­atan (AKIP) angkatan 43 itu senantiasa mengapresi­asi petugas upacara. Rudi memberikan pujian atas kepiawaian warga binaan yang menjadi petugas dan peserta upacara. Pada sesi itu, di lapangan lapas selalu bergema tepuk tangan ratusan penghuni lapas.

Dalam momen seperti itu, Rudi merasa puas. Dia bangga melihat napi yang sudah bisa berbaris rapi. Mampu dengan lantang membaca Pembukaan UUD 1945 maupun Caturdarma Narapidana. Termasuk menjadi pasukan pengibar bendera. Tak heran, banyak napi yang mengaku terkesan atas pengalaman menjadi petugas upacara tersebut.

Salah satunya Andi (bukan nama sebenarnya). Sebelumnya, dia tidak pernah menjadi petugas upacara. Baris-berbaris pun tidak bisa. Tapi, saat di lapas, dia diminta Rudi menjadi petugas. Saat dipindah ke Lapas Anak di Blitar, Andi diminta menularkan kemampuann­ya itu kepada rekan-rekannya sesama warga binaan. ’’Padahal, dulu dia itu suliiit sekali dilatih,’’ kenang Rudi.

Bagi dia, sesi latihan terkadang cukup ’’menghibur’’. Rudi tidak marah saat ada warga binaan yang salah langkah. Berbaris dengan tidak rapi atau paduan suara yang menyanyi dengan sumbang. Dia malah sering tertawa ketika kesalahan itu terjadi.

Saat awal latihan, kata dia, petugas upacara sering melangkah dengan kaki dan tangan kanan serentak, lalu menyusul kaki dan tangan kirinya. Gerakan yang dikenal dengan baris dompo itu sering membuat Rudi terpingkal. ’’Seperti robot saja,’’ imbuhnya.

Miftakhul, salah seorang penghuni blok wanita (W)-1, mengakui, sebelumnya dirinya tidak pernah menjadi petugas upacara. Tapi, sejak di penjara, tiap bulan dia aktif menjadi petugas sekaligus peserta.

’’Awalnya juga tidak bisa baris-berbaris. Berkat dilatih Pak Rudi, sekarang sudah bisa,’’ ucap napi kasus laka lantas yang divonis pidana 1,5 tahun itu. (*/c5/pri)

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS BOY SLAMET/JAWA POS ??
BOY SLAMET/JAWA POS BOY SLAMET/JAWA POS

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia