Jawa Pos

Bikin Wayang, Jelajahi Candi

Cerita rakyat yang memesona serta situs dan candi dari era Majapahit mengakar di Kota Delta. Warisan berusia ratusan tahun itu sudah sepatutnya dijaga. Banyak cara untuk mengembang­kannya menjadi deretan karya kreatif.

-

PULUHAN siswa dan guru sejarah SMPN 1 Porong mengunjung­i Candi Pari di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, kemarin (30/1). Lokasi situs bersejarah warisan Kerajaan Majapahit itu tak jauh dari SMPN 1 Porong. Hanya dibutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk mencapai tempat tersebut dari sekolah. Tak heran, beberapa siswa sudah sering mengunjung­i Candi Pari. Mulai berjalan-jalan hingga mempelajar­i dan memperdala­m ingatan mengenai sejarah.

’’Kadang anak-anak bersepeda ke sana,’’ ujar Kepala SMPN 1 Porong Abdul Mujib. Setiap ada event di Candi Pari, para siswa ikut memeriahka­nnya. ’’Biasanya, waktu acara peringatan Agustusan, ada acara di Candi Pari. Kami ikut gerak jalan dari Pasar Baru Porong sampai ke lokasi Candi Pari,’’ timpal guru IPS SMPN 1 Porong Agus Sulistiawa­n.

Menurut Agus yang mendamping­i siswa ke Candi Pari, anak-anak harus dikenalkan dengan sejarah tempat mereka lahir sejak dini. Selain membangkit­kan kebanggaan, anak didik diharapkan tidak melupakan potensi daerahnya. ’’Kami mempelajar­i sejarah secara tematik. Mulai peninggala­n sejarah hingga budaya masyarakat tertentu,’’ terangnya.

Agar siswa tidak bosan, pembelajar­an sejarah di SMPN 1 Porong dikemas kreatif. ’’Kami belajar pakai media juga,’’ kata Tunjung Seto, siswa 8H. Dia mencontohk­an, saat menjelaska­n asal usul seni pewayangan, gurunya langsung membawa banyak wayang. Materi disesuaika­n dengan cerita dalam pertunjuka­n wayang.

Para siswa juga belajar membuat wayang. Mulai menggambar di kertas hingga memotongny­a berdasar pola yang sudah dibuat. Selain itu, mereka kerap diminta menyusun naskah drama tentang kisah sejarah tertentu, lalu mementaska­nnya di depan kelas. Pelajaran sejarah pun menjadi menarik. Materi lebih mudah diserap. ’’Biasanya menggelar drama cerita rakyat dan (mengadakan, Red) forum (diskusi) di kelas,’’ imbuh Seto yang juga ketua OSIS.

Di kawasan Candi Pari kemarin, Seto sangat aktif bertanya soal asal candi tersebut kepada Muhammad Saroni, si juru kunci. Seto beserta rekan-rekannya mendengark­an dengan saksama sambil menyusuri candi dengan tinggi 13,8 meter, lebar 13,4 meter, dan panjang 13,55 meter itu. ’’Kalau belajar langsung seperti ini, rasanya lebih mengena. Kami bisa bertanya kepada pengelola dan melihat bukti fisiknya,’’ tuturnya.

Sambil menaiki tangga candi, Saroni menjelaska­n bahwa candi tersebut dibangun pada masa pemerintah­an Prabu Hayam Wuruk, raja Kerajaan Majapahit. Tepatnya pada 1293 Saka atau bertepatan dengan 1371 Masehi. Candi itu menjadi simbol kesuburan desa setempat atas produksi padi mereka.

’’Pernah, waktu Majapahit gagal panen, padi diambil dari kawasan ini. Sebab, tanaman padinya subur,’’ jelas juru pelihara Candi Pari selama 23 tahun tersebut. Sebagai bentuk penghargaa­n, Hayam Wuruk mengundang dua pasangan suami istri yang dianggap berperan atas suburnya lokasi itu untuk tinggal di kerajaan. ’’Semacam diberi jabatan,’’ katanya.

Pasangan suami istri, yaitu Jaka Walang Tinunu dan Nyai Roro Walang Sangit, sebenarnya bersedia datang ke istana. Namun, pasangan yang lain, yaitu Jaka Pandelegan dan Nyai Roro Walang Angin, enggan datang. Per wakilan kerajaan sampai turun tangan dengan sedikit memaksa.

Akhirnya, Jaka Pandelegan dan Nyai Roro Walang Angin mengalah. Namun, sebelum berangkat, Jaka ingin menengok lumbung padinya. Sementara itu, istrinya ingin lebih dulu mengambil air di sumur yang berjarak sekitar 50 meter dari lumbung padi. Ternyata, keduanya menghilang di dua tempat tersebut. Tak ada yang tahu ke mana perginya.

Sebagai pengingat atas hilangnya pasangan itu, dibangunla­h candi. Di lokasi lumbung padi, dibangun Candi Pari. Di sumur tempat istri Jaka menghilang, dibangun Candi Sumur.

’’Kami biasanya ceritakan sejarahnya kepada pengunjung biar mereka tahu kisah di balik bangunan ini,’’ ujar Saroni. Selain warga Sidoarjo, banyak pengunjung yang datang dari luar daerah. Ada yang beragama Hindu untuk beribadah, ada pula warga umum dan pelajar. Mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi. ’’Biasanya ada festival yang digelar di sini setahun sekali,’’ imbuhnya. (uzi/c18/pri)

 ?? GHOFUUR EKA/JAWA POS ??
GHOFUUR EKA/JAWA POS
 ?? GHOFUUR EKA/JAWA POS ?? MENYELAMI BUKTI SEJARAH: Siswa SMPN 1 Porong, dari kiri, M. Dwi Ariyanto, Tunjung Seto Bekti, Ainun kholbi, dan Tirza Yolanda bersama guru pembinanya, Samad dan Agus Sulistiawa­n, saat ber— kunjung ke Candi Pari kemarin. Foto atas, juru kunci Candi Pari...
GHOFUUR EKA/JAWA POS MENYELAMI BUKTI SEJARAH: Siswa SMPN 1 Porong, dari kiri, M. Dwi Ariyanto, Tunjung Seto Bekti, Ainun kholbi, dan Tirza Yolanda bersama guru pembinanya, Samad dan Agus Sulistiawa­n, saat ber— kunjung ke Candi Pari kemarin. Foto atas, juru kunci Candi Pari...
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia