Kawasan Bersejarah: Antara Memori Kearifan dan Destinasi Wisata
’’ Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The important thing is to not stop questioning,’’ demi seru Albert Einstein. Ya, Einstein benar. Dari masa lalu kita bisa belajar. Belajar tentang apa? Belajar akan kebenaran sekaligus kesalahan. Belajar perihal kejayaan berikut keterpurukan.
Kebenaran dan kejayaan acap kali diabadikan, bahkan menjadi milestone, sebuah tonggak keberhasilan. Kesalahan atau keterpurukan menjadi sebuah pelajaran mengapa bisa menjadi demikian. Karena itu, masa lalu adalah bekal untuk hidup hari ini.
Kebenaran perlu terus ditegakkan, sekalipun langit akan runtuh, demikian pesan pejuang keadilan. Kejayaan perlu terus diwujudkan. Kesalahan hendaknya dihindari, keterpurukan harus dijauhi. Kalau itu yang terjadi, niscaya hari ini akan senantiasa lebih baik dari kemarin. Kebaikan hari ini adalah bekal berharap untuk hari esok. Artinya, hari esok perlu diperjuangkan agar selalu lebih baik dari hari ini. Einstein pun berseru lagi, kita jangan pernah berhenti bertanya, introspeksi, dan memperbaiki diri.
Kawasan bersejarah adalah sejarah itu sendiri. Artinya, dari kawasan bersejarah itulah sebenarnya menyimpan sejumlah memori kearifan. Sebut saja candi yang merupakan jejak kejayaan Kerajaan Majapahit. Di Sidoarjo setidaknya ada enam candi yang cukup terkenal. Di antaranya, Candi Pari, Candi Sumur, dan Candi Pamotan di Kecamatan Porong. Tidak ketinggalan, Candi Dermo di Kecamatan Wonoayu, Candi Medalem di Kecamatan Tulangan, dan Candi Tawangalun di Kecamatan Sedati.
Beberapa candi tersebut dibangun pada abad XIII atau saat era Hayam Wuruk. Candi-candi itu merupakan penanda kejayaan pada era tersebut. Bukan hanya sebagai tempat yang damai dalam mengasah kepekaan spiritual dan mempertajam kearifan, candi juga bisa menjadi penanda keberhasilan suatu pemerintahan.
Kawasan bersejarah semacam itu amat sayang jika hanya dijadikan memori kearifan semata. Sudah saatnya Pemkab Sidoarjo melalui dinas kepemudaan, olahraga, dan pariwisata menggarap kawasan bersejarah itu sebagai prioritas untuk destinasi wisata.
Merujuk UU Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, setidaknya ada lima hal yang perlu dilengkapi agar kawasan bersejarah tersebut layak dijadikan destinasi wisata. Pertama, daya tarik wisata. Kawasan bersejarah secara natural dari kondisi existing yang ada bisa jadi telah memenuhi syarat sebagai destinasi wisata. Tetapi, bisa juga ditambahkan sentuhansentuhan artifisial-estetik untuk menjadikannya lebih sempurna.
Kedua, aksesibilitas. Yaitu, akses jalan atau transportasi yang baik menuju ke kawasan bersejarah. Ketiga, infrastruktur. Ada beberapa fasilitas penunjang kebutuhan wisatawan. Mulai hotel, restoran, sampai tempat penjualan suvenir.
Keempat, pemberdayaan masyarakat, terutama di sekitar kawasan bersejarah. Tugas disporapar adalah mendorong dan memfasilitasi masyarakat agar memiliki pemahaman hospitality atau keramahtamahan dalam menjamu wisatawan. Yang kelima adalah marketing. Pemasaran dan pencitraan kawasan bersejarah sebagai destinasi wisata yang unik dan menarik sangat penting.
Jika lima kunci itu disiapkan dengan baik, tidak mustahil kawasan bersejarah yang selama ini menjadi jejak kearifan masa lalu bisa tampil sebagai destinasi wisata yang dibanggakan. Bukankah begitu? * Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo