Karya Bisa Hasilkan Efek 3D, Pasarkan lewat Kemenperin
Bambu memang tanaman serbaguna untuk berbagai kebutuhan. Namun, bagi Ahmad Munirulhuda, warga Desa Mergayu, Kecamatan Bandung, tanaman berbatang panjang itu disulap jadi kerajinan kaligrafi.
SIAPA sih yang tidak mengenal bambu? Di negara tropis seperti Indonesia, tanaman berumpun itu mudah ditemukan di banyak tempat. Khususnya di sepanjang tebing sungai. Akar tanaman tersebut dianggap mampu menahan erosi.
Di sisi lain, tidak ada sebatang bambu pun yang terbuang percuma. Batangnya bisa digunakan untuk kerajinan dan batang muda untuk sayur.
Meski demikian, insting Ahmad Munirulhuda, tampaknya, lebih tajam. Dari ketidaksengajaan melihat pola kaligrafi saat menyerut bambu, dia memperoleh inspirasi untuk meneruskan kerajinan yang terhitung langka itu.
Padahal, dia sendiri tidak memiliki dasar seorang seniman atau paling tidak pernah menempuh pendidikan di sekolah seni. ’’Semua bermula tanpa kesengajaan. Tidak tahunya, ini justru memiliki prospek yang bagus,’’ jelas Munir, sapaan karib Ahmad Munirulhuda, kemarin (17/2).
Dia mengaku selama ini memang lebih sering berkutat pada seni kaligrafi konvensional. Yakni, dengan sebilah papan atau kertas.
Namun, inspirasi tersebut ternyata membuat naluri seninya bangkit. Dari mencoba-coba, dia akhirnya mampu membuat sebuah karya seni yang patut diperhitungkan. Kaligrafi juga bisa mengagungkan ayat-ayat kitab suci Alquran.
Untuk memperkenalkan karyanya, pria kelahiran Ponorogo itu memilih memanfaatkan media sosial. Lamalama, usaha yang dirintis sejak 2013 tersebut mulai dikenal masyarakat.
Namun, karena harga yang ditawarkan cukup tinggi, hanya kalangan tertentu saja yang berminat. Hal itu menjadi pelecutnya untuk membuat kerajinan sejenis, namun dengan media beragam. ’’Biar lebih murah, karya harus dikolaborasikan dengan bahan lain,’’ kata Munir, lalu tersenyum.
Dia mengungkapkan, dari bambu, dirinya bisa menghasilkan efek 3D. Jika dilihat dari sudut 45 derajat, baru diketahui perbedaan dengan kerajinan serupa pada umumnya.
Untung, hal tersebut tidak mengganggu aktivitas utama Munir sebagai seorang guru. Sebab, dia membuat kaligrafi di sela-sela aktivitasnya sebagai pendidik. Karena itu, dia harus pandai-pandai membagi waktu. ’’Alhamdulillah, semua aktivitas yang saya lakukan bisa berjalan beriringan,’’ ungkapnya.
Dia lalu berencana memasarkan karyanya melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Dia pernah ditawari petugas salah satu bagian di sana untuk mempromosikan hasil karyanya. ’’Tinggal menunggu kepastian hal ini. Yang jelas, sekarang terus berkarya,’’ ujar Munir. (din/c23/diq)