Jawa Pos

Pelaku Batasi Komunikasi Antarnasab­ah

-

SURABAYA – Siasat Riskiyah alias Risma, tersangka arisan bodong, cukup efektif. Betapa tidak, uang yang terkumpul dari hasil tipu-tipu tersebut cukup banyak. Agar tidak lekas terungkap, dia juga berupaya keras membatasi komunikasi antar penyetor dana. Bahkan, adu domba pun diterapkan.

”Saya itu dibilang punya utang ke dia. Makanya, (korban, Red) lainnya jadi jaga jarak,” tutur salah seorang korban arisan bodong, Sri Wahyuni Utami, ketika ditemui Jawa Pos kemarin (17/2)

Perempuan yang akrab disapa Yayuk itu menceritak­an, Risma selalu berupaya mencegah dirinya bertemu dengan nasabah lain.

Yayuk mengatakan tidak begitu akrab dengan Risma. Dia cuma sekali bertemu. Risma, yang sempat tinggal di Jalan Margodadi I, merupakan tetangga Yulis. Yulis, yang pernah satu kantor dengan Yayuk di perusahaan kosmetik, juga menjadi korban penipuan arisan bodong.

Risma selama ini memang cepat akrab dan bermulut manis. Karena itu, perempuan asal Bangkalan tersebut bisa memperdaya banyak orang. ”Waktu itu dia datang ke rumah saya dengan diantar Nita (adik Yulis, Red). Lha Nita itu disuruh nunggu agak jauh biar nggak ketemu sama saya,” ungkap perempuan yang tinggal di kawasan Simorejo tersebut.

”Modal yang saya kasih itu ternyata dipakai buat bayar utang ke Nita. Nita juga kena, terus menagih karena juga nggak cepat cair,” lanjut Yayuk. Begitu pula ketika Risma hendak menemui Yulis. Risma mengatakan kepada Yayuk agar menjauhiny­a lantaran utangnya menumpuk. Yayuk diwanti-wanti, kalau sampai ketemu Yulis, uangnya bisa ludes karena dipinjam.

Rupanya uang para korban itu terus diputar Risma. Para korban belakangan baru tahu setelah berkumpul dan saling kroscek. Selain pintar bicara, Risma pandai mencari celah. Dia tahu calon korban yang sedang memegang uang. ”Kebetulan, saya itu baru jual rumah. Setelah itu, dia terus ngotot dan datang ke rumah saya,” ucapnya.

Selama ini, para korban tidak pernah mentransfe­r uang. Risma selalu mengambil uang korban sendiri. Uang ratusan juta rupiah itu hanya dimasukkan ke kantong kresek. Saat mendatangi rumah korban, Risma selalu naik ojek.

Para korban yakin bahwa suami Risma, LU, mengetahui praktik penipuan yang dilakukan oleh istrinya. Selama ini, LU juga kerap diutus Risma untuk mengantar bunga yang dijanjikan. Malah dia juga pernah meminta maaf kalau pencairan bunga terlambat.

Namun, Yayuk dan teman-temannya tidak tega hati melaporkan LU. ”Awalnya memang mau dilaporkan juga. Tapi, kami kasihan sama anaknya yang masih umur empat tahun, nggak ada yang ngopeni nanti,” tutur dia.

Yayuk menambahka­n, dirinya hanya bisa pasrah saat ini. Dia bersikap realistis kalau uangnya yang sebesar Rp 150 juta tidak pernah kembali. Dia menduga uang-uang tersebut sudah digunakan untuk membayar keuntungan kepada para korban lain.

Bahkan, dia sempat membuka handphone milik Risma yang berisi SMS para korban. Mereka menanyakan kapan bunga yang dijanjikan ibu satu anak itu cair. ”Banyak (SMS, Red), Mas. Saya scroll ke bawah itu nggak terhitung. Ada yang dari Jakarta, Bandung,” tutur Yayuk.

Kasatreskr­im Polrestabe­s Surabaya AKBP Shinto Silitonga mengatakan, memang sangat mungkin ada korban dari luar kota. ”Tapi, saat ini belum ada laporan resmi ke kami,” tutur Shinto.

Penyidik punya waktu 40 hari untuk melengkapi berkas sebelum melimpahka­nnya ke kejaksaan. Selama kurun waktu itu, korps seragam cokelat tersebut akan membuka kesempatan bagi orang lain yang merasa sebagai korban untuk melapor. (did/c11/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia