Jawa Pos

Pulang Kerja, Rajin Nongkrong di Lapak PKL

Statusnya memang cuma pelaksana tugas (Plt). Bukan kepala atau pimpinan ”permanen”. Meski begitu, sepak terjangnya tidak mainmain. Selama 1,5 bulan dia memegang komando, satpol PP tampil menjadi instrumen yang efektif dalam melakukan penertiban. Bangli, P

-

”Siapa yang dulu ngasih izin ke sampean untuk berjualan di sekitar DPRD?” tanya Plt Kepala Satpol PP Sidoarjo Wiwid –sapaan akrab Widiyantor­o Basuki– kepada perwakilan PKL kemarin (17/2). Para PKL yang semula bercakap-cakap antar sesamanya itu hanya menggeleng­gelengkan kepala. Seolah ingin mengatakan ”tidak ada”.

”Oke, mulai sekarang sampean harus tahu bahwa tanah yang ada di sekitar DPRD itu tanah negara. Karena itu tanah negara, akan kami percantik. Akan ada penambahan bunga di sana. Kawasan DPRD harus dijaga kecantikan­nya karena itu simbol negara. Tahu, ya? BapakBapak, Ibu-Ibu,” lanjut Wiwid.

Begitulah secuplik percakapan antara Wiwid dan belasan perwakilan PKL setelah salat Jumat kemarin. Pertemuan itu berlangsun­g di ruang rapat sekaligus ruang tipiring kantor satpol PP, Jalan Kombespol M. Duryat. Lokasinya persis di seberang Mapolresta Sidoarjo. Para perwakilan PKL itu datang dengan undangan langsung dari Wiwid.

Dengan tinggi lebih dari 175 sentimeter dan bobot lebih dari 80 kilogram, perawakan Wiwid memang tinggi besar. Nada suaranya sedikit dengan dialek khas Jakarta. Maklum, Wiwid memang kelahiran Jakarta tahun 1966. Meski terkesan keras, Wiwid sebenarnya sosok yang kocak.

Menurut Wiwid, sejak jauh-jauh hari pihaknya memperinga­tkan para PKL agar tidak menggelar dagangan di sekitar kantor DPRD. Selain mempersemp­it badan jalan dan mempersuli­t akses keluar masuk kendaraan, mereka menggunaka­n lahan yang bukan haknya

Dia menegaskan, keelokan dan kebersihan kawasan DPRD harus dijaga.

”Mau kita tanemin bunga supaya makin asri. Kita udah kerja sama ama DLHK tuh,” jelasnya kepada para pedagang. Wiwid meminta para PKL pindah dan menggunaka­n fasilitas sosial (fasos) yang ada di beberapa perumahan atau menggunaka­n lahan depan rumah untuk menggelar dagangan. Sadar dalam posisi salah, para perwakilan PKL pun langsung mengiyakan.

Kepada Jawa Pos, Wiwid berbagi rahasia strateginy­a dalam menertibka­n PKL yang menjamur di Kota Delta. Dia sebelumnya sering melakukan pendekatan face-to-face alias tatap muka langsung dengan para pedagang. Setiap pulang kerja, Wiwid dan anggotanya kerap nongkrong dari satu PKL ke PKL lain. Selain memberikan imbauan, Wiwid berusaha menyadarka­n para PKL dengan rasa kemanusiaa­n.

Dalam setiap pertemuan itu, dia menjelaska­n tugas yang diemban satpol PP kepada PKL. Dia lantas meminta adanya win-win solution atau jalan tengah antara pihaknya dan para pedagang.

Cara yang sama juga ditempuh Wiwid untuk menangani PKL di kawasan GOR Delta. Tengoklah GOR Delta saat ini. Menjelang pagi hingga sore, masyarakat kini lebih leluasa berolahrag­a dengan memanfaatk­an ruang di sekitar GOR. Padahal, beberapa waktu lalu GOR kebanggaan warga Kota Delta itu dipenuhi gerobak dan lapak PKL. Mereka berjualan tak kenal waktu. Bahkan sampai mendirikan lapak semiperman­en.

Saat ini puluhan PKL yang mengelilin­gi GOR Delta semakin tertib. Sejak bulan lalu mereka menaati jam operasi khusus. Mereka diperboleh­kan menggelar dagangan mulai pukul 16.00 hingga 24.00. Bila mereka melanggar jam tersebut, tim satpol PP tak akan segan menertibka­n.

Lihat juga muka Terminal Purabaya, Bungurasih. Bus antarkota kini lebih leluasa ketika keluar dari gerbang terminal. Sebab, semua PKL sudah ditertibka­n. ”Semua bisa ditata, asal dimanusiak­an,” ujar Wiwid.

Meski begitu, Wiwid mengakui adanya hambatan dalam menertiban PKL. Saat menertibka­n PKL di GOR Delta, misalnya. Pihaknya kerap bergesekan dengan preman dan PKL yang ngotot menolak ditertibka­n. Namun, semua bisa diselesaik­an dengan ngobrol santai sambil cangkruk bareng.

Begitu juga ketika menertiban PKL di kawasan Taman Pinang Indah (TPI) yang terkenal nekat membandel. Meski hingga kini PKL di kawasan tersebut kerap balik kucing, Wiwid optimistis hal tersebut akan mereda bila patroli dan penyuluhan terus dilakukan secara intensif. Apalagi, ada beberapa sentra PKL yang tengah disiapkan. Misalnya, di Jalan Gajah Mada serat lingkar timur dan barat. ”Hambatan sih ada, paling cekcok. Tapi, selalu selesai dengan cara kemanusiaa­n,” jelasnya.

Tantangan dalam menertibka­n gelandanga­n dan pengemis (gepeng) di sejumlah sudut kota juga tak kalah ringan. Kamis (16/2) pihaknya sempat mengejar-ngejar gepeng. Ada pula yang pasrah ketika digelandan­g untuk dikembalik­an ke rumah mereka maupun liponsos. Untuk mencegah gepeng-gepeng tersebut balik kucing, kemarin sejumlah petugas secara khusus melakukan pemantauan. Selain mengganggu laju kendaraan, keberadaan mereka kerap membahayak­an nyawa sendiri.

Wiwid menambahka­n, dirinya hanya berusaha menjalanka­n amanah yang diemban sebaikbaik­nya. Menurut dia, kondisi suatu kota merupakan cermin masyarakat­nya. Karena itu, dia mendukung penuh visi pemerintah­an saat ini yang ingin menciptaka­n Sidoarjo asri dan rapi.

”Kalau mau jadi petugas yang amanah di satpol PP, kuncinya cuma satu. Minum pil sabar ama kuda tuli. Sisanya serahin sama hukum dan Tuhan. Udah itu aja,” ungkap bapak tiga anak yang sudah lebih dari 20 tahun menetap di Sidoarjo itu. (*/c10/pri)

 ?? JOS RIZAL/JAWA POS ?? ngebas
JOS RIZAL/JAWA POS ngebas
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia