Angin Segar dari Arab Saudi
KEDATANGAN Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud ke Indonesia membawa angin segar bagi sejumlah sentra kehidupan Indonesia. Termasuk bidang ekonomi. Yang sudah deal adalah upgrading dan perluasan industri kilang minyak Cilacap senilai USD 6 miliar (Rp 80 triliun). Meski USD 1 miliar lebih sedikit daripada yang diperoleh Petronas, itu cukup membanggakan.
Tidak mudah untuk mendapat kepercayaan investasi dari Saudi. Selama ini Saudi lebih suka berinvestasi dalam bentuk saham dan pasar uang. Setidaknya, hal itu bisa menaikkan nilai Indonesia di mata investor dunia. Sejauh ini, meski hampir semua indikator ekonomi menunjukkan geliat yang menjanjikan, tingkat kepercayaan investasi di Indonesia masih rendah.
Investasi Aramco, perusahaan minyak pelat merah Saudi, itu cukup mengerek kepercayaan asing. Lawatan ke sembilan negara Asia yang dilakukan Raja Salman juga merupakan persiapan untuk sebuah acara initial public offering (IPO/ penawaran saham) Aramco yang disebut-sebut sebagai salah satu yang terbesar di dunia. Aramco adalah sebuah perusahaan dengan
market value hingga USD 2 triliun atau Rp 26,6 ribu triliun. Bandingkan dengan market value Apple Inc yang hanya USD 719 miliar. Jika angka tersebut jadi patokan, rencana IPO Aramco yang hanya melepas 5 persen saham itu senilai USD 100 miliar atau Rp 1.330 triliun. Uang itulah yang diharapkan bisa menambal defisit APBN Saudi yang babak belur karena rendahnya harga minyak belakangan ini.
Karena itu, Saudi kemudian melakukan lawatan dan menawarkan konsep ekonominya (Vision 2030) ke sejumlah negara dengan potensi ekonomi besar di kemudian hari. Terutama Tiongkok, negara yang akan menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia yang ironisnya di negeri kita justru oleh sebagian masyarakat kita di- bully.
Sayang, momen yang baik ini tidak ditanggapi baik oleh sebagian masyarakat Indonesia. Peluang baik di depan mata ini justru malah menjadi ajang saling bully tidak penting antar masyarakat Indonesia.
Hoax-hoax bermunculan, terutama terkait dengan maksud dan kedatangan Raja Salman. Masalah salaman bisa menjadi perdebatan sengit yang menjurus kasar di media sosial. Urusan protokoler dianggap sebuah kesalahan besar dan menyakiti umat. Juga, sejumlah hal yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia, tampaknya, menjadikan media sosial sebagai tempat mengeram dan beternak kebencian hingga ke level yang membuat geleng-geleng kepala.
Satu-satunya cara adalah tidak menanggapi perbedaan itu dan melokalisasi bahwa perdebatan tak mutu tersebut hanya terjadi pada orangorang itu saja yang mempunyai agenda tertentu. Sementara itu, masyarakat lainnya tidak perlu menanggapinya. Mari kita sambut baik angin segar ini dan jangan biarkan perbedaan yang ada terus menebar ujaran kebencian.