Mood Booster yang Juga Bisa Picu Stres
Lupakan sejenak permainan yang digerakkan kaki. Cuma dengan dua jari, permainan papan luncur itu pun bisa tetap asyik. Tengok saja komunitas Surabaya Fingerboard.
skateboard
PAPAN luncur itu kecil banget. Panjangnya tak sampai 10 sentimeter. Lebarnya cuma 2–3 sentimeter. Benar-benar pas untuk pijakan jemari. Karena itu, memainkannya pun tak perlu areal luas seperti Skate & BMX Park di sisi Kalimas.
Pada Rabu (1/3), sekelompok anak muda memainkan skateboard imut tersebut di sebuah teras rumah di kawasan Surabaya Barat. Lintasannya cukup seluas 25 sentimeter x 68 sentimeter
Asyik betul permainan yang lazim disebut fingerboard tersebut. Makin sore, makin banyak pemainnya. Mereka saling beradu ketangkasan menjungkirbalikkan papan luncur kecil tersebut. Mereka beratraksi pada lintasan berbidang datar hingga bertingkat. Yang paling lama bertahan dengan atraksi menakjubkan adalah pemenangnya.
Meski mereka sedang beradu, suasana enggak tegang. Yang terasa justru keakraban. Topik obrolan apa pun muncul. Kegembiraan itulah yang terjadi setiap komunitas Surabaya Fingerboard bertemu. ’’Bisa di mana saja. Kalau sini memang sering buat base camp. Tapi, kadang juga di kafe,’’ ungkap salah seorang anggota Surabaya Fingerboard, Yoda Aji Mahendra.
Fingerboard mulai muncul di Surabaya sekitar delapan tahun silam. Namun, saat itu belum banyak peminatnya. Nah, berawal dari hobi yang sama itulah, komunitas Surabaya Fingerboard terbentuk.
Sosialisasi komunitas mereka bukan cuma lewat mulut ke mulut. Tetapi, ada agenda rutin berupa kompetisi bulanan. Lewat kompetisi tersebut, kemampuan anggota juga makin terasah. Keseruan permainan fingerboard pun terus menyebar. ’’Biasanya, dari melihat kami bermain, banyak yang tertarik dan akhirnya mulai belajar,’’ kata Yoda.
Peminat permainan itu ratarata berusia belasan hingga menjelang 30 tahun. ’’Di Surabaya, saya belum lihat perempuan yang aktif main fingerboard,’’ paparnya. Karena itulah, mereka makin berharap virus permainan fingerboard meluas di Surabaya.
Yoda tergabung dalam komunitas Surabaya Fingerboard sejak 2009. Dia tertarik karena melihat salah seorang teman kuliahnya di Stikom Surabaya. ’’Eh, seru juga,’’ ungkapnya. Sebelum itu, Yoda suka bermain skateboard. Tetapi, fingerboard ternyata menarik perhatian Yoda hingga kini.
Kalau biasanya menggunakan dua kaki untuk bermain skatebo ard, kini dia hanya perlu menggerakkan dua jari. Walau begitu, Yoda tetap merasakan adrenalinnya mengalir deras. Pikirannya terus tertantang untuk mempelajari trik-trik baru. ’’Makin lama, jenis triknya makin banyak,’’ kata pria 25 tahun tersebut.
Trik favoritnya adalah nollie heelflip. Dalam permainan skateboard, heelflip adalah saat pemain melompat tinggi dan papan luncurnya ikut melenting. Di ketinggian, papan itu dibalik ( flip). Saat jatuh, posisi papan sudah seperti semula. Gerakan tersebut dilakukan hanya dalam waktu 1–2 detik.
Trik itu juga dilakukan pada fingerboard. Bedanya ya itu tadi. Bukannya dengan dua kaki, segala trik disajikan lewat permainan jari tengah dan jari telunjuk.
Yoda suka sekali dengan trik tersebut. Sebab, dia membutuhkan beberapa bulan untuk mempelajari trik nollie heelflip. Jadi, saat sudah mampu menguasainya, Yoda merasa puas. ’’Stres juga langsung ilang kalau bisa main fingerboard,’’ jelas pria kelahiran Surabaya, 23 Oktober 1991, tersebut.
Koleksi skateboard mini milik Yoda tak terhitung lagi. Bahkan, dia bersama beberapa temannya memproduksi skateboard mini sendiri. Miniatur skateboard itu dibuat detail mirip dengan aslinya. Bahan yang digunakan adalah kayu maple. ’’Desain gambarnya juga lebih bervariasi,’’ kata Yoda.
Bagi Yoda, fingerboard sudah tak dapat dilepaskan dari kehidupan sehari-harinya. Ke mana pun, dia tak lupa membawa skateboard mini. Kalau sedang bete maupun sekadar ingin bermain, Yoda langsung mengeluarkan skateboard mini dari tasnya, lalu bermain. ’’Bisa dimainkan di mana saja. Nggak harus di lintasan,’’ ujarnya.
Bermain fingerboard tak harus memiliki riwayat penggemar skateboard. ’’Saya malah nggak bisa main skateboard yang sebenarnya,’’ kata Kevin Kristobratha, anggota yang lain. Dia tertarik fingerboard saat melihat salah seorang temannya bermain. Coba-coba, eh ternyata keterusan hingga saat ini.
Kevin mempelajari berbagai macam trik dalam permainan fingerboard. ’’Umumnya, trik yang dipakai hampir sama dengan skateboard. Hanya, pakai jari,’’ terangnya sambil memberikan contoh trik favoritnya. Yakni, kickflip late impossible. Dalam keadaan berjalan lurus, bagian belakang fingerboard ditekan sehingga papan terbalik 360 derajat kembali ke keadaan awal. Saat papan berputar, dua jari ikut berputar mengelilingi papan. Gerakannya tenang. Tetapi, kentara sekali bahwa tekniknya sangat tinggi.
’’Ini saya cukup lama mempelajarinya,’’ kata Kevin. Bagi Kevin, bermain fingerboard dapat menghilangkan sekaligus menambah stres. Saat bermain fingerboard, mood Kevin selalu bagus. Tetapi, ketika belum bisa menguasai trik yang diinginkan, Kevin merasa stres. Kalau hasrat ingin menguasai salah satu teknik sudah muncul, Kevin selalu berusaha keras menaklukkan hingga berhasil.
Pria kelahiran Surabaya, 6 Mei 1993, tersebut sudah beberapa kali menyabet juara dalam perlombaan fingerboard. Mulai skala kota hingga nasional di Jakarta.
Karena bermain fingerboard dirasa sangat menyenangkan, Kevin ingin menyebarkannya ke teman-temannya. Menurut dia, fingerboard bukanlah permainan musiman. Ia terus berkembang dan tak termakan waktu.
Beda pemain, beda pula skateboard favoritnya. Bentuk skateboard mini juga beragam mengikuti aslinya. Kalau Kevin suka bentuk cross shape, lain lagi yang dirasakan Novito Yoga. Pria yang akrab disapa Vito itu memfavoritkan bentuk medium kick. Ujungnya melengkung, lalu lebar di bagian tengahnya. ’’Lekukannya nggak terlalu tajam,’’ kata pria 24 tahun tersebut.
Pemilihan itu didasari kenyamanan jari saat menyentuh skateboard mini. Perbedaan ukuran jari seseorang itulah yang memberikan pengaruh kenyamanan masingmasing saat bermain. ’’Kalau nggak nyaman, nggak bisa bermain enak,’’ ungkap Vito.
Karena itulah, skateboard mini favoritnya selalu tak lupa masuk dalam kantong celana maupun tasnya. Jadi, kapan pun Vito bisa bermain. Kalau ada yang rusak di salah satu bagian skateboardnya, Vito memilih segera memperbaikinya jika dibandingkan dengan membeli baru. ’’Sudah favorit dan sayangnya sama ini,’’ ujarnya. (*/c14/dos)