Galang Bantuan untuk Rabitah
MATARAM – Setelah menjalani operasi pengangkatan slang DJ- stent dan batu kemarin, keberadaan Sri Rabitah belum diketahui. Tim pendamping dan kuasa hukum Rabitah merahasiakan tempat perawatan TKI asal Lombok Utara itu.
’’ Memang banyak pihak yang ingin menemui, tetapi belum bisa. Ini semua demi kesembuhannya,’’ ujar M. Saleh, koordinator Badan Bantuan Hukum Buruh Migran (BBHBM)
Tim kuasa hukum belum bisa memberikan pernyataan terkait dengan pemeriksaan medis atas kondisi ginjal Rabitah. Saleh menyerahkan sepenuhnya kepada pihak rumah sakit dan tim dokter yang berwenang menjelaskan.
Untuk membayar biaya operasi Rabitah, tim pendamping berupaya mengumpulkan sumbangan dari masyarakat. Mereka juga memperjuangkan hak asuransi Rabitah. Namun, karena asuransi belum didapatkan, penggalangan dana tetap berjalan. Kalaupun dana sumbangan itu lebih, Rabitah bisa menggunakannya untuk biaya hidup sehari-hari bersama anaknya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi NTB H Wildan menyatakan sudah menurunkan tim untuk mengecek kondisi Rabitah. Mereka mendapat penjelasan bahwa ginjal Rabitah masih utuh sesuai dengan pernyataan RSUP NTB beberapa waktu lalu.
Pemerintah siap mengawal dan membantu Rabitah. Tim dari kementerian sudah turun untuk mengecek kebenaran apakah ginjal Rabitah masih ada atau tidak. ”Apa pun masalahnya, apakah seperti yang diberitakan betul atau tidak, dia harus tetap dibantu,” tegas Wildan.
Dia berharap BPNP2TKI turut membantu pencairan uang untuk Rabitah. Saat berangkat menjadi TKI melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSP) TKI NTB dan PT Falah Rima Hudaipi, Rabitah melewati jalur resmi.
Rabitah tercatat di LTSP TKI NTB dan kemudian dibawa ke Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) oleh PT Falah Rima Hudaipi selaku agen penyalur. Berdasar data visa, Sri Rabitah berangkat pada 24 Juni 2014 dengan tujuan Qatar.
Sementara itu, Humas RSUP NTB Solikin tidak mempermasalahkan keputusan Rabitah meninggalkan rumah sakit. Sudah menjadi hak pasien mau dirawat di mana saja. RSUP NTB tidak lagi menangani Rabitah sejak 1 Maret lalu. Yang bersangkutan keluar atas permintaan sendiri (APS).
Mengenai kabar bahwa Rabitah mendapat intimidasi, pihak rumah sakit tidak mau berkomentar. Mereka menegaskan sudah memberikan hak pasien untuk pulang atas kemauan sendiri. ”Sejak itu, kami tidak ada hubungan lagi,” tegas Solikin. (ili/ano/c5/ca)