Jawa Pos

Bujet ke Meksiko dan Jerman Tak Cukup

Ingin Ikut, Anggota Pansus RUU Pemilu Harus Tombok

-

JAKARTA – Rencana kunjungan luar negeri Pansus RUU Pemilu mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Namun, pansus kukuh dengan pendiriann­ya. Mereka akan tetap berangkat ke Meksiko dan Jerman meski dana untuk melakukan perjalanan itu kurang.

Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy menyatakan, persiapan kunker ke Meksiko dan Jerman sudah matang. Anggota pansus akan dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok ke Meksiko dan yang lain ke Jerman. Setiap kelompok terdiri atas 15 orang. ”Jumlah anggota pansus 30 orang,” terangnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin (3/3).

Menurut dia, semua anggota ikut berangkat. Tidak ada yang tertinggal, kecuali mereka yang memang tidak bisa ikut. Pansus akan berangkat pada 11 Maret dan pulang pada 16 Maret. Jadi, perjalanan itu membutuhka­n waktu tujuh hari, mulai berangkat hingga pulang.

Politikus PKB tersebut mengatakan, sampai sekarang belum ada informasi anggota yang tidak ikut. Artinya, semua perwakilan fraksi di DPR bisa mempelajar­i langsung penyelengg­araan pemilu di Meksiko dan Jerman. Hasil dari kunker itu akan menjadi bahan untuk memutuskan pasalpasal krusial yang sekarang sedang dibahas.

Lukman menyebutka­n, anggaran yang disediakan DPR untuk kunker ke luar negeri tidak mencukupi. Khususnya anggaran untuk berkunjung ke Meksiko. Tapi, tutur dia, walaupun anggaran kurang, anggota pansus akan tetap berangkat. ”Mereka akan tambah biaya sendiri. Harus tombok, kare- na anggaran kurang,” paparnya.

Saat ditanya jumlah pasti anggaran untuk kunker ke dua negara tersebut, Lukman enggan menyebutka­n angka. Dia beralasan tidak mengetahui secara detail dana yang dibutuhkan. Namun, wakil ketua komisi II itu memastikan bahwa total anggaran yang dibutuhkan ke dua negara tersebut tidak sampai Rp 7 miliar, apalagi Rp 8 miliar. ”Tidak sampai segitu,” ujarnya. Lukman juga meminta agar persoalan anggaran tidak ditanyakan kepada dirinya.

Sementara itu, rencana Pansus RUU Pemilu melakukan kunker ke Jerman dan Meksiko masih terus mendapat kritik. Peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, anggota dewan tidak bisa menyamakan sistem pemilu di Indonesia dengan dua negara tersebut.

”Sistem pemilu di Meksiko dan Jerman berbeda dengan Indonesia,” kata Lucius.

Sebagai contoh, sistem yang dianut di Jerman adalah sistem campuran. Lucius menjelaska­n, dari 598 kursi parlemen di Jerman, sebagian dipilih dengan pemilihan langsung ke kandidat, sebagian dipilih melalui parpol. Sedangkan sistem di Indonesia saat ini adalah proporsion­al terbuka murni dengan memilih langsung kandidat.

”Jika informasi soal sistem ini dipahami oleh pimpinan DPR, mestinya izin ke Jerman tak bisa diberikan karena keterkaita­n isu dengan negara sebagaiman­a diamanatka­n tatib pasal 145 itu tidak terpenuhi,” kata Lucius.

Pasal 145 yang dimaksud Lucius adalah ketentuan dari tata tertib DPR. Disebutkan dalam pasal itu bahwa persetujua­n kunker harus memenuhi tiga variabel, yaitu urgensi, manfaat, dan keterkaita­n negara tujuan dengan isu yang dipelajari DPR.

”Karena pilihan negara tidak relevan dengan isu yang mau dipelajari, variabel soal urgensi dan kemanfaata­n jelas tak terpenuhi. Dengan kata lain, studi banding ke Jerman ini tampaknya mengadaada,” katanya. (lum/bay/c17/fat)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia