TERPESONA CALON MONACO OF ASIA
Sumatera Utara tentu masuk daftar must-visit untuk berlibur. Keindahan alam, kekayaan budaya, kuliner lezat, dan masih banyak lagi yang bisa dinikmati. Selia Widjaya paling terkesan pada Danau Toba, kawasan yang direncanakan menjadi Monaco-nya Asia.
KAMI sekeluarga berangkat dari Surabaya ke Medan dengan pesawat selama 2,5 jam. Tiba di Bandara Kualanamu, kami melanjutkan perjalanan ke Pematang Siantar dengan bus selama sekitar tiga jam. Kami menghabiskan malam pertama di Pematang Siantar. Esok paginya, kami berangkat ke Parapat. Namun, kami mampir dulu di Vihara Avalokitesvara yang menjadi salah satu ikon Pematang Siantar.
Di wihara tersebut, berdiri patung Dewi Kwan Im terbesar di Asia Tenggara. Tinggi patung dewi welas asih yang terbuat dari granit itu mencapai 22,8 meter. Di sekitar patung terdapat sebuah lonceng besar dan sebuah roda doa ( praying wheel). Parapat-Danau Toba Bus menuju Parapat membutuhkan waktu 1,5 jam untuk mengantar kami. Tiba di kota mungil itu, anak-anak bermain banana boat, speed boat, motor boat, dan berfoto ria. Tempat kami menginap berbatasan langsung dengan Danau Toba. Esok paginya, kami berangkat menuju Pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba dengan kapal selama 30 menit. Kami sungguh menikmati keindahan alamnya sambil tak henti-henti berdecak kagum dan bersyukur kepada Sang Pencipta. Walaupun saya dan putra sulung saya, Hans, pernah datang ke sini dua tahun lalu, kami masih tetap terpesona. Kami sering memotret karena setiap sudutnya begitu cantik dan sayang kalau tidak diabadikan. Di Pulau Samosir, kami mengunjungi Desa Wisata Ambarita. Kami melihat kursi dan meja dari batu yang dulunya digunakan untuk tempat mengadili dan mengeksekusi para tahanan. Pendudk mengajak kami menyanyi sambil menari tarian khasnya, menarik sekali. Setelah itu, kami pergi ke Desa Wisata Tomok untuk melihat daerah asal usul kerajaan Batak. Pemandu wisata mengisahkan sejarahnya dan meminta Hans menjadi peraga. Selain lucu, kami bisa langsung memahami ceritanya. Kabarnya, pemerintah Indonesia berencana menjadikan kawasan Danau Toba sebagai ’’Monaco of Asia’’. Selain potensi wisatanya dikembangkan, Toba harus lebih mudah diakses. Saat ini, dari Bandara Kualanamu ke Toba memakan waktu 4,5 jam. Nah, dengan rencana pembangunan infrastruktur seperti jalan dan pelabuhan udara baru, diharapkan waktu bisa terpangkas jadi 1,5 jam.
Besoknya, kami naik feri menuju Simarjarunjung untuk melihat panorama Danau Toba dari puncak ketinggian. Kami juga menyempatkan diri ke Tongging untuk melihat Air Terjun Sipiso-piso dan Rumah Bolon (rumah tradisional suku Batak Simalungun). Berastagi Kota di dataran tinggi ini menjadi destinasi kami selanjutnya. Kami asyik berbelanja di pasar buah, sementara anak-anak naik kuda di sekitarnya. Dari kawasan pasar buah, kami melewati Gundaling sampai ke atas. Kami juga sempat mengunjungi Pagoda Sriwegadon di Taman Alam Lumbini. Kami menginap di daerah pegunungan yang sangat dingin itu. Hujan turun bikin udara tambah brrr.... Medan Semalam di Berastagi, kami kembali ke Medan. Hampir semua spot wisata di ibu kota Sumatera Utara itu kami singgahi. Mulai Istana Maimun, istana bekas kesultanan Deli yang arsitekturnya unik serta berkarakter khas Melayu, hingga Masjid Raya Medan, yang merupakan salah satu peninggalan sejarah perkembangan Kota Medan.
Kami juga mengunjungi Gereja Katolik Graha Maria Annai Velangkanni, ziarah rohani Bunda Penyembuh orang sakit. Ada pula Museum Rahmat (museum berbagai macam binatang) dan Rumah Tjong A Fie yang sangat bersejarah. Tjong A Fie adalah seorang pengusaha, banker, dan kapitan yang sukses membangun perkebunan di Sumatera. Dia turut berjasa membangun Kota Medan.
Tjong A Fie membangun Menara Lonceng di gedung Balai Kota Medan yang lama, Istana Maimun, Masjid Raya, dan masih banyak lagi. Kami bersyukur bisa berjumpa dan berbincang langsung dengan cucu Tjong A Fie, Mimi Tjong, yang ramah dan rendah hati. Sungguh kami bangga berbangsa Indonesia yang sangat kaya ragam budaya, agama, suku bangsa, dan adat istiadatnya. (*/c7/na)