Pertama Ngader, Langsung Gaet 13 Orang
KB pria alias vasektomi telah banyak dilakukan di kota-kota besar. Termasuk Surabaya. Dan daerah dengan akseptor vasektomi terbanyak adalah Kecamatan Pakal, yang justru tak padat penduduk. Prestasi itu tak lepas dari paguyuban KB pria yang diketuai Suhart
SEKELOMPOK ibu berseragam oranye berkumpul di depan musala Pasar Benowo pagi itu. Hanya ada satu lakilaki di antara mereka. Dialah Suharto Ahmad. Pasukan berseragam oranye tersebut adalah anggota paguyuban KB pria Kecamatan Pakal. Namanya Siwalan Mesra.
Nama itu tak asal dipilih. Siwalan Mesra punya kepanjangan, Suami Istri Wajib Lindungi Anak dengan Mudah, Efektif, Sederhana, Ringan, dan Aman.
Rabu pagi itu (1/3) mereka sudah punya jadwal penyuluhan KB pria. Kali ini pilihannya pasar. Suharto memberikan arahan sejenak kepada anggotanya. Tak lupa juga membagikan setumpuk pamflet kuning. Lalu, mereka menyebar. Sementara itu, satu orang tetap tinggal dan menyampaikan warawara lewat pengeras suara musala.
Suharto dengan santai langsung mendekati para pedagang dan pembeli. Salah satu yang dia dekati adalah Didik Purwanto, yang menjual ayam potong. Sembari Didik memotong-motong ayam, Suharto berdiri di sebelahnya dan menjelaskan vasektomi
Didik pernah mendengar KB pria sebelumnya. Namun, sudah diberi penjelasan sedemikian rupa, pedagang ayam itu tidak langsung menjawab ya. ”Masih ingin nambah lagi?” kata ayah tiga anak tersebut.
Penolakan seperti itu bukan hal asing buat Suharto. Kebanyakan pria yang dimotivasi menolak dengan berbagai alasan. ”Paling banyak karena takut pada mitos yang berkembang,” ujarnya. Mitos itu, antara lain, kejantanan berkurang, badan jadi mudah capek, dan yang paling parah adalah anggapan bahwa vasektomi sama dengan kebiri.
Padahal, Suharto sudah hidup sebagai akseptor vasektomi selama delapan tahun. Juga, dia menyatakan bahwa tak satu pun mitos tersebut terbukti. Kalaupun ada yang kejantanannya ”tak bisa berdiri”, itu terjadi karena berbagai faktor di luar operasi vasektomi. Protes semacam itu sering diterima Suharto. ”Biasanya itu karena faktor psikologis dan ekonomi. Lagi marah sama istri, misalnya,” tutur mantan ketua RW 3 Tambak Dono tersebut.
Kalau yang dimotivasi tak mau, Suharto akan langsung mencari target lain. Bersama para kader, akhirnya mereka berhasil mendapatkan beberapa calon akseptor potensial pagi itu.
Namun, mereka tak bisa sertamerta mendaftarkan para pria calon akseptor tersebut untuk dioperasi vasektomi. Suharto akan menanyakan alamat dan nomor kontak mereka untuk kemudian disambangi ke rumah. Ya, mereka perlu mendapat persetujuan dari sang istri juga. ”Meskipun si bapak ngotot, tapi istri tidak mengizinkan, ya tidak saya sarankan ikut vasektomi,” ujarnya.
Peran istri memang sangat penting dalam mengambil keputusan untuk vasektomi. Saat kali pertama menerima KB pria, Suharto pun mendapat dorongan dari sang istri. Dia memutuskan untuk ikut KB karena iba melihat istrinya yang selalu kesulitan saat melahirkan. Sebab, ukuran pinggul istrinya kecil. Apalagi, Suharto sejatinya sudah beranak lima. ”Setiap proses bersalin, saya selalu ikut membantu mendorong perut istri saya,” kenang Suharto.
Lalu, mengapa anaknya bisa sampai lima? ”Semuanya laki-laki. Saya dan istri waktu itu kepengin punya anak perempuan, tapi ternyata tidak dikasih,” lanjutnya. Sudah menggenapi jumlah Pandawa, Suharto dan sang istri pun mantap tak mau punya anak lagi. Pada 2009 Suharto sampai pindah-pindah rumah sakit untuk mencari KB pria. Untung, dia bertemu dengan petugas lapangan KB Kecamatan Pakal waktu itu. Suharto mendapat rekomendasi RS di Surabaya Selatan dan keringanan dari Askes.
Menjadi akseptor KB pria anyaran, Suharto rupanya sudah menunjukkan bakat sebagai motivator. Kali pertama sosialisasi, dia sudah menggaet 13 calon akseptor. ”Kebetulan, waktu itu saya juga masih jadi RW,” ujarnya. Sadar tak bisa bergerak sendiri, Suharto menggandeng pula kader KB perempuan dan anggota PKK untuk mau menyosialisasikan KB pria. Menurut dia, para suami biasanya baru mau menerima vasektomi jika sudah dikoar-koar oleh istri.
Melihat semangat Suharto dan kader KB lain melakukan sosialisasi KB pria, akhirnya camat Pakal kala itu, Edi Kristianto, mendirikan Paguyuban Siwalan Mesra pada 2011. Mereka mendapatkan markas di kantor Kecamatan Pakal. Juga, sejak awal paguyuban itu berdiri, Suharto sudah dipercaya sebagai ketua.
Setiap kali melakukan sosialisasi, Suharto tak hanya mengandalkan omongan. Dia tak pernah lupa menyiapkan minimal pamflet atau brosur tentang vasektomi, lengkap dengan gambarnya. ”Kalau sosialisasi di kantor seperti kecamatan, saya selalu bawa slide,” kata pria yang kini menjadi wirausahawan itu.
Malah, bila perlu, dia membawa alat peraga untuk menjelaskan proses operasinya. Sebab, selama ini yang paling ditakutkan orang awam adalah proses operasi yang menyakitkan. ”Tidak sakit. Paling hanya senep. Setelah operasi, bisa langsung beraktivitas kok,” jelasnya.
Wilayah pelayanan Suharto cukup luas. Di Pakal, mereka rutin menyambangi beberapa spot yang ramai. Terminal, pasar, hingga warung kopi. Bahkan, mereka sudah ”menginvasi” Gresik. Memang wilayahnya cukup dekat dengan Pakal. ”Pernah juga sampai pelabuhan dan Alun-Alun Gresik,” ungkap Dewi Mariyam, sekretaris Paguyuban Siwalan Mesra.
Berbeda tempat, berbeda pula tantangan yang ditemui Suharto. Karakter target di tiap-tiap tempat sangat beragam. Terminal misalnya. Karena mayoritas adalah sopir, sasaran cenderung cuek. Sementara di warkop, pendekatan bisa lebih mudah karena atmosfernya santai. ”Sambil bercanda-canda juga bisa,” kata Suharto. Lain lagi kalau ke alun-alun, orang-orang biasanya cenderung menjauh karena mengira Suharto mau mempromosikan suatu produk.
Kerja keras Suharto dan paguyubannya berbuah manis. Baru setahun berdiri, Siwalan Mesra sudah menyabet Juara I Nasional Paguyuban dengan Jumlah Akseptor Terbanyak dari BKKBN. Selama 2012 itu, mereka berhasil mendapat 390 akseptor baru.
Praktis, Suharto dan kawan-kawan sudah bisa dikategorikan sebagai motivator kelas nasional. Suharto beberapa kali mendapat panggilan dari luar Surabaya untuk memberikan motivasi KB pria, di antaranya Tulungagung. Bahkan sampai Nusa Tenggara Barat. Pria 51 tahun itu juga sering dimintai tolong oleh puskesmas atau paguyuban KB di kecamatan lain di Surabaya.
Selama delapan tahun menjadi motivator vasektomi, tentu banyak tantangan yang ditemui Suharto. Satu yang paling membekas di ingatannya adalah momen ketika dirinya dihujat tokoh masyarakat. Waktu itu Suharto hendak melakukan penyuluhan di wilayah Sukomanunggal. Rupanya kedatangan Suharto tak disambut baik. ”Tokoh masyarakat langsung mendatangi saya, bilang bahwa KB pria itu haram, menyalahi kodrat,” ucapnya.
Menghadapi hal itu, Suharto langsung menyodorkan fatwa MUI bahwa vasektomi halal. ”Saya sudah dua kali ketemu dengan MUI Jawa Timur,” kata Suharto. Ya, setelah mengetahui bahwa vasektomi bisa direkanalisasi (dinormalkan lagi saluran spermanya), MUI menyatakan bahwa KB pria tidak dilarang agama. Tokoh masyarakat di Sukomanunggal itu akhirnya memberikan izin. ”Malah akhirnya dia ngajak saudara-saudaranya untuk vasektomi,” imbuhnya.
Tak hanya berfokus pada KB pria, Suharto juga memperhatikan nasib para istri. Kebanyakan warga yang dia tarik sebagai akseptor vasektomi datang dari kelas menengah bawah dan punya anak lebih dari tiga. Paguyubannya pun tak lupa memberikan pelatihan untuk pemberdayaan perempuan. Pelatihannya, antara lain, membuat sabun cair dan otak-otak. ”Supaya para istri juga bisa membantu perekonomian suami,” terangnya.
Soal akseptor paling berkesan, Suharto bercerita tentang seorang tukang pijat dari Kejawar, Pakal. Namanya Wahid Sulaiman. ”Dia punya anak sampai 12 orang,” tuturnya. Tukang pijat tersebut memang tak pernah mau memakai KB. Istrinya saja dilarang.
Namun, melihat kondisi perekonomian mereka yang memprihatinkan, Suharto tak tinggal diam. Pria yang aktif di LPMK Pakal itu memberikan motivasi juga tentang kehidupan rumah tangga. Tak lupa, dia membawa beras dari kecamatan sebagai bantuan. Akhirnya, Wahid menerima tawaran Suharto untuk melakukan operasi KB pria.
Suharto berharap bisa semakin menginspirasi banyak orang dari berbagai daerah. Terutama daerah yang padat penduduk dan masih kurang dalam hal edukasi. ”Inginnya sih ada panggilan dari BKKBN pusat untuk memberi motivasi di kotakota lain di Indonesia,” katanya. (*/c11/dos)