Jawa Pos

Pemkot Cari Patok Kawasan Lindung

Tidak Jelas karena Tertimbun Lumpur

-

SURABAYA – Pemkot meninjau perumahan yang masuk kawasan lindung untuk kali ketiga. Peninjauan dilakukan setelah ditemukan 99 bangunan dan satu masjid yang berdiri di wilayah yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau (RTH). Kegiatan tersebut bertujuan mencari patok-patok batas kkawasan lindung Pantai Timur SSurabaya (Pamurbaya). Jumlah patok itu tidak banyak, hanya 25. Namun, patok tersebut menjadi pembatas lahan 2.500 hektare. Patok itu memanjang dari Kecamatan Bulak di utara hingga Gunung Anyar di Selatan.

Kabid Pemetaan dan Tata Ruang Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Dewi Soeriyawat­i menyatakan, peninjauan lapangan dilakukan bersama pihak dinas pengelolaa­n bangunan dan tanah (DPBT) serta badan perencanaa­n pembanguna­n kota (bappeko). ”Patok itu masih ada,” kata Dewi saat ditemui di balai kota kemarin (3/3).

Salah satu patok berada di sebelah timur flat Gunung Anyar milik Pemprov Jatim. Hanya, patok tersebut sudah tertimbun tanah urukan dan lumpur. Jadi, rombongan butuh waktu untuk mencarinya.

Sidak itu digelar atas permintaan Komisi A DPRD Surabaya. Komisi yang membidangi pemerintah­an dan hukum tersebut merasa batas di lapangan tidak jelas. Masyarakat pun menjadi korban.

Mereka telanjur membangun rumah hingga ratusan juta rupiah di lahan dengan peruntukan RTH. Masalah bertambah pelik karena pemkot tidak memiliki dasar hukum untuk mengganti rugi gedung yang telah dibangun. Sesuai aturan, pemkot hanya bisa membebaska­n tanah milik warga.

Kepala DPBT Maria Theresia Ekawati Rahayu menerangka­n, peninjauan itu dilakukan untuk persiapan pembebasan lahan. Namun, saat ditanya tentang penganggar­an bangunan, dia menjawab secara diplomatis. ”Saat pelaksanaa­n pengadaan nanti, dibahas dulu dengan jajaran terkait,” ucapnya.

DPBT perlu berkoordin­asi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN bertugas mengukur dan membebaska­n tanah. Setelah BPN bergerak, DPBT akan mencairkan anggaran untuk lahan yang dibebaskan.

Ketua Komisi A DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto bakal memanggil warga, pengembang, dan dinas terkait dalam rapat hearing lanjutan pada Rabu (8/3). Sebab, dalam pertemuan pertama, banyak pertanyaan yang belum terjawab. ”Kami akan usut siapa sebenarnya yang bermain di sini,” ujarnya.

Salah satu poin yang belum terjawab adalah site plan yang dimiliki pengembang. Site plan untuk lahan 17 hektare tersebut digunakan pengembang untuk menjual tanah kavlingnya kepada warga. Namun, DPRKP CKTR tidak merasa pernah menerbitka­n site plan di daerah itu. ” Tidak ada site plan. Tapi, kok lurah dan camat membiarkan?” tuturnya.

Herlina juga meminta pemkot menambah jumlah patok. Jadi, tak ada lagi warga yang tertipu saat membeli tanah di Pamurbaya. Dia mengakui, saat ini, banyak kawasan pertambaka­n yang dikavling. Sejumlah tanah kavlingan tersebut sesuai hukum, sisanya tidak bisa diubah menjadi permukiman. ”Kalau bisa, patoknya dempet dan dibuat permanen agar tak bisa dicabut oknum penjual tanah kavling,” tegasnya. (sal/c18/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia