Dewan Gegeran Rebutan Jabatan
SIDOARJO – Suhu politik di gedung DPRD Sidoarjo belakangan sedang kisruh. Pemicunya kocok ulang pengisian jabatan. Pada Kamis (2/3) posisi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) dirombak. Fraksi-fraksi pun terbelah. Pro dan kontra terjadi, bahkan berpeluang ke jalur hukum.
Jika kisruh berlanjut, tugas-tugas kedewanan bukan tidak mungkin terganggu. Baik yang menyangkut fungsi budgeting, legislasi, maupun controlling.
Anggota fraksi tidak setuju dengan hasil kocok ulang AKD dari PDIP (8 kursi), PKS (3 kursi), dan PAN (7 kursi). Mereka menganggap perubahan AKD tidak sah karena melanggar tata tertib DPRD. Di kubu lainnya, dari PKB (13 kursi), Gerindra (7 kursi), Golkar (5 kursi), Demokrat (4 kursi), Nasdem, PPP, dan PBB masing-masing satu kursi setuju dengan hasil perubahan AKD.
Ketua Fraksi PDIP DPRD Sidoarjo Tarkit Erdianto menyampaikan, pihaknya tidak mengakui hasil paripurna tentang perubahan AKD yang dilaksanakan pada Kamis lalu
Dia menilai hasil rapat perubahan AKD tersebut melanggar tata tertib (tatib) DPRD. Yakni, Tatib Nomor 1 Tahun 2014.
Dia mencontohkan jumlah anggota dewan yang duduk di komisi. Sesuai dengan tatib pasal 63 ayat 4, dalam satu komisi minimal diisi 11 orang dan maksimal diduduki 13 anggota dewan. Dengan pe na rikan anggota yang dilakukan PDIP, PAN, dan PKS, jumlah anggota komisi sesuai dengan aturan itu tidak terpenuhi. ’’ Tidak sampai 11 orang,’’ jelasnya.
Jika regulasi tersebut tidak bisa dipenuhi, AKD di dalam komisi dianggap belum terbentuk. Dengan demikian, kerja- kerja komisi belum bisa berjalan. ’’Komisi belum sah. Tidak bisa bekerja,’’ tuturnya.
Anggota Fraksi PKS Mulyono menambahkan, saat ini tiga fraksi (PDIP, PKS, dan PAN) berharap keputusan paripurna pembentukan AKD tersebut dibatalkan. Jika belum ada perubahan, tiga fraksi itu tetap pada keputusan awal. Yakni, mencabut anggotanya yang duduk di dalam komisi. Jika penetapan terus berjalan, pihaknya akan mengambil tindakan hukum. ’’Kami akan ajukan gugatan ke PTUN,’’ tegasnya.
Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan menuturkan, penarikan anggota komisi tidak bisa dibenarkan. Berdasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penyusunan Tata Tertib DPRD, salah satunya disebutkan bahwa setiap anggota dewan wajib masuk salah satu komisi. Syarat itu sudah dipenuhi ketika awal menjadi anggota dewan. Nah, untuk perubahan AKD kali ini, penarikan tidak diperbolehkan. ’’Tidak boleh anggota dewan tidak punya komisi,’’ jelasnya.
Dengan demikian, anggota fraksi PKB tersebut menyatakan bahwa surat penarikan anggota komisi yang dilayangkan tiga fraksi otomatis batal demi hukum. Agenda pemilihan AKD dalam paripurna pun terus berlanjut. ’’Hasilnya tetap sah,’’ tuturnya.
Soal ancaman gugatan ke PTUN, dia tidak mempermasalahkan. Menurut Wawan, panggilan akrabnya, siapa pun yang tidak puas dengan keputusan berhak mengajukan gugatan. Yang pasti, dewan juga akan berkonsultasi ke gubernur Jatim terkait dengan penarikan anggota komisi oleh tiga fraksi tersebut. ’’Akan kami konsultasikan,’’ paparnya. (aph/c15/hud)