Sudah Screening 1.751 Balita
Ya, pada peringatan Hari Pendengaran Sedunia kemarin, dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) RSUD Sidoarjo mengadakan bersihbersih telinga (BBT) di UPT Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Selain anak dengan tunarungu, peserta BBT melibatkan anakanak autis.
Tak ayal, tingkah laku anak-anak autis yang ekspresif muncul saat para dokter dan perawat mulai membersihkan telinga mereka. Ada yang berteriak, marah, menangis, dan berusaha kabur dari ruang pemeriksaan.
Dokter Rini Ardiana Rahayu SpTHT-KL menyatakan, dalam rangka Hari Pendengaran Sedunia, tim dokter spesialis THT RSUD Sidoarjo mengadakan kegiatan BBT untuk ABK. Total ada 43 ABK yang ikut dalam kegiatan tersebut. Perinciannya, 30 anak tunarungu dan 13 anak autis. ”Ada screening pendengaran sekaligus dibersihkan jika ada kotoran pada telinga,” katanya.
Dalam pemeriksaan dan BBT, lanjut dia, ditemukan satu anak dengan kelainan bawaan. Yakni, daun telinga kanan dan kiri kecil. Anak tersebut akan dirujuk ke RSUD Sidoarjo untuk menjalani audiogram. Selain itu, ada dua anak yang mengalami radang telinga ruang. Telinga sebelas anak bersih dan sisanya perlu dibersihkan. ”Banyak juga yang telinganya yang kotor. Kami langsung bersihkan di tempat,” ungkapnya.
Program kerja sama RSUD Sidoarjo dengan UPT ABK itu sudah berlangsung lama. Tetapi, kegiat- an BBT secara masal baru kali pertama dilaksanakan yang bertepatan dengan Hari Pendengaran Sedunia. ”Kami ingin kegiatan ini juga terus ditingkatkan lagi,” kata ketua Komite Daerah Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT) Kabupaten Sidoarjo itu.
Rini menyatakan, ABK dengan tuna rungu memiliki kecen derungan peradangan pada telinga. Selain itu, kotoran menumpuk karena penggunaan alat pendengaran. ”Kalau untuk anak tunarungu, cenderung anteng. Yang sulit itu anak yang autis. Me reka banyak berontak,” ujarnya.
Kepala UPT Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sidoarjo Nanik Sumarviati menjelaskan, pihaknya juga memiliki program screening pendengaran di posyandu-posyandu. Dalam sebulan, setidaknya ada 6–8 posyandu yang menjadi tempat screening pendengaran. Tujuannya mendeteksi dini gangguan pendengaran pada anak. ”Kegiatan deteksi dini kami lakukan sejak 2015,” katanya.
Hingga kemarin, setidaknya ada 1.751 balita yang telah discree ning gangguan pendengaran. Sebanyak 183 balita di antaranya mengalami gangguan pendengaran. Mereka terdiri atas anak tuna rungu, autis, lambat bicara, hiperaktif, hidrosefalus, downsyndrome, dan bibir sumbing. ”Kasusnya cukup tinggi,” ujarnya.
Balita yang ditemukan dengan gangguan pendengaran langsung dirujuk ke Surabaya untuk menjalani tes berra. Tujuannya mengetahui derajat gangguan pendengaran. ”Untuk alat bantunya, kami akan bantu,” tandasnya. (ayu/c6/hud)