Jawa Pos

Akhir Bulan, BPLS Gelar Penertiban

68 Bangunan Rumah di Gedang dan Pamotan

-

SIDOARJO – Warga yang masih bermukim di Desa Gedang dan Pamotan, Porong, harus bersiap-siap. Sebab, Badan Penanggula­ngan Lumpur Sidoarjo (BPLS) akan menggelar eksekusi bangunan yang sudah dibeli negara di dua desa tersebut. Kegiatan itu akan dilakukan pada akhir bulan ini.

Dari pengamatan di Desa Gedang kemarin, sejumlah bangunan sudah diratakan. Misalnya, rumah di depan balai desa. Yang tersisa dari bangunan itu tinggal tembok depan rumah. Humas BPLS Hengki Listria Adi saat ditemui di area tanggul kemarin (3/3) menyatakan, eksekusi tersebut merupakan lanjutan akhir tahun lalu. Setelah merobohkan rumah dan gedung di Desa Mindi, BPLS terus bergerak ke desa lain. ’’Akhir Maret giliran Gedang dan Pamotan,’’ jelasnya.

Rencana pembongkar­an bangunan tidak ujug-ujug dilakukan. BPLS menempuh sejumlah tahap. Hengki menyebutka­n, pemerintah sebenarnya melunasi pembayaran warga di luar PAT (peta area terdampak) sejak 2013. Setelah pembayaran dilakukan, warga diminta meninggalk­an rumah. Alasannya, kepemilika­n rumah sudah berganti.

Sayang, banyak warga yang memilih bertahan. Bahkan, ada yang menyewakan rumah kepada orang lain. ’’Di Mindi, misalnya, banyak yang disewakan. Padahal, itu sudah jadi hak negara,’’ ucapnya.

Hengki menyatakan, ada 68 rumah di dua desa itu yang dijual. Jumlah tersebut terbilang sangat sedikit. Sebab, menurut perkiraan, di dua desa itu, ada sekitar 200 rumah. Salah satu penyebab warga enggan menjual rumahnya adalah ketidakcoc­okan harga. Pemerintah mematok Rp 1 juta untuk tanah dan Rp 1,5 juta untuk bangunan per meter persegi. ’’Banyak yang meminta lebih dari itu,’’ katanya.

Menurut Hengki, BPLS tidak bisa menambah jumlah uang ganti rugi. Sebab, harga langsung ditentukan pemerintah pusat. Setiap tahun, tidak ada kenaikan harga. ’’Nilai ganti ruginya tetap,’’ ungkapnya.

Selain di Gedang dan Pamotan, banyak warga di desa lain yang enggan menjual rumah mereka. Di Mindi saja, sekitar 70 warga menolak menyerahka­n tanah dan bangunan mereka. Di Ketapang, ada 80 warga yang menolak, sedangkan di Kalitengah terdapat 40–50 warga. Penyebab utamanya adalah ketidakcoc­okan harga beli.

Pria yang suka dunia otomotif itu menyatakan, BPLS akan melakukan sosialisas­i ke lapangan. Petugas akan mengumpulk­an warga agar mau menjual rumah. ’’Harapan kami, warga mau menjual rumahnya,’’ ucapnya.

Setelah Pamotan dan Gedang, penertiban berlanjut ke Kalitengah dan Ketapang. Menurut Hengki, warga di luar PAT seharusnya menjual bangunan kepada pemerintah. Sebab, tinggal berdekatan dengan tanggul sangat berdampak pada kesehatan. Selain itu, lumpur terus mengancam. ’’Wilayah ini sudah dinyatakan tidak layak ditempati,’’ tuturnya. ( aph/c23/dio)

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ?? MENINGGALK­AN KENANGAN: Bangunan permukiman di Desa Gedang Porong mulai dibongkar pemilik kemarin. BPLS telah memberikan sosialisas­i penertiban kepada warga di wilayah luar peta terdampak lumpur panas Sidoarjo yang telah terlunasi tersebut.
BOY SLAMET/JAWA POS MENINGGALK­AN KENANGAN: Bangunan permukiman di Desa Gedang Porong mulai dibongkar pemilik kemarin. BPLS telah memberikan sosialisas­i penertiban kepada warga di wilayah luar peta terdampak lumpur panas Sidoarjo yang telah terlunasi tersebut.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia