Dibersihkan, Telaga Pegat Tidak Pernah Kering
GRESIK – Telaga Pegat begitu legendaris. Meski sudah berusia ratusan tahun, danau tinggalan Sunan Giri tersebut tidak pernah kering. Kemarin (3/3) ratusan warga bersama Forum Pimpinan Kecamatan Kebomas membersihkan kolam yang dibangun pada 1473 Masehi itu.
Muh. Zuhri Siroj tampak tidak mau kalah oleh anak-anak muda. Usia memang sudah 70 tahun. Namun, kakek itu tetap trengginas. Lelaki asal Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, tersebut bahkan nyemplung ke telaga seluas sekitar separo lapangan bola itu. Basah kuyup membersihkan enceng gondok.
”Telaga ini peninggalan Kanjeng Sunan Giri. Harus dirawat,” ujar Zuhri. Telaga Pegat berpagar tembok setinggi 150 sentimeter berbentuk huruf U. Ada sekat untuk lelaki dan perempuan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gresik mengerahkan satu unit motorboat untuk menarik tanaman ke pinggir. Camat, Danramil, Kapolsek, bersama anggotanya ikut bersih-bersih.
Mengapa Telaga Pegat istimewa? Zuhri menjelaskan, sejak dibangun pada 544 tahun silam oleh Sunan Giri, telaga itu tidak pernah kering. Waduk Bunder saja kering ketika kemarau. Kondisi air telaga memang tidak lagi jernih. Warnanya kehijauan. Meski begitu, sebagian masyarakat tetap menjadikan telaga tersebut untuk mandi dan mencuci pakaian.
Pada masa Sunan Giri, air telaga tersebut mencukupi kebutuhan air para santri di Kota Giri. Ketika itu, Sunan Giri berada di Bukit Kedaton. Sunan Giri bergelar Prabu Satmata saat dinobatkan sebagai kepala pemerintahan sekitar 530 tahun silam. Penobatan Sunan Giri tersebut akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kota Gresik.
Tidak ada literatur yang menyebutkan cara Sunan Giri membuat telaga itu dan mengapa dinamakan Telaga Pegat yang dalam bahasa Jawa berarti pisah atau cerai. Tapi, berdasar cerita masyarakat Giri, Sunan Giri memisahkan dua bukit, yakni Patireman dan Gunung Mbah Agung (Bagong), menjadi telaga dan akses jalan untuk mempermudah santri dan warganya.
Camat Kebomas Sutrisno menyatakan, aksi bersih-bersih itu menumbuhkan budaya hidup bersih dan sehat di masyarakat. ”Karena kebersihan bagian dari iman,” kata Sutrisno.
Situs Sunan Giri dijadikan objek untuk aksi sosial karena peninggalan Sunan Giri harus dirawat. Kecintaan masyarakat luar biasa. ”Andai masyarakat sudah peduli hidup bersih dan sehat, Adipura akan datang sendiri,” ujar mantan camat Menganti itu. (yad/c6/roz)