Jawa Pos

Bayi Prematur Berisiko Asfiksia

-

ANCAMAN asfiksia atau kegagalan bernapas bisa terjadi pada bayi yang baru lahir. Terutama bayi yang memiliki berat badan rendah dan prematur. Asfiksia menjadi ancaman serius karena dapat mengakibat­kan kematian.

Menurut dokter spesialis anak dr Agus Harianto SpA(K), masa kritis bayi terjadi pada minggu pertama. Sebab, bayi masih menyesuaik­an diri. ”Terkadang mereka lupa bernapas,” ucapnya.

Risiko tersebut meningkat ketika bayi terlahir prematur. Organ bayi belum terbentuk sempurna. Karena itu, Agus menyaranka­n ada pemantauan khusus. ”Bayi yang lahir prematur seharusnya dirawat di rumah sakit yang memiliki NICU,” tutur konsultan neonatolog­i tersebut. Sebab, bayi prematur berisiko mengalami asfiksia.

Biasanya tim medis akan memberikan alat bantu pernapasan seperti ventilator kepada bayi yang mengalami asfiksia. Tujuannya, ketika si kecil lupa bernapas, tetap ada sirkulasi udara yang masuk. Sebenarnya, ada beberapa tanda ketika bayi mengalami asfiksia. Di antaranya, bernapas dengan frekuensi cepat, adanya tarikan dada hingga memperliha­tkan tulang rusuk, dan warna biru di bagian bibir.

Diagnosa juga dapat dilihat dari sisi ibu. Salah satunya, ibu yang tidak mampu mengejan dengan baik. Ibu yang memiliki panggul sempit pun berisiko melahirkan anak yang mengalami asfiksia. ” Tali pusar bisa menjadi indikasi asfiksia,” kata Agus. Misalnya, bayi yang terlilit tali pusar dan tali pusar terlalu pendek atau membentuk simpul.

Di NICU RSUD dr Soetomo, angka pasien asfiksia cukup banyak. Menurut laporan divisi neonatolog­i, ada 241 kasus tahun lalu. Tujuh persen atau 19 bayi meninggal. Asfiksia menjadi penyebab kematian keempat di NICU RSUD dr Soetomo. (lyn/c18/jan)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia