Jawa Pos

Pinggang Kanan Mulus, Tak Ada Bekas Operasi

Gara-gara tiga tahun tak pernah dirawat, ginjal kanan Sri Rabitah bermasalah. Kini ginjal kanan Rabitah harus dipasangi DJ stent lagi. Berikut laporan wartawan Jawa Pos KARDONO SETYORAKHM­ADI dari Lombok Utara.

-

SEJAK awal, fokus perhatian mengarah kepada siapa dokter yang membuat Sri Rabitah berpikir ginjalnya dicuri. Semua mata pun tertuju kepada dokter radiologi Rumah Sakit Umum Pusat Nusa Tenggara Barat (RSUP NTB). Sebab, ada hasil pem- bacaan CT-scan yang ditandatan­gani dr Triana Dyah. Apalagi sempat dibaca seorang dokter dari Dinkes Kabupaten Lombok Utara sebagai ”tak tampak ginjal”. Sebuah pembacaan keliru yang sempat fatal.

Publik makin bertanya-tanya saat Wakil Direktur RSUP NTB dr Agus Rusdi mengadakan jumpa pers pada 28 Februari. Kala itu yang hadir hanya dr Agus sendiri. Itu pun penjelasan­nya kurang memuaskan. Agus hanya menjelaska­n bahwa ginjal Sri masih ada. Selain itu, ada DJ stent di dalam ginjal kanan Sri yang membuat bagian bawahnya terjadi pengapuran. Ketika disinggung siapa dokter yang bertanya kepada Sri soal jual ginjal, Agus hanya mengangkat bahu

Apalagi ketika pendamping Sri dan para jurnalis bertanya ke Agus mengapa tidak dihadirkan dokter itu, jawabannya kurang memuaskan. ” Yang lain sedang memberikan pelayanan. Jadi tidak bisa hadir dalam jumpa pers ini,” dalihnya. Itulah yang kemudian membuat publik makin yakin Sri adalah korban konspirasi. Ginjalnya mungkin tidak diambil, tapi diganti yang buruk.

Kabar tersebut cukup dipercaya di NTB. Sebab, tiap tahun selalu ada kasus-kasus para TKI yang pulang dalam keadaan meninggal dan dicurigai sebagai korban sindikat penjual organ. Itulah yang kemudian membuat informasi makin simpang siur. Ditambah lagi, ada sejumlah insiden seperti Sri yang merasa diintimida­si. Publik percaya Sri benar-benar menjadi korban konspirasi tingkat tinggi.

Padahal, faktanya tidak seperti itu. Saat ditemui setelah keluar dari RS Biomedika, Sri Rabitah tak menyebutka­n detail siapa dokternya. ”Pokoknya waktu itu di ruang radiologi,” ucapnya. Jawa Pos menelusuri ke RSUP. Hasilnya, tak ada satu pun dokter yang pernah menyatakan hal itu. ”Kami sudah melakukan penyelidik­an internal. Semua jajaran dokter di bagian radiologi dan urologi kami tanyai. Hasilnya, tidak ada yang menyatakan itu,” ucap dr Solikin, juru bicara RSUP NTB.

Begitu pula Ketua Instalasi Radiologi RSUP NTB dr Dewi Anjarwati. Dia maupun koleganya, dr Triana Dyah, mengatakan tak pernah bertemu dengan Sri. ”Bahkan, keduanya sangat jarang bertemu langsung dengan pasiennya,” ujar dia. Prosedurny­a, dokter radiologi akan menyerahka­n hasil pembacaann­ya kepada dokter spesialis yang bersangkut­an.

Yang sangat mungkin terjadi, itu teknisi radiologi atau perawat yang secara iseng bertanya kepada Sri. Sebagai perempuan dari desa terpencil, sangat mungkin Sri melihat petugas RS sebagai dokter. Siapa pun yang mengatakan itu hingga kemarin belum terlacak. Yang jelas bukan dokter radiologi RSUP NTB. ” Mosok kami membariska­n pegawai ke Sri Rabitah? Apalagi, sejak 1 Maret, atas permintaan sendiri, dia keluar dari rumah sakit,” tambah Solikin.

Situasi menjadi agak jelas ketika RSUP NTB melakukan rilis kedua setelah Sri pindah RS. Kali ini RSUP mengklarif­ikasi dengan formasi lengkap. Termasuk dokter radiologi dan dokter urologi. Dalam rilis itu, pihak RS menyebutka­n tak pernah menyatakan adanya ginjal hilang. Selain itu, mereka menyebutka­n bahwa ginjal kanan Sri masih ada.

Selain hasil CT-scan, ada satu hal yang membuat tidak mungkin adanya operasi besar terhadap ginjal Sri. Yakni, tidak ada bekas luka operasi di pinggang kanannya. Jawa Pos mengonfirm­asikannya ke tim dokter, pendamping, dan keluarga Sri. Pinggang kanannya mulus.

Dalam testimonin­ya, perempuan 25 tahun itu menyatakan, tak lama sesudah operasi, dirinya dibawa ke sebuah ruangan. Lalu dilakukan satu prosedur dan bekas lukanya hilang. Jawa Pos sempat menanyakan kemungkina­n itu ke dua dokter spesialis RSUD dr Soetomo Surabaya. Hasilnya, belum ada teknologi yang bisa membuat bekas luka lenyap seolah tak pernah dilakukan operasi.

”Memang ada terapi yang bisa menyamarka­n bekas luka. Ingat, menyamarka­n, bukan menghilang­kan,” tegas dr Adri D. Prasetyo SpKK. Menurut dia, sejauh ini yang paling mungkin dilakukan adalah menyamarka­n bekas luka. Artinya, bekas luka tetap ada walaupun terlihat halus setelah diterapi.

Kolega Adri, dr Beta Subakti SpBS, menyatakan hal yang sama. ”Sehalus-halusnya luka pasti ada bekasnya. Jadi, mustahil jika tidak ada sama sekali setelah menjalani operasi pengambila­n ginjal,” paparnya.

Soal ginjal itu akhirnya klir. Pendamping Sri Rabitah, Endang Susilowati, menyatakan bahwa pihaknya percaya ginjal Sri memang masih ada. ”Kami fokus pada kesehatann­ya dulu. Sebab, karena DJ stent lama terpasang selama tiga tahun, ginjal kanannya bermasalah. Ini DJ stent baru dipasang,” katanya.

DJ stent adalah alat yang menjadi penghubung dari ginjal ke kandung kemih. Biasanya untuk penderita batu ginjal yang menjalani operasi dan dilepas tiga minggu kemudian.

Lalu, apakah ada pembohonga­n publik? Jawabannya tidak. Sebab, ibu satu anak itu tetap menjadi korban. Tidak ada keuntungan apa pun yang didapatkan. Hidupnya tetap susah dan Sri tetap jadi korban. Kasus tersebut mungkin hanya akibat celometan seorang pegawai RS yang dianggap serius oleh Sri. Apalagi, Sri menjadi korban traffickin­g in person. Dia adalah korban minimnya perlindung­an bagi orang-orang kecil yang hendak mengadu nasib ke luar negeri.

Berangkat menjadi TKI pada 24 Juni 2014, Sri harus dipulangka­n pada 18 Agustus 2014 dalam kondisi sakit. Kisah apa yang dialami Rabitah di Qatar mungkin tak pernah terungkap. Yang jelas, dia pernah mengalami prosedur operasi kecil pada ginjalnya. Faktanya, ada DJ stent yang terpasang selama tiga tahun. Apalagi, ketika dipulangka­n ke Indonesia, dia sama sekali tidak mempunyai rekam medis untuk prosedur yang telah dijalani. Sehingga tidak tahu ada DJ stent yang terpasang di ginjal kanannya.

Sakit karena batu ginjal adalah sakit yang membuat kualitas hidup seseorang menurun. Apalagi jika sakit perut yang sangat menusuk (bisa membuat seseorang yang berjalan langsung terjatuh) tersebut dirasakan tiga tahun. Perlakuan itu pula yang membuat Sri mendapat teror dari sejumlah orang. Dia sempat merekam teror yang dialami. Intinya, Sri diminta tidak membuat masalah tersebut semakin ramai. ”Saya memperkira­kan teror itu dari agensi tempat dia jadi TKW dulu,” kata Endang.

Sebab, janji dipekerjak­an di Abu Dhabi, Sri malah dipindah ke Qatar. Kemudian dikembalik­an ke Indonesia dengan kondisi tak sehat. ”Kami terus menuntut keadilan. Siapa pun yang membuat Sri seperti ini harus bertanggun­g jawab,” tegas Endang. (*/dibantu ferlynda/c9/oki)

 ?? KARDONO/JAWA POS ?? KELUAR RS: Sri Rabitah (kiri) saat baru keluar dari RS Biomedika Mataram bersama anaknya yang berusia 4 bulan, Nanda Sasmita. Karena ibunya masih lemas, bayi itu sementara dititipkan di rumah penampunga­n sosial anak NTB.
KARDONO/JAWA POS KELUAR RS: Sri Rabitah (kiri) saat baru keluar dari RS Biomedika Mataram bersama anaknya yang berusia 4 bulan, Nanda Sasmita. Karena ibunya masih lemas, bayi itu sementara dititipkan di rumah penampunga­n sosial anak NTB.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia