Belanja Ide, Jaring Investasi
PRESIDEN Joko Widodo terbilang aktif melakukan kunjungan kenegaraan. Misinya tentu saja menawarkan berbagai peluang bisnis dan investasi di Indonesia. Juga mencari inspirasi atas hal positif yang bisa diterapkan di Indonesia
Dalam lawatan lima hari ke Eropa pada April 2016, salah satu negara yang dikunjungi adalah Jerman. Kunjungan pada 18 April itu dilaksanakan untuk memenuhi undangan Kanselir Jerman Angela Merkel. Ada dua misi yang dibawa Jokowi dalam lawatan tersebut. Yakni, tawaran investasi bisnis dan kerja sama bidang pendidikan vokasi.
Niat Jokowi tidak bertepuk sebelah tangan. Merkel sepakat untuk mentransfer kemampuan Jerman dalam mengelola pendidikan vokasi ke Indonesia. Pemerintah Jerman bakal mengirim tim untuk membantu pengembangan sistem pendidikan vokasi. Jokowi juga sempat mengunjungi salah satu pusat pelatihan vokasi di Berlin.
Di luar itu, Jokowi berbicara dalam forum bisnis yang diikuti ratusan pengusaha Indonesia dan Jerman. Dalam forum tersebut terjadi kesepakatan kerja sama senilai USD 875 juta antar pebisnis kedua negara.
Tindak lanjut kesepakatan dengan Jerman untuk bidang pendidikan vokasi sudah mulai direalisasikan. Dari lima poin kerja sama, dua poin sudah berjalan. Yakni, pengiriman tenaga ahli ke Indonesia dan pengiriman guru SMK ke Jerman.
Direktur Pembinaan SMK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Mus- taghfirin Amin menyampaikan, ada kerja sama pengiriman 300 tenaga ahli Jerman untuk ditempatkan di SMK-SMK di Indonesia. Mereka akan membantu manajemen sekolah, transfer pengetahuan, dan sebagainya. ”Sudah ada 35 tenaga ahli yang datang. Mereka akan di sini 1–12 bulan,” ungkapnya.
Sementara itu, pengiriman tenaga pendidik ke Jerman sudah dilakukan sejak tahun lalu. Sudah 45 guru SMK yang diberangkatkan ke sana. Rencananya, dalam waktu dekat, 30 guru akan menyusul. Nanti ada total 600 orang guru SMK yang dikirim ke Jerman.
Mustaghfirin menjelaskan, para guru itu diberi kesempatan magang langsung di industri yang ada di sana. Mereka diberi waktu 1,5 bulan untuk benar-benar bisa belajar. ”Sehingga bisa tahu, kebutuhan seperti apa yang diinginkan industri. Jadi, muridmurid SMK bisa langsung mendapatkannya di sekolah dan berguna saat lulus,” ungkapnya.
Sedangkan untuk tiga kesepakatan lainnya, yakni membantu menyempurnakan kurikulum, tata kelola kelembagaan SMK, serta implementasi link dan
match dengan industri Jerman di Indonesia, masih terus dikoordinasikan. ”Kami juga akan membantu lulusan SMK untuk dekat dengan industri. Ada bursa kerja khusus. Seperti untuk proyek 35.000 mw, kami sudah petakan. Kira-kira butuh 140 ribu tenaga, 60–70 persen dari SMK. Sudah
kami petakan,” paparnya.
Lain lagi dengan kunjungan Jokowi ke Korea Selatan pada 16–18 Mei 2016. Dalam kunjungan itu, kesepakatan bisnis antara para pengusaha Indonesia dan Korsel jauh lebih besar. Yakni, senilai USD 18 miliar. Para pengusaha tersebut akan membangun berbagai proyek kemitraan dengan perusahaan Indonesia.
Komitmen bersama antara kedua pemerintah menghasilkan kerja sama di berbagai bidang. Misalnya, maritim, industri kreatif, antikorupsi, teknologi pertahanan, dan pengembangan energi bersih.
Sebelumnya, Indonesia bekerja sama dengan Korsel untuk membangun alutsista berupa pesawat tempur generasi 4,5. Proyek KFX/ IFX tersebut saat ini masih berjalan. Hanya, ada hambatan karena lisensi dari Amerika Serikat terkait sejumlah komponen belum keluar.
Kunjungan lainnya adalah lawatan ke Iran pada pertengahan Desember lalu. Di negara itu, Jokowi mempertemukan CEOCEO perusahaan Indonesia dengan para pengusaha Iran. Diharapkan, volume perdagangan di antara kedua negara bisa meningkat pesat. ’’Kalau sekarang baru USD 280 juta, target kita akan ditingkatkan menjadi USD 2 miliar,’’ ujar Jokowi kala itu.
Dalam kunjungan tersebut juga disepakati kedua negara saling berinvestasi. Pertamina bakal mengelola dua ladang minyak terbesar Iran, Ab-Teymour dan Mansouri. Keduanya diperkirakan memiliki cadangan minyak total 3 miliar barel. Sebaliknya, Iran akan membangun kilang di Indonesia. Juga membangun sejumlah pembangkit listrik.
Pengamat hubungan internasional Teuku Rezasyah mengungkapkan, diplomasi Indonesia dalam acara kunker di luar negeri sudah cukup baik. Meski, ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Misalnya, insiden tak satu suara antara Jokowi dan menterinya dalam lawatan ke Amerika Serikat beberapa waktu silam. Jokowi menyebut Indonesia akan masuk TPP ( Trans-Pacific Partnership). Namun, tak lama setelahnya, Menlu Retno justru memberikan pernyataan berbeda dengan mengatakan Indonesia akan mempelajari dengan sungguhsungguh soal TPP.
”Ini tentu jadi perhatian dari banyak pihak. Seharusnya satu suara,” ungkapnya.
Akademisi dari Universitas Padjadjaran itu pun menyarankan Indonesia agar lebih berani dengan ide-ide yang disuguhkan saat berdiplomasi. Jangan hanya terkesan datang untuk memperkenalkan diri yang kemudian pulang dengan tangan hampa. ”Kita punya modal, berhasil membangun negeri dengan masyarakat yang multikultur. Tapi, perlu juga ide-ide brilian, terutama soal yang dibutuhkan dunia atau minimal negara tersebut,” tuturnya. (byu/mia/c10/ang)