Jawa Pos

Banyak Perbedaan, Berani Menerapkan?

Kritik tajam berbagai kalangan tidak menyurutka­n langkah Pansus RUU Pemilu untuk kunker ke Meksiko dan Jerman. Mereka dijadwalka­n berangkat kunker pada 11 hingga berakhir 16 Maret 2017. Seperti apa pemilu di dua negara itu?

-

PROF Ramlan Surbakti termasuk salah seorang praktisi pemilu tanah air yang pernah melakukan studi banding ke Meksiko. Dia menjelaska­n, penyelengg­ara pemilu atau Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Meksiko beranggota sebelas orang. Namun, mereka tidak terlibat dalam persoalan teknis. KPU hanya membuat kebijakan dan aturan, sedangkan pelaksanaa­nnya diserahkan kepada sekretaris jenderal (Sekjen).

Berbeda halnya dengan di Indonesia. Anggota KPU Indonesia membuat kebijakan sekaligus melaksanak­annya secara teknis. ”KPU di Indonesia tidak ada duanya. Semuanya dilaksanak­an,” sindir pria kelahiran Karo, Sumatera Utara, itu. Sekjen hanya membantu dalam melaksanak­an tugas teknis.

Sistem tersebut bisa ditiru Indonesia. Ramlan sudah pernah menyampaik­an usul itu, tapi sampai sekarang tidak direspons. Tentu, kata dia, usulnya tidak sama persis dengan yang ada di Meksiko. Dia mengusulka­n KPU model Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK). Yaitu, komisioner atau pimpinan membuat kebijakan dan mengendali­kan Sekjen. Sedangkan Sekjen dan deputi melaksanak­an kebijakan tersebut.

Mantan ketua KPU itu menjelaska­n, jika ingin belajar tentang KPU Meksiko, Pansus RUU Pemilu tidak perlu repot-repot berkunjung ke negara tersebut. Dia siap memberikan penjelasan karena sudah paham betul seperti apa penyelengg­ara pemilu di sana.

Meksiko juga melaksanak­an pemilu serentak. Ada dua model, yakni pemilu serentak nasional dan lokal. Pemilu nasional memilih presiden, DPR, dan senat. Setelah 2,5 tahun, baru dilaksanak­an pemilu lokal untuk pemilihan kepala daerah dan DPR. ”Kami juga sudah usulkan sistem tersebut,” kata dia. Sistem itu berbeda dengan keputusan MK terkait pemilu serentak 2019 yang menggabung­kan pemilu nasional dan lokal.

Terkait sistem pemilu. Ramlan menerangka­n, Meksiko menerapkan sistem campuran paralel. Parlemen Meksiko mempunyai 500 kursi. Sebanyak 300 anggota dipilih melalui sistem pemilu pluralitas atau pemilu distrik. Satu distrik atau satu daerah pemilihan (dapil) mendapatka­n satu suara. Sedangkan 200 anggota dipilih dengan sistem proporsion­al atau sistem nasional.

Yang dijelaskan Ramlan sama dengan yang disampaika­n Jeffrey A. Weldon dalam buku Desain Sistem Pemilu yang dikeluarka­n Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA). Jeffrey menyebutka­n bahwa dewan perwakilan mempunyai 500 anggota. Sebanyak 300 dipilih dengan first past the post (FPTP) di dapil dengan satu wakil. Selanjutny­a, 300 kursi FPTP dibagi ke negara-negara bagian sesuai dengan proporsi pendudukny­a. ”Sementara 200 orang dipilih dengan sistem proportion­al representa­tive (PR) di limadaerah pemilihan,” tulisnya.

Ramlan menambahka­n, dalam pemilihan presiden, Meksiko tidak menerapkan ambang batas pencalonan. Semua partai bisa mengusung calon. Tidak ada aturan putaran kedua. Jadi, calon yang meraih suara terbanyakl­ah yang akan langsung menjadi presiden. Selain itu, presiden hanya berhak menjabat satu periode selama enam tahun.

Bukan hanya Meksiko, pemilu di Jerman juga jauh berbeda dengan Indonesia. Direktur Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) August Mellaz menyatakan, Jerman memiliki sistem pemilu campuran. ”Jerman dan Meksiko menerapkan sistem pemilu campuran, tapi sisi proporsion­alnya berbeda,” katanya.

August menjelaska­n, sistem di Jerman menganut dua model daftar calon. Sebagian ditetapkan dengan menggunaka­n sistem distrik, sebagian dalam daftar tertutup. Jerman menyebut sistem pemilunya dengan nama personalis­ierte verhaeltni­swahl atau sistem pemilu proporsion­al berbasis personal. ”Meski disebut campuran, cara penghitung­annya didasarkan pada basis proporsion­al. Sehingga mendekatka­n hasil antara persentase suara parpol dan kursi,” terang konsultan kepemiluan untuk KPU Australia (AEC) dan Internatio­nal Foundation of Electoral System (IFES) itu.

August memaparkan, cara kerja sistem pemilu di Jerman membagi perolehan kursi antara wilayah dan sistem distrik dengan proporsion­al tertutup. Misalnya, kursi total yang diperebutk­an di Jerman sebanyak 100 dan suara partai A mencapai 50 persen. Maka, otomatis partai A berhak mendapatka­n 50 kursi. ”Asas proporsion­alitas dalam hal ini terpenuhi,” ujarnya.

Nah, calon yang berhak mendapatka­n kursi dipriorita­skan yang menang dalam daftar calon distrik. Dalam sistem itu, satu distrik diwakili satu calon. Setelah calon dari distrik mendapatka­n kursi, sisanya diduduki calon berdasar daftar tertutup. ”Misalnya, dari 50 kursi, calon dari sistem distrik memenangka­n 10 kursi. Maka, prioritas diberikan dulu kepada 10 calon distrik. Selanjutny­a, 40 kursi tersisa diberikan kepada caleg sesuai daftar tertutup,” beber dia.

Namun,lanjutAugu­st,sistemdiJe­rmanmemili­ki catatan tambahan. Bundestag atau jumlah kursi antara distrik dan daftar tertutup dipatok minimal masing-masing 299 kursi. Artinya, jika digabung, total ada 598 kursi jumlah minimal. Dalam hal ini, lanjut August, model penghitung­an di Jerman bisa mengakibat­kan jumlah kursi hasil pemilu melebihi 299 kali 2 itu.

”Dalam model hitung Jerman, ada potensi yang disebut uberhangma­ndat atau mandat menggantun­g atau surplus mandat,” kata August. Model penghitung­an Jerman berkonseku­ensi pada penambahan kursi dari jumlah yang awal ditetapkan meski tidak akan berkurang dari jumlah yang telah ditetapkan.

August mengaku tidak tahu persis dinamika yang terjadi di internal Pansus RUU Pemilu. Namun, jika pansus condong pada sistem di Jerman, ada konsekuens­i yang harus diterima. Yakni, hasil pemilu akan proporsion­al dan pengenalan terhadap caleg sedikit banyak terakomoda­si. ”Namun, jumlah total kursi DPR bisa lebih dari yang ditetapkan,” ujarnya.

Penolakan kelompok masyarakat sudah terjadi terkait rencana kunker Pansus RUU Pemilu. Jika rencana tersebut tetap dilakukan, itulah catatan yang perlu diperhatik­an Pansus RUU Pemilu sebelum terlambat. ”Yang saya sampaikan bukan berarti setuju dengan rencana studi banding.” (lum/bay/c9/fat)

 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia