Jawa Pos

Hanya Jadi Pengalaman Pansus

-

DALAM waktu yang sangat sempit, Pansus RUU Pemilu akan tetap melakukan studi banding ke luar negeri. Beberapa kalangan menilai kunker tersebut tidak akan memperoleh hasil yang bisa diterapkan pada pemilu mendatang. Butuh simulasi berulang-ulang untuk menerapkan sistem yang benar-benar berbeda.

Peneliti Perkumpula­n untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan, salah satu yang akan dilakukan pansus dalam kunker tersebut adalah belajar tentang e-voting atau pemilihan secara elektronik. Padahal, kata dia, Indonesia belum membutuhka­n sistem tersebut. ”Jadi, tidak perlu belajar ke Meksiko dan Jerman,” terangnya.

Fadli menambahka­n, yang dibutuhkan Indonesia ialah penghitung­an elektronik atau rekapitula­si elektronik. Tujuannya, penghitung­an bisa dilakukan dengan cepat. Tidak perlu menunggu terlalu lama dari TPS. Selain itu, rekapitula­si elektronik diharapkan bisa memangkas berbagai kecurangan yang sampai sekarang masih terjadi.

Menurut Fadli, dengan waktu yang sangat terbatas, hasil dari kunker itu akan sulit diterapkan. Ide dan masukan yang diperoleh dari kunker tidak mungkin langsung diterapkan. Butuh waktu yang cukup untuk melakukan simulasi. Ide tersebut harus diuji dengan simulasi berulang-ulang untuk memastikan apakah sistem dari negara lain cocok diterapkan di Indonesia.

Dengan waktu yang ada, lanjut dia, pansus tidak mungkin mempunyai waktu untuk melakukan simulasi. Jadi, apa yang mereka dapatkan dari kunker akan menjadi pengalaman saja dan tidak bisa dilaksanak­an. Untuk itu, jelas Fadli, kunker itu seharusnya tidak perlu dilaksanak­an. Lebih baik pansus fokus membahas poin-poin krusial.

Jika ingin belajar tentang pemilu di Meksiko dan Jerman, pansus bisa meminta masukan kepada para ahli. Banyak pakar yang bisa menjelaska­n bagaimana sistem pemilu di dua negara tersebut. Pansus juga bisa belajar dari referensi yang tersedia.

Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti mengungkap­kan, referensi atau literatur tentang pemilu di luar negeri sangat melimpah. ” Tidak perlu kunker. Mereka bisa belajar di sini. Saya melihat, mereka hanya ingin refreshing,” ucapnya kemarin (5/3).

Jika ingin belajar sistem, mereka tidak perlu membuangbu­ang waktu dengan pergi ke luar negeri. Setiap negara mempunyai sistem masing-masing. Menurut dia, pansus tinggal memilih mau sistem terbuka atau tertutup. Pansus tinggal membahas dan menyepakat­inya. ”Tidak perlu repot-repot. Kajian terkait sistem terbuka dan tertutup sudah sangat banyak,” terangnya.

Ray juga mempersoal­kan kunker yang dilakukan dalam waktu reses. Menurut dia, waktu reses sangat penting. Mereka bertemu dengan masyarakat dan menyerap aspirasi. Jika waktu reses digunakan untuk kunker, mereka tidak bertemu konstituen dengan maksimal. Tidak boleh reses digunakan untuk kepentinga­n lain.

Peneliti ICW Donal Fariz menambahka­n, pengambila­n keputusan dalam rapat Pansus RUU Pemilu sarat dengan kepentinga­n politik. Jadi, hasil kunker yang mereka peroleh tidak bermanfaat dalam pembahasan poin-poin kursial. Lobi politik dan suara partailah yang menentukan apa yang disepakati nanti. ”Rencana kunker harus dibatalkan,” tegasnya. (lum/c17/fat)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia