Wabup Minta Segera Ada Solusi
DPRD Konsultasikan Kisruh AKD ke Gubernur
SIDOARJO – Kisruh penyusunan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPRD Sidoarjo belum mereda. Bila terus berlanjut, kekacauan itu berpotensi memandulkan fungsi pengawasan, penganggaran, dan pembentukan perda yang seharusnya dijalankan dewan. Kondisi tersebut juga merisaukan Wakil Bupati Sidoarjo Nur Ahmad Syaifuddin.
Nur menyatakan, polemik penyusunan AKD di DPRD memang menganggu kinerja pemkab
Soalnya, setiap program kerja organisasi perangkat daerah (OPD) tidak bisa dibicarakan atau dikonsultasikan dengan dewan yang internalnya berseteru. ’’Memang bisa sedikit menganggu jalannya pemerintahan,’’ katanya kemarin (5/3). Salah satu solusi permasalahan itu, menurut dia, adalah mengadakan konsultasi ke Pemprov Jatim.
Buntut kocok ulang pengisian jabatan pimpinan AKD yang disahkan pada Kamis (2/3), tiga fraksi kecewa dan menarik anggota- nya dari AKD. Yaitu, Fraksi PDIP, PAN, dan PKS. Otomatis, jumlah anggota AKD berkurang.
Dari sana, berkembang dua sikap yang saling berseberangan. Kubu pertama berpatokan pada tata tertib DPRD Nomor 1 Tahun 2014 pasal 63 ayat 4. Prinsipnya, jumlah anggota komisi minimal 11 dan maksimal 13. Ketika batasan tersebut tidak terpenuhi, pembentukan komisi dianggap tidak sah. Kubu yang kedua berpedoman pada PP Nomor 16 Tahun 2010 tentang Penyusunan Tata Tertib DPRD. Dalam regulasi itu disebutkan, setiap anggota dewan harus menjadi anggota salah satu komisi.
Nur menuturkan, agar masalah tersebut cepat selesai, masingmasing kubu harus menanggalkan perbedaan. Keduanya datang ke gubernur untuk membicarakan masalah itu. Setelah mendapatkan solusi dari pemprov, penyelesaiannya harus dipatuhi bersama. ’’Hasil konsultasi harus dilaksanakan,’’ ujar wakil ketua DPC PKB Sidoarjo tersebut.
Dia menegaskan, dalam pembangunan daerah saat ini, yang dibutuhkan adalah kebersamaan. Baik kebersamaan antara kepala daerah dan DPRD maupun kebersamaan antarfraksi di internal dewan. Dia mencontohkan penetapan APBD. Jika tidak ada persetujuan antara legislatif dan eksekutif, APBD daerah tidak bisa ditetapkan.
Jika perbedaan yang sekarang mencuat di DPRD Sidoarjo tidak bisa disatukan, pria asli Waru tersebut tidak bisa memaksa. Pasalnya, kebijakan yang dibuat fraksi merupakan hak partai masing-masing. ’’Memilih oposisi itu menjadi hak partai masingmasing,’’ tuturnya.
Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan menuturkan, pembentukan AKD memang belum final. Melihat dinamika yang berkembang, pihaknya terpaksa menunda pengumuman AKD yang sudah terbentuk. Dewan, kata dia, akan mencari solusi terbaik mengenai perbedaan pandangan yang kini berkembang. Hari ini (6/3), rencananya, DPRD Sidoarjo berkonsultasi kepada gubernur Jatim.
’’Kami juga meminta hasil konsultasi ditulis sehingga ada keputusan hitam di atas putih dari pemprov,’’ papar Wawan, sapaan akrab Sullamul Hadi Nurmawan.
Konsultasi tersebut menjadi solusi satu-satunya. Wawan me- nuturkan, sebelum paripuna AKD pada 2 Maret, pihaknya berkomunikasi dengan tiga fraksi yang menarik anggotanya dari komisi. Yakni, fraksi PDIP, PAN, dan PKS. Lobi-lobi terus berlanjut selang beberapa menit sebelum paripurna dibuka. ’’Namun, tetap belum bisa (tercapai kesepakatan, Red). Harapan kami konsultasi itu ada jawaban pasti,’’ ujarnya.
Pria asal Desa Kloposepuluh Sukodono tersebut menegaskan, pihaknya menerima apa pun hasil konsultasi. Termasuk jika pemprov meminta pemilihan pimpinan AKD diulang karena penarikan anggota komisi itu membuat jumlah anggota komisi tidak terpenuhi minimal 11 dan maksimal 13. ’’Pasti kami patuhi,’’ tegas Wawan.
Anggota Fraksi PKS Mulyono meminta konsultasi dilakukan secara tertulis. Dengan begitu, hasil konsultasi tersebut tidak ditafsirkan lagi oleh masing-masing angota dewan.’’Kalau cuma datang, kami khawatir banyak penafsiran yang beda-beda. Lebih baik ditulis,’’ katanya. (aph/c22/pri)