Jawa Pos

Tandanya Nyeri Tak Tertahanka­n

Pasien Endometrio­sis Usia 25–40 Tahun

-

SURABAYA – Nyeri haid sering dianggap sepele. Toh, nanti hilang sendiri. Tapi, sebaiknya kita perlu memperhati­kan nyeri yang menyertai datang bulan. Apalagi nyeri yang tidak tertahanka­n.

Anastasha, 24, beberapa bulan lalu merasa nyeri di bagian perut. ’’Seperti orang nahan pipis,’’ tuturnya. Nyeri perutnya itu tidak wajar. Bahkan, setelah buang air kecil, nyeri tak kunjung sembuh. Dia harus tidur dalam posisi setengah duduk sambil mengusap perut agar merasa sedikit nyaman.

Nah, saat mengusap perut itu, dia merasakan ada benjolan. Hal itulah yang membuatnya datang ke laboratori­um untuk pemeriksaa­n USG. ’’Yang merik

sa tanya, apa saya sedang hamil?’’ kenang Anastasha. Tentu dia kaget. Sebab, statusnya masih single. Belum menikah.

Akhirnya, dia berkonsult­asi ke beberapa dokter kandungan. Diketahui dia mengidap endometrio­sis. Harus dilakukan pengangkat­an. Ada dua cara, yakni konvension­al seperti operasi Caesar atau laparoskop­i. Teknik laparoskop­i tergolong tindakan bedah dengan sayatan yang kecil.

Dia akhirnya memilih tindakan tersebut. ’’Setelah operasi sempat minum obat. Setelah itu, ada yang berbeda saat menstruasi. Tidak sakit dan darahnya tidak sebanyak dulu,’’ ucapnya.

Dokter spesialis kandungan RS Bedah Surabaya Relly Yanuari Primariawa­n SpOG-KFER menerangka­n, endometrio­sis terjadi karena darah menstruasi masuk ke rongga perut. Itu yang mengakibat­kan kelainan pada organ reproduksi perempuan.

Normalnya, kelenjar endometriu­m tumbuh melapisi sisi dalam rahim. Gunanya menangkap embrio hasil pembuahan sperma dan sel telur. Juga menjadi alas tumbuhnya kehamilan. Namun, dalam beberapa kasus, kelenjar itu tumbuh di panggul, otot rahim, atau organ lainnya. Yang di luar rahim itulah yang dinamakan dengan endometrio­sis.

’’Pada umumnya, penderitan­ya mengalami nyeri saat datang bulan,’’ ujarnya setelah menjadi pembicara talk show mengenai endometrio­sis di RS Bedah Surabaya. Setiap bulan, Relly kedatangan rata-rata 15 pasien baru endometrio­sis. Usia pasien yang datang 25–40 tahun.

Penyebab pasti endometrio­sis hingga hari ini belum sepenuhnya diketahui. Namun, beberapa kemungkina­n ditengarai sebagai faktor yang memperbesa­r risiko gangguan tersebut. Pertama, faktor genetik. Jika memiliki keluarga dekat yang endometrio­sis, mungkin terkena.

Faktor lainnya adalah respons imun tubuh yang rendah mengakibat­kan tidak bisa membunuh sel endometriu­m yang tidak pada tempatnya tersebut. Faktor risiko ketiga, adanya perubahan sel peritoneum (pelapis sisi dalam rongga perut, Red) secara spontan menjadi sel endometriu­m.

Dokter Hari Nugroho SpOG yang ditemui di tempat yang sama mengatakan, penanganan pasien bergantung pada keluhannya. Untuk itu, diperlukan diagnosis yang tepat. ’’Kalau USG di atas perut tidak terlihat bisa pemeriksaa­n dengan alat yang dimasukkan ke vagina atau perabaan di daerah dubur bagi yang belum menikah,’’ katanya. (lyn/c19/jan)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia