BeriMakna HalSederhana pada
Lewat novel-novelnya, pembaca seakan menyelami sisi romantis Fahd Pahdepie. Novel terbarunya,
Angan Senja Senyum Pagi, terjual lebih dari 4.000 eksemplar sebelum resmi dirilis. Seperti apa sosok ayah dua putra tersebut?
KALAU membaca karya-karya Fahd Pahdepie, terutama yang berformat novel, perasaan selalu teraduk-aduk. Gaya bertuturnya romantis dan melankolis. Kisah-kisahnya pun dramatis. Dia memang sering mengangkat tema relationship dan keluarga sehingga karyanya kerap menjadi buku pegangan bagi para ibu dan perempuan yang mendambakan hubungan nan ideal.
Fahd menuturkan, dirinya hanya berusaha menuliskan sesuatu yang dekat dengan keseharian. ’’Yang saya lakukan adalah memberi makna pada hal-hal sederhana,’’ kata Fahd yang membuka obrolan ketika berjumpa dengan Jawa Pos di Ruang Tengah Kafe Komunitas, Selasa lalu (7/3).
Suami Rizqa Abidin tersebut mengungkapkan, sebagai penulis, dirinya memiliki dunia sendiri. Pembaca juga punya dunia sendiri. Bila digambarkan dalam diagram venn, antara himpunan penulis dan himpunan pembaca mempunyai irisan. ’’Saya berusaha menemukan irisannya. Nah, tulisan saya bermain pada irisan itu,’’ ucap pria kelahiran Cianjur, 22 Agustus 1986, tersebut lantas tersenyum.
Seorang penulis mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya lewat tulisan. Ketika makna yang dia berikan dalam tulisan-tulisannya bertemu dengan pikiran dan perasaan pembaca, itulah saat terjadinya ” A-ha moment”. Begitu Fahd menerangkan.
Fahd masih ingat betul ketika karya pertamanya diterbitkan pada 2004. Judulnya Kucing. Dia masih kelas 2 SMA kala itu. Pada awal kemunculannya, dia menggunakan nama Fahd Djibran. Itu bertahan hingga lebih dari 10 tahun berikutnya. Baru saat melansir novel berjudul Rumah Tangga pada 2015, sulung empat bersaudara tersebut menggunakan nama aslinya, Fahd Pahdepie.
Bukan sekadar pergantian nama, Fahd mengakui adanya evolusi dalam tulisannya. ’’Dulu juga menceritakan hal-hal sederhana sih, tapi ada kesan ingin terlihat pintar. Sekarang hal itu tidak lagi saya pikirkan,’’ jelas Fahd.
Dengan gaya bertutur yang makin rendah hati, novelnya semakin memikat pembaca. Rumah Tangga dicetak ulang hingga 12 kali. Sementara itu, novel-novel dia berikutnya seperti Jodoh (2015) dan Sehidup Sesurga (2016) telah dicetak ulang hingga sembilan kali.
Tahun ini novel terbarunya, Angan Senja Senyum Pagi, mendapat sambutan luar biasa. Ketika membuka preorder pada 15 Februari lalu, novel itu terjual 1.500 eksemplar dalam waktu 12 jam. Kini novel yang diterbitkan Falcon Publishing tersebut sudah terjual lebih dari 4.000 buku. Padahal, rencananya Angan Senja Senyum Pagi baru dirilis secara resmi pekan depan!
Novel itu mengisahkan dua tokoh, Angan Senja dan Senyum Pagi. Angan Senja adalah sosok cowok genius. Juara olimpiade matematika dan pengingat hebat. Senyum Pagi adalah perempuan yang tidak bisa dia lupakan karena sudah menancap pada inti memorinya. Sampul novel itu menggunakan ilustrasi dari lukisan karya Leonid Afremov, pelukis impresionisme modern asal Belarusia yang kini bermukim di AS.
Alumnus Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Jogjakarta dan Master of International Relations Monash University, Australia, itu mengungkapkan, novel itu agak berbeda dengan karya-karyanya sebelumnya. Dia memosisikan diri sebagai pencerita ( storyteller) seutuhnya, tanpa pretensi untuk membawa pesan moral apa pun. DIa percaya sebuah cerita punya hikmah dan kebaikannya sendiri. Fahd cukup produktif menerbitkan karya. Sejak 2004 hingga sekarang, tak kurang 20 buku sudah dihasilkan. Tidak mengherankan kalau dia memiliki basis pembaca yang luas. (nor/c7/na)