90 Persen Aduan Money Politics Mentok
MAYORITAS laporan dugaan politik uang ( money politics) yang diterima Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam pilkada 2017 ternyata tidak sampai ke pengadilan. Bahkan, dari 600 laporan yang diterima, 90 persen berhenti di meja sentra penegakan hukum terpadu (gakkumdu).
Ketua Bawaslu Muhammad menjelaskan, mayoritas laporan yang mentok disebabkan tidak terpenuhinya alat pembuktian. ’’Sama dengan di pileg atau pilpres, laporan banyak, tapi sedikit yang ke pengadilan,’’ ujarnya kemarin (10/3).
Meski demikian, Muhammad mengakui bahwa tidak sedikit pula laporan yang rontok akibat tidak adanya kesepakatan di internal sentra gakkumdu. Di Kabupaten Mesuji, Jambi, misalnya, ada laporan yang tersangkanya sudah ditetapkan kepolisian, tetapi kejaksaan berpendapat lain.
Guru besar Universitas Hasanuddin itu menyatakan, sebagaimana ketentuan dalam peraturan gakkumdu, keputusan atas terbukti atau tidaknya tindak money politics harus diambil secara kolektif oleh Bawaslu, Polri, dan kejaksaan. Karena itu, jika ada satu institusi yang tidak sepakat, keputusan sulit ditetapkan. Akibatnya, kasusnya kerap kali menguap.
Disinggung soal 10 persen laporan yang masuk, Muhammad mengungkapkan bahwa ada perkara yang sudah diputuskan berkekuatan hukum tetap ( inkracht). Misalnya, di Sulawesi Tenggara yang mendapatkan ganjaran vonis kurungan 3 tahun. Sayangnya, dia tidak bisa memberikan data secara detail di daerah mana saja. Sisanya masih disidangkan.
Terkait dengan kasus yang sudah terbukti, pria kelahiran Makassar itu menuturkan bahwa belum ada yang berkaitan langsung dengan pasangan calon. Mayoritas tindakan money politics dilakukan tim sukses ataupun simpatisannya. ’’Kasihan juga tim sukses yang menjadi korban,’’ katanya.
Banyaknya laporan yang menguap sejatinya bukanlah hal baru. Dalam pilkada 2015, kondisi serupa terjadi. Mayoritas laporan berhenti di meja sentra gakkumdu. (far/c14/agm)