Buat Kerja Sama dengan UPRI
SURABAYA – Untuk meningkatkan SDM di jajarannya, Pemprov Jatim menjalin kerja sama dengan Universitas Pertahanan RI (UPRI). Menurut rencana, bidang-bidang yang dikerjasamakan meliputi manajemen konflik, manajemen bencana, dan penelitian.
Kepastian kerja sama Pemprov Jatim dan Universitas Pertahanan RI tersebut disampaikan Gubernur Jatim Soekarwo saat menerima Rektor UPRI Letjen I Wayan Midhio di Grahadi, Jalan Gubernur Suryo 7, Surabaya, Kamis (9/3).
Menurut Pakde Karwo –sapaan akrab gubernur Jatim– jajaran ASN, khususnya yang menangani kesatuan bangsa serta ketentraman dan ketertiban, harus memahami politik pertahanan dan keamanan. Sebab, tugasnya tidak hanya melakukan penertiban. Dalam penanganan pedagang kaki lima, misalnya. Bukan hanya soal kebersihan, ASN juga dituntut memahami masalah berikutnya yang timbul dari tindakan penertiban tersebut. Karena itu, pendekatan partisipatoris merupakan langkah yang harus dikedepankan ASN. Hal tersebut menjadi bagian dari hankam di negeri ini yang merupakan agregat provinsi.
Dalam kesempatan yang sama, Pakde Karwo menjelaskan bahwa Pemprov Jatim telah melaksanakan pencegahan dini ketentraman dan ketertiban masyarakat melalui pembentukan tiga pilar. Yaitu, kepala desa, bintara pembina desa, dan bintara pembina keamanan serta ketertiban masyarakat. ”Ini sebuah rekayasa menciptakan keamanan dan pertahanan di Jatim yang awalnya dianggap gudangnya pembuat peledak,” ujar Pakde yang membuat rektor dan pendampingnya tersenyum.
Selain itu, dua kali dalam setahun diadakan pertemuan antara camat, kapolsek, dan danramil. Pertemuan tersebut menghadirkan tiga pilar desa plus tokoh masyarakat dan tokoh agama dengan total sekitar 2.550 orang. ”Kreasi tersebut menjadikan deteksi dini pendatang baru yang aneh-aneh. Misalnya, pakaian dan pemikirannya,” ujarnya. Dia mengakui, format tersebut belum struktural, tetapi telah memperoleh dukungan baik dari Kapolda Jatim maupun Pangdam V Brawijaya.
Pemprov Jatim juga bekerja sama dengan Kodam V Brawijaya dan Polda Jatim untuk merehabilitasi rumah tidak layak huni (RTLH) rata-rata setiap tahun 14–15 ribu. Saat ini secara keseluruhan tercatat 104 rumah. Sementara itu, dengan Armatim, 4.000 RTLH telah terwujud. (*/c21/ano)