Jawa Pos

Stop Pass Out Challenge

Bisa Rusak Otak dan Mematikan

-

SURABAYA – Entah apa yang memicu sehingga aksi bodoh ini begitu cepat menyebar di banyak tempat melalui media sosial. Sekelompok siswa tampak sengaja menekan bagian dada temannya hingga pingsan, bahkan kejang. Melihat si kawan lemas, para siswa itu justru tertawa-tawa senang. Mereka tak sadar bahwa permainan tersebut sangat berbahaya. Bahkan, bukan permainan, sejatinya.

Aksi itu bernama pass out challenge atau skip challenge. Terjemahan sederhanan­ya: tantangan pingsan!

Di Amerika, menurut laporan Oregon Health Authority, pada 2012 aksi itu telah mengakibat­kan banyak kematian bagi anak dan remaja.

Sejak 1995 hingga 2007, ada 82 anak berusia 6–19 tahun yang meninggal. Mirisnya, hal tersebut kembali marak di Indonesia

Aksi itu biasanya dilakukan dengan sukarela. Mereka yang menjadi korban pun tidak mempermasa­lahkan diperlakuk­an demikian. Sementara itu, kawan-kawannya yang melihat juga riang menyaksika­n korban lemas hingga kejang.

Di Surabaya memang belum ada laporan insiden tersebut. Namun, melihat betapa banyaknya video aksi tersebut yang tersebar di media sosial, bukan tak mungkin sudah ada siswa Kota Pahlawan yang sembunyi-sembunyi melakukan pass out challenge.

Karena itu, sejumlah sekolah pun melakukan antisipasi. Kepala SMPN 21 Chamim Rosyidi Irsyad menyatakan telah memperketa­t pengawasan siswa dalam lingkup sekolah. Sekolah mengawasi beberapa tempat yang berpotensi dijadikan tempat aksi. Misalnya, kamar mandi dan ruang kelas saat jam kosong. ’’Kami akan tambah guru pada ruang berpotensi tersebut,’’ jelasnya.

Selain tidak bermanfaat, pass out challenge termasuk kategori perundunga­n ( bullying). Sebab, dalam aksi itu, ada salah satu pihak yang tertekan secara fisik dan membahayak­an jiwa. ’’Harus dicegah,’’ tegasnya.

Langkah antisipasi penyebaran pass out challenge di kalangan siswa juga telah dilakukan di lingkungan SMPN 3. Kepala SMPN 3 Budi Hartono menyampaik­an, melalui apel pagi dan radio sekolah, para guru telah mengimbau para siswa agar tak melakukan aksi berbahaya tersebut.

Selain melalui berbagai imbauan, sekolah telah berkoordin­asi dengan guru bimbingan konseling dan guru kelas untuk mengawasi siswa. Langkah tersebut dilakukan sekolah sesuai dengan arahan Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya untuk mengawasi siswa di sekolah masing-masing.

Kepala Dispendik Ikhsan membenarka­n adanya imbauan kepada kepala sekolah untuk mengawasi siswanya agar tak melakukan pass out challenge tersebut. ’’Mengingat berbahayan­ya permainan tersebut terhadap keselamata­n siswa, kami harap para guru di sekolah bisa melakukan pengawasan secara maksimal,’’ tuturnya.

Dokter spesialis saraf RS Unair dr Wardah Rahmatul Islamiyah SpS menggambar­kan betapa bahayanya aksi pingsan tersebut. Sebab, ia berkaitan dengan penghentia­n oksigen ke seluruh tubuh.

Dada yang ditekan kuat membuat darah tidak bisa keluar dari jantung. Padahal, di dalam darah terdapat oksigen yang sangat dibutuhkan organ-organ di dalam tubuh. ’’Termasuk otak,’’ jelasnya.

Otak merupakan organ yang harus disuplai oksigen secara pas. Tidak boleh kurang atau berlebih. Jika suplai darah ke otak kurang, beberapa arealnya rusak.

Waktu yang dibutuhkan untuk merusak saraf di otak tidak lama. Pada orang normal atau tidak ada kelainan pembuluh darah, saraf otak bisa rusak hanya dalam waktu 5 menit.

’’Pada mereka yang mempunyai kelainan locus minorus atau pembuluh darah yang tidak sempurna secara ukuran maupun ketebalan, tentu waktunya lebih cepat,’’ ungkapnya. Artinya, tidak perlu menunggu 5 menit untuk merusak saraf permanen di otak.

Sayang, saat suplai oksigen kurang, tidak ada yang tahu bagian mana saraf yang akan rusak. Jika rusak di bagian saraf pusat gerak, korban bisa mengalami gangguan gerak seperti yang dialami pasien stroke.

Pingsan atau tidak sadarkan diri merupakan tanda kurangnya suplai darah ke otak. Lama pingsan masing-masing orang pun berbeda. Orang normal mungkin langsung pass out begitu mendapat tekanan sekitar 5 menit. Nah, mereka yang punya kelainan pembuluh darah tentu lebih sebentar.

’’Yang perlu diwaspadai adalah kerusakan yang permanen,’’ kata dokter yang juga praktik di RSUD dr Soetomo itu. Wardah menerangka­n, pingsan berulang tentu akan mengganggu kondisi otak.

Ibu dua anak tersebut mengungkap­kan, pass out challenge berkembang sejak 1995 di Amerika. Mulanya, permainan itu marak untuk menggantik­an ketergantu­ngan pada mariyuana. ’’Sensasi fly saat menggunaka­n mariyuana digantikan dengan pingsan,’’ terangnya.

Kenapa permainan tersebut lebih banyak dimainkan remaja? Menurut psikiater National Hospital dr Aimee Nugroho SpKJ, remaja memiliki rasa ingin tahu yang cukup besar. ’’Belum lagi dorongan dari teman-temannya. Mereka ada pada tahap peer pressure,’’ jelasnya.

Dorongan dari teman itulah yang membuat remaja tertantang. Karena itu, mereka akan menjalanka­n tantangan tersebut untuk membuktika­n siapa dirinya. ’’Anakanak itu masih mencari jati diri,’’ ujarnya. (lyn/elo/c5/dos)

 ?? SUMBER: YOUTUBE ??
SUMBER: YOUTUBE

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia