Hati-Hati Bangun KBS
Jangan Rusak Zona Inti Cagar Budaya
SURABAYA – Kebun Binatang Surabaya (KBS) bakal dipugar tahun ini. Konsep yang dipakai ialah modern zoo. Namun, pemugaran harus hati-hati karena beberapa bangunan merupakan cagar budaya.
Ketentuan cagar budaya diatur dalam Perda 5/2005 tentang Pelestarian Bangunan atau Lingkungan Cagar Budaya. Beberapa syaratnya adalah usia bangunan minimal 50 tahun serta dianggap memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Dengan usia 100 tahun dan menjadi ikon kota, KBS menjadi salah satu lingkungan cagar budaya terbesar di Surabaya. Namun, tidak semua area dinyatakan sebagai cagar budaya. Sebab, banyak bagian KBS yang sudah direnovasi.
Ketua Tim Cagar Budaya Surabaya R.A. Retno Hastijanti menyatakan, tim cagar budaya telah menentukan zona inti yang harus dijaga kelestariannya. Di antaranya, kandang gorila bernama Makua yang legendaris, rumah musik, dan menara pandang. ’’ Yang menjadi mintakat inti memang tiga titik,’’ ujar dosen jurusan Arsitektur Universitas Tujuh Belas Agustus 1945 (Untag) tersebut.
Kandang gorila itu kini ditempati babun asal Afrika Utara. Sebab, Makua atau yang juga disebut kingkong sudah tiada. Hasti menilai kandang berjeruji hitam itu tidak harus difungsikan sebagai kandang. Pengelola bisa mengadaptasi bentuk fisik kandang menjadi ruangan apa pun. ’’ Bisa museum, monumen, atau library,’’ katanya.
Dia menerangkan, KBS bukan cagar budaya tipe A dengan rekomendasi preservasi. Melainkan rekomendasi adaptasi. Dengan begitu, pembangunan kebun binatang yang lebih modern nantinya tetap perlu menyesuaikan lingkungan sekeliling. ’’ Binatang diutamakan. Karena kandang Makua yang dipakai lagi sudah tidak sesuai dengan tujuan menyejahterakan binatang,’’ lanjutnya.
Konsep modern zoo kini sudah tidak memakai binatang-binatang yang dikerangkeng. Binatang-binatang dibiarkan lepas di area besar yang serupa dengan habitat asli.
Tokoh Arsitektur Indonesia Johan Silas telah berkeliling KBS pada Selasa lalu (7/3). Setelah melihat kondisi KBS, dia memberikan sejumlah saran sebelum KBS dibangun.
Hal pertama yang terucap ialah citra KBS di mata masyarakat. Dia ingin pengelola menghapus citra KBS yang selama ini dikenal punya konflik internal, kasus pelanggaran hak asasi hewan.
Catatan selanjutnya ialah minimnya informasi penunjuk di KBS. Padahal, KBS memiliki luas lebih dari 15 hektare. Ketiga, dia menyoroti perkembangbiakan satwa. Terutama satwa langka. Selain kesehatan hewan, jumlah satwa memengaruhi program ’’ animal welfare’’ yang diemban KBS sebagai lembaga konservasi.
Dalam catatan selanjutnya, Silas merasa program bapak asuh perlu ditingkatkan. KBS diminta merangkul para pengusaha untuk mengangkat satwa asuh. Dana yang didapat bisa digunakan untuk meningkatkan asupan nutrisi dan perawatan kesehatan hewan.
Terakhir, Silas masih banyak menyaksikan bangunan beton yang mulus. Seharusnya, KBS kembali ke alam. Dinding-dinding bisa diganti batu alam. Selain itu, dia menemukan banyak unsur besi di wahana satwa. Mulai atap peneduh hingga tempat duduk. ’’ Kenapa tidak memakai bambu atau sirap untuk peneduh satwa? Dan, bata atau kayu untuk tempat duduk,’’ paparnya. (sal/c15/oni)