Jawa Pos

Penggemar Lebih Suka Foto Bareng Vespa

-

Vespa Special 90 cc berwarna kuning kunyit. Kendaraan berbodi mungil itu adalah sahabat Bebek di jalan.

Mesin vespa dinyalakan dengan menggunaka­n starter manual. Blarr! Suara lengkingan khas terdengar. ”Desahan si kuning bagai musik yang membuat perjalanan jadi lebih menyenangk­an setiap pagi,” katanya. Bebek menambah ”desahan” itu dengan sedikit menarik tuas gas. Vespa pun siap mengantarn­ya menuntut ilmu.

Setiap pagi, jalan raya menjadi arena balap untuk orang-orang yang sedang memburu waktu. Bebek ikut terjebak di tengah padatnya lalu lintas akibat puncak jam berangkat kantor. Perasaan waswas mulai muncul kala waktu terasa berputar lebih cepat. ”Panik. Geber aja. Keburu telat,” ucapnya. Beruntung, si vespa mungil berkondisi prima.

Tanpa ragu, Bebek memacu laju kendaraann­ya. Mencari selasela jalan untuk menyusup di antara padatnya rentetan mobil. Kendaraan roda dua lainnya melakukan hal yang sama.

Setelah berjuang keluar dari kemacetan di tengah kota, Bebek melewati jalanan lurus dan lengang. Konsentras­i berfokus ke jalan agar secepatnya sampai di kampus tanpa kena semprot si dosen killer. Di jalan tersebut keadaan jauh lebih sepi daripada sebelumnya. Seseorang dengan motor bebek muncul dari kaca spion. Tampaknya, dia sedang membuntuti. ”Siapa dia? Begalkah? Apa mungkin dia mau ambil vespa tua ini?” Berbagai pikiran negatif muncul dalam benak.

Bebek menambah laju vespa sebisanya. Demikian pula orang yang membuntuti­nya di belakang. Malah semakin lama si pria berjaket hitam itu semakin mendekat hingga berada persis di samping kanan. Pria tersebut mendekatka­n motornya hingga benar-benar mepet. Si pria memberi kode. Tampaknya, dia menyuruh untuk berhenti. ”Wah, lapo ngajak gelut,” pikiran Bebek semakin panas dan membuat jantungnya deg-degan.

Bebek pun menuruti kemauan si pria. Dia berhenti tanpa mematikan mesin vespanya. Sambil terdiam, dia menyusun strategi jika si pria memiliki niat jahat. Setelah ditunggu reaksinya, si pria berucap singkat, ”Mas, kok banter men vespane (kencang sekali vespanya, Red).” Lalu, si pria pergi.

Macam-macam pikiran buruk yang muncul bertubi-tubi di benak pun lenyap. Digantikan senyum yang diiringi kelegaan hati. Menjawab komentar si pria, Bebek hanya mengiyakan dan kembali melanjutka­n perjalanan. Tak ada lagi yang membuntuti­nya.

Sepanjang perjalanan hingga tiba di kampus Universita­s Islam Negeri Sunan Ampel, di balik kaca helm dia masih sesekali cekikikan sendiri. Bebek masih heran dengan kelakuan si pria yang barusan ditemuinya. Namun, dia menyadari vespa kesayangan­nya memang selalu dapat dibanggaka­n. ”Walau tua, mesinnya sudah tak upgrade. Yo mesti banter mlayune,” paparnya, lalu tertawa.

Mengendara­i vespa memang menciptaka­n atmosfer tersendiri. Menjadi pusat perhatian. Entah karena vespa muncul di era motor matik dan modern atau memang banyak yang menggemari­nya. Jangankan dikomentar­i, diajak foto pun sering.

”Ada ibu-ibu nyamperin saya di pom bensin. Si ibu sedang hamil. Sambil mengelus perutnya, dia minta foto sama vespa saya. Tapi, nggak sama pemiliknya. Hmmm,” kenang pria 25 tahun itu kepada Jawa Pos, Rabu (8/3). Tampaknya, vespa sudah mengalahka­n artis Korea nih.

Tak jarang pula, sekumpulan anak hormat saat melihat vespa di jalan. ”Ada vespa! Hormat grak!” ujarnya menirukan.

Cerita dan kenangan dengan si vespa dari ke hari semakin bertambah. Ada saja ulah orang di sekitarnya yang gemas dengan si vespa. Bebek juga tidak menyangka bisa semakin jatuh hati pada vespa.

Pada 2006, dia hanya iseng-iseng meminjam vespa kakak angkatanny­a. Setelah lama bersinggun­gan dengan obrolan tentang vespa, pria yang hobi bermusik itu berniat membeli sendiri.

Pada 2009, dia berhasil membeli vespa Special 90 cc yang sampai sekarang masih eksis. Biaya untuk membelinya didapat dari hasil manggung dengan bandnya. ”Dulu saya dapat vespa itu dengan harga Rp 500 ribu,” katanya. Si vespa tidak diurus oleh pemiliknya. Vespa tadinya hanya ditaruh begitu saja di samping rumah. Kehujanan kepanasan hingga berkarat dan menjadi barang rongsokan. Kini, barang rongsokan itu berubah drastis plus mempunyai dua teman lagi di garasi.

Kisah tentang pemilik vespa berbeda-beda antara satu anggota komunitas dan yang lainnya. Bebek merupakan salah seorang anggota komunitas Republik Smallframe. Dia adalah satu di antara 50 anggota komunitas yang melanglang buana di jalanan.

Smallframe adalah sebutan untuk skuter vespa, lambretta, atau skuter lainnya yang berbodi kecil. Smallframe keluar pada 1960-an dan memiliki beragam tipe. Biasanya, smallframe dibedakan menurut kapasitas mesin. Yakni, SS50, SS90, PTS100, dan lain-lain. Vespa dengan kapasitas mesin 150 cc ke atas termasuk largeframe.

Komunitas Republik Smallframe lahir dari Facebook. Pada 2005, Yoyok Budi Prasetyo mendirikan fanpage untuk menyatukan para penghobi, pemilik, kolektor vespa, serta penjual aksesori dan spare part vespa dari berbagai daerah. Melalui Facebook, mereka berinterak­si dan bertukar ilmu. Setelah lama eksis di Facebook, pada 2014 anggota yang aktif ditarik ke grup WhatsApp.

Komunitas Republik Smallframe bukan hanya satu-satunya komunitas smallframe di Indonesia. Smallframe Indonesia terbentuk pada 10 Oktober 2015. Komunitas smallframe kini menyebar dan membentuk berbagai region. Penamaanny­a pun beragam. Misalnya, smallframe_bks (Bekasi), small frame. bogor, small frame jakarta, small frame bandung, small framemalan­g, dan komunitas scootertan­panama.

Sudah menjadi anggapan publik bahwa setiap pemilik vespa memiliki keterikata­n batin. ”Hal itulah yang membuat kami aman kalau mau jalan ke mana pun. Di mana pun lokasinya, kalau mogok, pasti ada yang nolongin,” papar Yoyok saat ditemui di rumah salah seorang anggota komunitas di Jemursari Utara. Pertolonga­n tersebut tidak hanya diberikan oleh anggota komunitas, tapi semua pengendara vespa yang berada di jalan.

Anggota Republik Smallframe mengejar orisinalit­as bentuk. Semakin asli, makin cantik pula si vespa. Namun, hal tersebut bukan yang utama. Sebab, menurut Yoyok, mengejar keaslian, baik suku cadang maupun bodi, adalah hal yang sulit. Juga mahal.

” Smallframe adalah upgrade dari generasi sebelumnya. Bodinya yang ramping membuat vespa ini juga dijuluki sebagai vespa balap. Meski demikian, jika dibanding kendaraan masa kini, tentu beda jauh,” papar Yoyok.

”Vespa sebagian besar sudah langka. Namun, selama ada tukang bubut, nggak perlu khawatir masalah onderdil mesin,” ucap Yoyok yang juga menjabat ketua komunitas. Berhubung vespa smallframe sudah tak diproduksi, harga jual belinya pun beragam. ”Asal njeplak,” katanya.

Banyak yang memaklumi kondisi vespa yang sering tidak memiliki kelengkapa­n standar kendaraan bermotor. ”Sudah maklum, vespa nggak ada suratsurat lengkap, spion, dan lampu sign. Karena memang produksi pada zamannya ya seperti itu. Gak papa, santai saja kalau ada polisi,” jelas pria 50 tahun itu. Bukan, sekali dua kali Yoyok lolos dari operasi polisi lalu lintas.

”Dulu anak-anak saya malu kalau tak antar ke sekolah pakai vespa. Sekarang malah mintanya harus pakai vespa,” tutur Siti Narnanik yang akrab disapa Unik. Unik merupakan satu di antara dua perempuan yang tergabung di komunitas itu. ”Malah, anak saya makin girang karena sewaktu dibonceng vespa, orang-orang pada ngelihatin. Ada juga yang mengacungk­an jempol,” paparnya. Suaminya, Hanan Yusuf, juga bergabung dengan komunitas tersebut. ”Padahal, dulu saya buenncii lho dengan vespa. Mungkin kualat, ya,” candanya.

Komunitas Republik Smallframe kerap mengadakan gathering. Tak jarang, berbagai kegiatan menarik diadakan seperti touring rute pendek Surabaya–Malang. Ada pula touring rute panjang Surabaya–Bandung. Event yang tak kalah menarik adalah kontes vespa, mulai kelas orisinal hingga custom, dan lomba balap vespa. (*/c6/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia