Tanpa Dua Kaki, Dirikan TPQ, Kini Jadi Motivator
Hidup adalah perjuangan. Ungkapan itu mungkin mewakili perasaan pasangan difabel Sarirejo dan Umi Muzaroh, warga Desa Pekuwon, Kecamatan Bangsal. Dengan segala keterbatasan, keduanya kini mampu mendirikan tempat pendidikan agama. Melihat Semangat Sarirejo
PERISTIWA 10 tahun silam rasanya tak mau diingat lagi oleh pasangan suami istri (pasutri) ini. Ya, tepat pada 19 Desember 2006, Sarirejo yang sebelumnya bekerja sebagai petugas sekuriti di salah satu pabrik di kawasan NIP (Ngoro Indutri Persada) menjadi korban kecelakaan. Cak Jo –sapaan Sarirejo– kehilangan kedua kakinya karena tim medis memutuskan untuk mengamputasi.
Saat itu motornya terlibat kecelakaan dengan truk dan diperparah truk kontainer. ’’Dan, saya tahu bahwa tidak punya kaki sendiri itu setelah tiga bulan dirawat di rumah sakit. Sebelumnya ya tidak sadar,’’ ujar Cak Jo saat ditemui di Bengkel Kapal (Kaki Palsu) milik Sugeng di Kelurahan Kauman Gang III, Kecamatan Mojosari, kemarin.
Sempat terbayang bagaimana menjalani hidup tanpa kaki. ’’Pikiran kosong dan memori terasa hilang, stres saya. Habis normal, terus tidak punya kaki sama sekali,’’ katanya. Selain kehilangan kedua kaki untuk selamanya, Cak Jo harus kehilangan pekerjaannya. Bahkan, hal itu memaksanya berpisah dengan istri yang dicintainya, Yanti Anisa Putri. ’’Akhirnya, tepat Agustus 2007 kami bercerai,’’ tuturnya.
Namun, peristiwa pahit tersebut tak lantas membuatnya putus asa. Berkat semangat keluarga, orang terdekat, dan teman, dia berusaha bangkit kembali dan menata hidup. Bapak satu anak itu bahkan terus memompa diri untuk melepaskan bayang-bayang keterpurukan. ’’Rezeki, hidup, dan mati sudah ada yang mengatur. Sekarang saya hidup tinggal jalani saja tidak mau,’’ terangnya.
Aktivitas di rumah pun berubah setelah Cak Jo mulai membuka lembaran baru. Kendati hari-harinya berjalan dengan menggunakan kursi roda, rutinitas dia cukup bermanfaat bagi warga sekitar. ’’Intinya, hidup ini adalah anugerah, bukan musibah. Kalau kita itu menganggap suatu anugerah, berarti kita bisa terus bersyukur,’’ paparnya ditemani Umi Muzaroh, istri barunya.
Umi Muzaroh juga diketahui penyandang disabilitas. Dari raut wajah dan matanya, dia sangat yakin dapat menerima Cak Jo sebagai pendamping hidup untuk selamanya dalam keadaan apa pun. Meski secara fisik serba kekurangan. Dari keterbatasan tersebut, sekitar September 2008 Cak Jo memilih mengajarkan ilmu agama dengan membuka taman pendidikan Alquran (TPQ) di rumahnya Desa Pekuwon, Kecamatan Bangsal, Kabupaten Mojokerto. ’’Sekarang santri saya sudah lebih dari 60 anak,’’ katanya.
Semua dilakukan dengan niat agar ilmu tersebut bermanfaat bagi anakanak dan masyarakat. ’’Mulai tingkat PAUD hingga SMA, ada semua. Semua ikut mengaji di sini.’’
Mendirikan TPQ dengan keterbatasan fisik memang tidaklah mudah. Apalagi menaruh kepercayaan kepada masyarakat. Namun, berkat ketulusan dan ketelatenan mengajarkan ilmu Alquran, kini masyarakat setempat sangat menaruh kepercayaan kepada Cak Jo dan istrinya.
Berkat semangat untuk terus memompa hidup, kini tak jarang Cak Jo diundang sebagai motivator oleh lembaga-lembaga tertentu. Baik kalangan kelompok difabel sendiri maupun sekolah-sekolah formal. (ris/c21/end)