Tidak untuk Cetak Seniman
BELAJAR seni ala Eko Wahyudi tidak untuk mencetak seniman. Melainkan memberikan bekal dan wawasan. Apa pun nanti profesinya, Eko berharap mereka bisa menjadi orang yang kuat dan berjiwa seni. Mengapa kuat? Sebab, ada semacam asistensi dalam setiap materi pelajarannya.
Eko menyatakan, siswa yang karyanya kurang maksimal harus memperbaikinya. Yang salah harus mengulang. Sulung dari dua bersaudara itu yakin para siswa belum sepenuhnya mengeluarkan kemampuan secara optimal.”Yang ingin saya hilangkan adalah kebiasaan mengerjakan tugas seni sekadarnya atau asal-asalan,”katanya.
Sejak di bangku sekolah, Eko memang berminat pada seni. Sebab, hampir semua hal di sekitar manusia adalah seni. Muara disiplin ilmu, kata Eko, adalah memudahkan kehidupan kita. Demikian juga seni. ”Setiap produk butuh desain, butuh seni,”tegasnya.
Apalagi, selepas SMIK, Eko bisa langsung bekerja sendiri tanpa kuliah. Namun, jika hanya berhenti di langkah tersebut, Eko berpikir bahwa dirinya hanya akan menjadi pekerja kasar. Karena itu, dia melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dengan kuliah. Pilihannya merantau ke Surabaya. Dia kuliah nyambi bekerja di pabrik di Tandes sebagai tenaga pengukir mebel jepara.
Ya, seni memang sudah menjadi bagiann dari Eko. Tidak heran jika Eko mengubahh sekolah tempatnya mengabdi menjadi i lebih berwarna dan bernilai seni. Atass persetujuan kepala sekolah, sejumlah h sudut sekolah tampil menarik. Diaa maupun warga sekolah lainnya menjadii lebih nyaman.
Eko tidak menuntut siswanya untukk menjadi seniman. Meski begitu, apa a pun jurusan yang dipilih siswanya kelakk di perguruan tinggi, dia berharap merekaa tetap mempunyai jiwa seni. Dengan n begitu, produk atau karya yang dihasilkan semakin menarik. (puj/c15/nda)