Bongkar Seluruh Nama yang Terlibat
Hari Ini Gamawan dan Agus Martowardojo Jadi Saksi Sidang E-KTP
JAKARTA – Publik bertanya-tanya siapa sebenarnya 37 anggota DPR yang terseret dalam kasus e-KTP yang namanya masih disimpan rapat. Hari ini (16/3) identitas 37 anggota parlemen itu mungkin bakal terungkap dalam sidang kedua kasus korupsi yang merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut
Delapan saksi akan dihadirkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Mereka merupakan tokoh sentral yang pernah terlibat dalam penganggaran pengadaan e-KTP senilai Rp 5,2 triliun tersebut. Baik dari kalangan eksekutif, legislatif, maupun korporasi.
Saksi-saksi tersebut adalah mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo (saat ini gubernur Bank Indonesia), serta mantan Ketua Komisi II DPR Chaeruman Harahap.
Sekjen Kemendagri saat ini, Yuswandi Arsyad Tumenggung, juga dihadirkan. Ada pula mantan Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, mantan Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan Elvius Dailami, serta mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Rasyid Saleh.
Dari pihak korporasi, ada Dirut PT Karsa Wira Utama (perusahaan percetakan langganan Kemendagri) Winata Cahyadi. ”Undangan sudah kami berikan,” ujar sumber Jawa Pos di KPK kemarin (15/3).
Di antara delapan saksi tersebut, nama Gamawan, Diah, dan Chaeruman paling sering muncul dalam surat dakwaan e-KTP. Mereka berperan aktif dalam proses penganggaran. Gamawan, misalnya, pada akhir November 2009 mengirimkan surat kepada Agus Martowardojo dan kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) kala itu, Armida Alisjahbana.
Gamawan meminta kepada Menkeu dan kepala Bappenas untuk mengubah sumber pembiayaan e-KTP dari pinjaman hibah luar negeri menjadi rupiah murni. Perubahan sumber itulah yang kemudian menjadi acuan pembahasan e-KTP dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) antara Kemendagri dan Komisi II DPR.
Nah, nama 37 anggota DPR yang masuk dalam pusaran skandal e-KTP tersebut diperkirakan diungkap Chaeruman. Politikus Partai Golkar itu masuk list penerima aliran dana korupsi e-KTP. Chaeruman bersama pimpinan komisi II lainnya ikut menyetujui e-KTP sebagai program prioritas yang akan dibiayai APBN secara multiyear.
Sejauh ini, sudah ada belasa nama anggota DPR yang muncul dalam surat dakwaan. Antara lain, Setya Novanto (kini ketua DPR) dan Yasonna Laoly (Menkum HAM). Sikap KPK yang tidak memublikasikan 37 nama anggota DPR yang terlibat dianggap sebagai diskriminasi. Meski, KPK menyebut itu sebagai strategi penyidikan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah enggan dimintai konfirmasi soal nama-nama saksi yang dihadirkan hari ini. Hanya, kata dia, saksi yang dihadirkan dipastikan berasal dari Kemendagri dan DPR serta pihak-pihak yang berkompeten dalam penganggaran pro- yek yang dijadikan bancakan oleh puluhan anggota DPR tersebut. ”Tahap awal, kami dalami aspek penganggaran,” tuturnya.
Menurut dia, saksi-saksi yang dihadirkan hari ini mewakili semua kluster. Yakni, eksekutif, legislatif, dan korporasi. Agenda pemeriksaan sidang terkait dengan penganggaran diperkirakan bakal lebih dari sekali. Sebab, saksi yang dimintai keterangan mengenai anggaran pada saat penyidikan e-KTP sangat banyak. ”Tentu akan kami hadirkan nanti (dalam sidang selanjutnya, Red).”
Sementara itu, perseteruan DPR dengan KPK terus berlanjut. Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan siap bersaksi di pengadilan untuk memberikan keterangan seputar keterlibatannya dalam proyek e-KTP. Langkah itu ditujukan untuk membalas pernyataan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. ”Kalau perlu dipanggil di pengadilan, saya siap,” ujarnya saat menghadiri acara di Perbanas, Jakarta.
Menurut Agus, tudingan Fahri tersebut selayaknya dibuktikan di pengadilan. Sebab, terlibat atau tidaknya dirinya saat menjadi kepala Lembaga Pengkajian Pengadaan Barang-Jasa Pemerintah (LKPP) 2010–2011 sudah masuk ranah substansi perkara. ”Saya nggak mau berpolemik di media massa seperti ini. Kitabuktikan di pengadilan,” tegas pria asal Magetan, Jawa Timur, itu.
Dia pun berancang-ancang mengungkap kasus korupsi yang lebih besar dari e-KTP. Hanya, besarnya perkara yang dimaksud bukan karena banyaknya tokoh penting yang terlibat. Melainkan, nominal kerugian negara yang lebih fantastis daripada kerugian keuangan negara dalam kasus e-KTP. ”Ada indikasi kerugian yang lebih besar. Tapi, pelakunya tidak sebesar yang hari ini (e-KTP, Red).”
Sementara itu, mantan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja berharap pihak-pihak yang terlibat segera terungkap dalam sidang. Khususnya 37 anggota Komisi II DPR periode 2009–2014 dan 12 nama dewan (dari 14 nama per- orangan) yang mengembalikan uang hasil korupsi ke KPK. ”Apalagi sudah mulai gaduh di antara mereka (DPR dan KPK, Red),” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos.
Komisioner KPK jilid III itu menyatakan, tidak disebutkannya nama-nama anggota DPR secara utuh merupakan bentuk strategi KPK untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. ”Kalau ada kesepakatan di antara mereka (KPK dan DPR), akan berantakan. Beberapa nama yang tidak muncul (dalam surat dakwaan) saya harap akan terungkap di persidangan,” katanya.
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan, pihaknya saat ini berupaya menuntaskan sisa pekerjaan rumah program e-KTP. Pekerjaan utamanya adalah menyediakan blangko untuk dijadikan KTP. Saat ini tender masih berjalan. Meski, dia mengakui, para pegawainya masih takut dengan kasus e-KTP yang berjalan saat ini.
”Pejabat kami ini 68 orang. Selama setahun dipanggil-panggil penyidik KPK,” ujarnya saat ditemui di kompeks istana kepresidenan kemarin (15/3).
Itu belum termasuk staf, tim lelang, dan pejabat di daerah yang juga terkena imbas. Hal tersebut menghambat lelang blangko e-KTP untuk sekitar 4,5 juta warga yang sudah merekam data. Seharusnya, lelang sudah selesai pada 2016. Yang terjadi, sampai bulan ini proses lelang masih berlangsung.
Pihaknya mengupayakan lelang bisa berlangsung lebih cepat. Dengan demikian, akhir tahun ini pekerjaan rumah tersebut benarbenar tuntas. Setelah itu, pencetakan e-KTP berlangsung normal kembali sesuai dengan siklus.
Tjahjo menjamin, harga e-KTP yang dipatok dalam tender kali ini kurang dari Rp 10 ribu. Berbeda dengan 2011, ada indikasi markup dari Rp 4.700 menjadi Rp 16.000. Diperkirakan, memang lebih mahal dari Rp 4.700 karena sudah terpengaruh berbagai hal selama lima tahun terakhir, termasuk kurs USD. (tyo/byu/c5/ang)