Masih Ada Ruang Pertumbuhan Properti
JAKARTA – Sektor properti diharapkan bisa pulih setelah mengalami masa perlambatan pada tahun sebelumnya. Sebab, sejak tahun lalu, pe me rintah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang diharapkan mampu mendongkrak sektor properti
Misalnya, pelonggaran loan to value atau perhitungan uang muka kredit pemilikan rumah (LTV KPR).
Juga, program amnesti pajak yang bisa mendorong kembalinya dana repatriasi untuk pembelian properti di dalam negeri.
Harapan-harapan tersebut diyakini bisa terealisasi tahun ini. Memang, jika merujuk pada data bursa, kinerja indeks sektor saham properti, realestat, dan konstruksi bangunan masih yang terburuk. Secara year to date (ytd) sejak Januari 2017 hingga kemarin (15/3), saham sektor properti turun 3,80 persen. Indeks saham properti pun bertengger di level 498,15. Namun, beberapa analis menyatakan bahwa sektor properti masih berpotensi tumbuh.
”Ada tanda-tanda properti akan membaik,” ujar analis NH Korindo Securities Bima Setiaji. Rata-rata emiten properti membidik pertumbuhan penjualan hingga 34 persen pada 2017. Emiten-emiten properti masih mempunyai banyak proyek yang akan dikerjakan tahun ini, mulai landed house, apartemen, hingga produk hospitality seperti hotel. Mal dan gedung perkantoran juga masih menjadi beberapa produk yang diyakini menghasilkan return tinggi. Hal itu membuat kinerja emiten berpotensi terkerek.
Selain dari proyek, ada katalis dari emiten besar yang akan menerbitkan saham baru. Hal itu menunjukkan pendanaan eksternal yang masih dibutuhkan emiten. Jika proyek dari emiten tersebut dinilai menarik, penggalangan dana untuk kebutuhan proyek, rasanya, tidak sulit.
”Indeks properti berpotensi tumbuh sekitar 10 persen,” kata Bima. Meski berpotensi membaik, sektor properti menghadapi sejumlah tantangan. Misalnya, pengenaan pajak barang mewah (PPNBM) untuk properti mewah.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Akhmad Nurcahyadi mengatakan, sektor properti masih berpotensi tumbuh. Namun, perlu diperhatikan kinerja tiap korporasi. (rin/c19/sof)