INFRASTRUKTUR MULUSKA SEKTOR PROPERTI
Para pengembang mengapresiasi komitmen pemerintah untuk merealisasikan proyek infrastruktur. Sebab, lancarnya pembangunan infrastruktur bisa memberikan dampak positif bagi sektor properti. Komitmen pemerintah tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 3/2016 dan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
SEKJEN Realestat Indonesia (REI) Totok Lusida mengamati pembangunan infrastruktur nasional sudah merata ke seluruh Indonesia. Misalnya, jalan raya, jembatan, jalur kereta api, pelabuhan, bandar udara, dan terminal. Dengan demikian, pembangunan tidak terkonsentrasi di wilayah tertentu saja. Namun, telah menyebar ke berbagai daerah yang selama ini aksesibilitas dan konektivitasnya rendah. ’’Infrastruktur sekarang jauh lebih bagus dan merata,’’ kata dia.
Program yang dijalankan juga mendukung kelancaran pembangunan infrastruktur, seperti tol laut yang mengangkut komoditas ke berbagai wilayah. ’’Dengan adanya tol laut, harga semen di Papua turun drastis. Dari Rp 1 juta per sak ukuran 50 kg menjadi Rp 95 ribu. Selisihnya makin tipis dengan di Jawa yang sekitar Rp 65 ribu,’’ paparnya.
Ke depan, pihaknya ingin pemerataan pembangunan infrastruktur menjadi prioritas. Pengembangan proyek infrastruktur mengutamakan daerah-daerah yang belum tergarap dengan maksimal. Bahkan, pemerataan tersebut memungkinkan tumbuhnya pusat-pusat perekonomian baru di Indonesia.
’’Nah, pusat perekonomian baru itu tidak bisa terlepas dari keberadaan industri dan properti,’’ jelasnya. Tetapi, mengimplementasikan semua itu tidak bisa mengandalkan pemerintah saja. Melainkan harus ada kerja sama antara pemerintah dan swasta. Kalangan swasta dalam hal ini adalah developer maupun industri terkait sehingga bisa menyerap tenaga kerja.
Namun, realisasinya tidak bisa terlepas dari persoalan pembebasan lahan. Karena itu, kolaborasi antara pemerintah dan swasta menjadi alternatif solusi. ’’Pembebasan lahan bisa diserahkan pada swasta, sedangkan pembangunan infrastruktur jadi tanggung jawab pemerintah,’’ urai mantan ketua DPD REI Jatim tersebut.
Bagi pengembang, pembangunan infrastruktur juga bisa mengerek harga properti. Dia mencontohkan, adanya pembangunan underpass di Mayjen Sungkono, Surabaya, bisa menggairahkan properti di kawasan Surabaya Barat tersebut. ’’Selain multiplier effect terhadap perekonomian setempat, juga menggairahkan bisnis properti di kawasan tersebut,’’ ungkap dia.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Jatim Soepratno menuturkan, alokasi belanja untuk pembangunan infrastruktur cukup tinggi. Bahkan, trennya tiap tahun terus naik. Meski, APBN bukan satu-satunya sumber pendanaan untuk pembangunan infrastruktur. Untuk mengimbangi itu, kelancaran pembangunan proyek infrastruktur harus dijaga.
’’Jangan sampai mandek karena kegaduhan politik. Pemerintah harus fokus,’’ tegasnya. Potensi pengembangan masih terbuka. Tidak hanya terpusat di kota-kota Pulau Jawa, tapi juga luar Jawa. Tingginya belanja modal pemerintah dan investasi swasta di sektor riil bisa menggerakkan perekonomian.
Karena sejalan dengan selesainya proyek infrastruktur tersebut, lalu lintas –baik barang maupun jasa– akan lebih lancar. ’’Pendapatan masyarakat meningkat. Bagi properti, kebutuhan terhadap hunian juga terkerek,’’ kata dia.
Kebutuhan infrastruktur skala kecil bagi pengembang ialah akses jalan. Untuk akses menuju perumahan, biasanya para pengembang mengikuti jalan yang sudah dibuat pemerintah daerah. Untuk akses di dalam kawasan perumahan, sudah ada alokasi lahan khusus fasilitas umum (fasum). Ketentuan tersebut diatur dengan rasio 60:40. Yakni, 60 persen untuk kavling dan 40 persen untuk fasum.
Sementara itu, untuk pengembang rumah subsidi, pembangunan fasum sudah difasilitasi melalui penyediaan prasarana sarana utilitas (PSU). ’’PSU ini sangat membantu bagi pengembang rumah subsidi,’’ ucapnya. Tetapi, tidak sedikit pengembang yang mengalokasikan anggaran secara mandiri karena kebutuhan yang mendesak.
’’Pada kasus tertentu, turunnya anggaran tidak sesuai dengan di lapangan. Ketika rumah sudah jadi dan dihuni, anggaran PSU ternyata belum turun,’’ katanya. Karena itu, dia meminta ada pendataan lebih awal mengenai pembangunan rumah subsidi di daerah.