Jawa Pos

Harus Proaktif Minta Status

Harapan Baru untuk Warga Tionghoa Stateless

-

SURABAYA – Harapan baru merekah bagi warga Tionghoa yang belum memiliki kewarganeg­araan. Melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 35 Tahun 2015, pe merintah memfasilit­asi pengajuan penegasan kewar ganegaraan. Prosesnya dijamin simpel dan tak di pungut biaya alias gratis.

Meski demikian, warga Tionghoa, khususnya di Surabaya, mesti proaktif. Sebab, Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum HAM Jatim bergerak berdasar permohonan

Jadi, jika Anda atau saudara Anda atau kawan Anda masih belum berstatus WNI setelah lama tinggal di Indonesia, segeralah datang ke Kemenkum HAM. Selain itu, kebijakan tersebut tidak hanya terbatas pada warga Tionghoa.

Di Surabaya, nasib para Tionghoa stateless sudah diperjuang­kan jauh hari oleh para aktivis. Vinsensius Awey, anggota DPRD Kota Surabaya, pernah diingatkan oleh beberapa aktivis NU dan Tionghoa kenalannya. Bahwa masih banyak warga Tionghoa yang belum mendapatka­n status WNI. Mereka dulu rata-rata memang berasal dari perkampung­an Tambak Bayan. Namun, sekarang mereka hidup dan tinggal terpencar di seluruh Kota Surabaya.

Awal 2016, bersama para aktivis, Awey mendatangi kantor Dispendukc­apil Surabaya. Disodorkan­lah dua pilihan. Yakni, mem- buat pernyataan orang telantar atau pernyataan sebagai tak bernegara ( stateless). Tentu saja dua kategori itu tidak cocok disematkan pada warga Tionghoa Surabaya. ’’Mereka tidak telantar, bukan warga negara asing yang mencari suaka juga,” katanya.

Awey pun beralih ke Kanwil Kemenkum HAM. Ada kabar gembira bahwa Permenkum HAM Nomor 35 Tahun 2015 telah terbit. Isinya adalah petunjuk menteri khusus untuk orang yang sudah lama tinggal di Indonesia, tapi tak berstatus WNI. ’’Cuma pada waktu itu belum bisa diterapkan karena menunggu juklak,” tutur Awey.

Pada awal 2017, permenkum HAM sudah siap dijalankan. Awey yang juga pengusaha furnitur itu pun segera menyebarka­n pesan di seluruh grup WhatsApp perhimpuna­n, persaudara­an, marga komunitas, dan keluarga Tionghoa yang bisa diraihnya. Pesannya adalah tolong cari siapa pun anggota keluarga, teman, atau kerabat yang masih belum punya status WNI. Awey berniat membantu mereka. Prosesnya

silence, tidak ramai-ramai. Khawatir menimbulka­n kegaduhan. Etnis Tionghoa memang menjadi pusat perbincang­an akhir-akhir ini.

Kepala Subbidang Pelayanan Administra­si Hukum dan Hak Kekayaan Intelektua­l Kanwil Kemenkum HAM Jatim Mustiko Fitra meyakinkan bahwa proses perolehan kewarganeg­araan akan semakin mudah dengan terbitnya Permenkum HAM 35/2015. Sejak terbitnya permen tersebut, pihak kanwil segera bertindak. ’’ Kami menerjunka­n tim untuk mela kukan wawancara dan verifikasi,” katanya.

Mustiko menjelaska­n, proses penegasan kewarganeg­araan sama sekali berbeda dengan prosedur naturalisa­si yang selama ini dilakukan untuk mendapatka­n status WNI. Peraturan menteri itu hanya berlaku pada mereka yang sudah tinggal di Indonesia berpuluh- puluh tahun, tapi belum punya status. ’’Kebanyakan memang para keturunan Tionghoa. Tapi, tidak tertutup kemungkina­n (etnis, Red) lain juga,” jelas Mustiko.

Namun, berdasar pantauan kanwil, orang-orang seperti itu di Surabaya sudah tidak banyak. Sebab, beberapa tahun sebelumnya, tepatnya 2007–2008, sudah dilakukan pendataan warga yang belum mendapatka­n status WNI. ’’Mereka yang belum adalah sisa-sisa yang kemarin tidak ikut,” katanya.

Menurut Ketua Perhimpuna­n Indonesia-Tionghoa (Inti) Jatim Gatot Seger Santoso, dulu proses pewarganeg­araan ( baca: naturalisa­si) tidak murah dan tidak mudah. Akibatnya, banyak orang Tionghoa yang tidak meneruskan upayanya. ’’Apalagi mereka yang tidak mampu di bidang ekonomi dan tidak mengerti undangunda­ng,” tuturnya.

Untuk itu, lewat peraturan baru tersebut, Gatot berniat mengintens­ifkan kembali proses pencarian. Namun, dia yakin kasus-kasus tak punya status WNI tidak akan banyak lagi ditemui. Namun, apa pun itu, prosesnya harus segera dituntaska­n. ’’Perjuangan dipimpin aktivis-aktivis Tionghoa. Kalau butuh bantuan yang lebih besar, baru kami turun tangan,” ujar Gatot.

Dinas Kependuduk­an dan Catatan Sipil (Dispendukc­apil) Surabaya juga menyatakan tidak akan berdiam diri. Mereka mengoordin­asi dan mendorong warga Surabaya yang belum berstatus WNI untuk segera mengajukan permohonan. ’’Setelah ada permenkum HAM ini, warga Surabaya bisa langsung mengajukan ke dispendukc­apil,” kata Kepala Dispendukc­apil Surabaya Muhammad Suharto Wardoyo.

Permohonan tersebut, kata Anang –sapaannya– ditulis dalam lembaran kertas dengan meterai. Dibubuhkan juga nama, alamat, dan beberapa data lain ( lihat grafis). ”Permohonan harus melalui RT, RW, lurah, dan camat,” ujar Anang.

Awey menambahka­n, negara tidak boleh abai pada warganya. Apalagi, hak-hak mereka tidak terpenuhi lantaran persoalan administra­si. Memenuhi hak warga negara adalah tugas pemerintah. ’’Jangan sampai mereka meninggal membawa ketidakjel­asan status ini,” ungkapnya. (tau/sal/c7/dos)

 ?? GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS Sumber: Kanwil Kemenkum HAM Jatim - Permenkum HAM No 35 Tahun 2015 ??
GRAFIS: ERIE DINI/JAWA POS Sumber: Kanwil Kemenkum HAM Jatim - Permenkum HAM No 35 Tahun 2015
 ?? TAUFIQ//JAWA POS ?? PERJUANGAN BESAR: Dari kiri, Awey, Ang Mei Ling, Wibisono Sugito, dan Staf Dispendukc­apil Nurwachid.
TAUFIQ//JAWA POS PERJUANGAN BESAR: Dari kiri, Awey, Ang Mei Ling, Wibisono Sugito, dan Staf Dispendukc­apil Nurwachid.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia