Jawa Pos

Nasib Warga Pamurbaya Belum Jelas

-

SURABAYA – Rombongan komisi A melakukan sidak ke Perumahan Wisma Tirto Agung, Kelurahan Gunung Anyar Tambak, kemarin (15/3). Mereka mencari tahu patok batas kawasan lindung pantai timur Surabaya (pamurbaya). Sebab, warga tidak pernah tahu keberadaan patok tersebut

Akibatnya, 99 rumah telah berdiri di lahan yang diperuntuk­kan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) itu.

Sejak pukul 10.00, warga menunggu kedatangan para legislator tersebut. Setengah jam kemudian, rombongan komisi A datang. Mereka berharap ada kejelasan karena rumah yang mereka bangun telah menghabisk­an ratusan bahkan miliaran rupiah. Pantas bila warga gemas atas kasus tersebut.

Felixitas Xaveriana, salah seorang pemilik bangunan, melayangka­n protes. Dia menceritak­an, pada 2013 dirinya menanyakan peruntukan lahan rumahnya ke dinas tata kota. Petugas menunjukka­n peta kertas fotokopi. ’’Ini nggak masuk kawasan konservasi, Mbak,’’ ungkap Feli, sapaannya, menirukan perkataan petugas saat itu.

Setahun kemudian, Feli bertanya lagi. Kali ini lebih canggih. Petugas menunjukka­n lahan milik Feli melalui peta satelit. ’’ Omahku kelihatan di komputer. Petugasnya bilang, nggak usah khawatir. Rumahku bukan RTH (ruang terbuka hijau, Red). Tambah yakin, aku mbangun omah,’’ lanjut perempuan berusia 43 tahun tersebut.

Feli sebenarnya sudah yakin bahwa lahan miliknya tidak akan bermasalah. Sebab, dia memegang surat sporadik yang ditandatan­gani lurah Gunung Anyar Tambak pada 22 April 2012. Saat itu lurahnya masih dijabat Jaelani. Dalam surat itu tertulis bahwa Feli menguasai sebidang tanah yang dibelinya dari Suprapto, pengavling Wisma Tirto Agung. Peruntukan tanahnya adalah rumah tempat tinggal.

Feli lantas mempertany­akan sikap pemkot yang dianggapny­a plinplan. Setelah dinas tata kota dan kelurahan memberikan lampu hijau, kini sikap pemkot berbalik arah. Sebanyak 99 rumah sudah diberi stiker peringatan oleh satpol PP.

Sejak membeli tanah, Feli juga tidak pernah mengetahui keberadaan patok penanda kawasan lindung. Karena itu, saat dilakukan sidak, dia agak terkejut. ’’ Lha patoknya mucuk begini. Siapa yang tahu?’’ ujarnya saat meninjau lokasi di selatan perumahan.

Patok tersebut berukuran 20 x 20 cm. Letaknya di ujung pematang tambak. Di patok beton tersebut terdapat pelat besi bertulian titik batas kawasan lindung. Na- mun, tulisan itu nyaris tak terbaca karena tertutupi debu. Patok tersebut juga tertutupi semaksemak sehingga sulit terlacak.

Ketua Komisi A Herlina Harsono Njoto menanyakan keberadaan patok itu. Menurut dia, patok tersebut tidak bisa dijadikan patokan oleh warga. Sebab, jarak satu patok dengan patok yang lain sangat jauh. Di area 2.500 hektare hanya terdapat 25 patok penanda. ’’Ya jangan diberi patok begini. Harusnya tanda atau tulisan yang lebih jelas,’’ terangnya.

Dia juga kaget atas adanya surat sporadik yang diterbitka­n kelurahan. Masalah itu pun akan dibahas di komisi. Bakal diadakan rapat lanjutan untuk menuntaska­n masalah tersebut. ’’Posisi warga saya anggap sebagai korban,’’ lanjut politikus demokrat tersebut.

Kepala Sub-Bidang Penataan Ruang, Permukiman, dan Lingkungan Hidup Bappeko Surabaya Myrna Augusta Aditya Dewi menjelaska­n, patok itu ditanam sejak 2014. Patok tersebut dipasang karena ratusan patok kayu yang dipasang sebelumnya hilang. ’’Patok ini ditarik lurus ke patok yang ada di Rusun Gunung Anyar,’’ jelas Myrna kepada warga dan anggota komisi A saat meninjau patok.

Sementara itu, Jaelani, mantan lurah Gunung Anyar Tambak, mengungkap­kan, tidak semua hal menyangkut dokumen perizinan di kelurahan berada pada kontrolnya. ’’Tidak mungkin semua dokumen saya teliti. Yang nyiapkan juga anak buah saya,’’ katanya.

Surat sporadik, kata dia, adalah salah satu kelengkapa­n paket penguasaan fisik atas tanah yang biasanya terdiri atas kutipan letter C dan riwayat tanah. Biasanya, dokumen-dokumen itu diurus oleh mereka yang ingin membeli kavling dari pengembang atau siapa pun yang menjual kavling.

Pengajuan, blangko, dan pengisian untuk mendapatka­n surat sporadik, kata Jaelani, berasal dari Kantor Pertanahan Surabaya (BPN). Sementara itu, dirinya sebatas mengetahui. ’’Syaratnya mengetahui lurah. Gitu saja,’’ katanya. (sal/tau/c5/dos)

 ?? SALMAN MHIDIN/JAWA POS ?? TINJAU PATOK: Herlina Harsono Njoto (kiri) dan Myrna Augusta Aditya Dewi (kanan) mengamati patok penanda kawasan.
SALMAN MHIDIN/JAWA POS TINJAU PATOK: Herlina Harsono Njoto (kiri) dan Myrna Augusta Aditya Dewi (kanan) mengamati patok penanda kawasan.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia