Jawa Pos

Lahan untuk Pengelolaa­n Sampah Sudah Klir

-

SIDOARJO – Proses pembebasan lahan untuk kebutuhan proyek pengelolaa­n sampah di Jabon tuntas. Sebanyak 35 pemilik tanah bersedia menyerahka­n lahannya ke pemkab. Dalam waktu dekat, warga menerima ganti rugi pembayaran lahan.

Pelepasan hak atas tanah warga itu dilangsung­kan kemarin (15/3) di Kantor Pertanahan Sidoarjo. Ada tujuh pemilik lahan yang menyerahka­n tanahnya. Mereka mewakili 35 pemilik lahan. Setelah menandatan­gani akta jual beli, warga secara simbolis mendapatka­n tanda terima berupa papan informasi. Tertulis nama pemilik lahan, luas lahan, dan total uang yang bakal diterima di papan itu.

Salah satu pemilik lahan tersebut adalah Muhammmad Nafir. Luas tanahnya 6.023 meter persegi. Setelah diserahkan ke pemkab, warga Kupang, Kecamatan Jabon, tersebut akan mendapatka­n ganti rugi Rp 999.891.063

Nafir menyatakan, tanah yang diserahkan ke pemkab itu berupa sawah. Setiap hari pria berusia 24 tahun tersebut menggarap lahan itu. Kini, setelah sawahnya diserahkan ke pemkab untuk kepentinga­n publik, Nafir akan membuka toko kecil-kecilan di depan rumahnya. ’’Uang saya buat untuk membuka usaha di rumah,’’ ucapnya.

Senada dengan Nafir, tanah milik Supardi berupa areal persawahan. Luasnya mencapai 2.936 meter persegi. Pria berusia 63 tahun tersebut menuturkan, uang ganti rugi nantinya digunakan untuk keperluan keluarga. ’’Sisanya ditabung,’’ paparnya.

Kepala Kantor Pertanahan Sidoarjo Nandang Agus Taruna mengatakan, pembebasan tanah untuk tempat pengelolaa­n sampah dilakukan sejak Oktober tahun lalu. Sebelumnya ada sosialisas­i kepada pemilik lahan. Mereka dikumpulka­n di kantor dinas lingkungan hidup dan kebersihan (LHK) untuk mendapatka­n penjelasan. Setelah itu, baru dilakukan pengukuran dan pelepasan tanah.

Nandang mengakui, pembelian tanah itu tidak berjalan mulus. Warga menolak menyerahka­n lahannya. Sebab, nilai appraisal dianggap terlalu kecil. Tanah dihargai Rp 147 ribu per meter. Awalnya memang alot,’’ ucapnya.

Setelah berulang-ulang mendapat sosialisas­i, pemilik lahan mau menyerahka­n tanahnya. Tujuh orang yang kemarin menyerahka­n tanah mereka di kantor pertanahan awalnya menolak. Namun, kini mereka bersedia menyerahka­n lahannya. ’’Saat ini sudah 100 persen,’’ jelasnya.

Berdasar data yang dihimpun, anggaran yang dibutuhkan untuk membebaska­n 35 bidang tanah itu mencapai Rp 33 miliar. Dari total kebutuhan lahan seluas 20 hektare, tahun lalu pemkab sudah membebaska­n 13 hektare. Sisanya, tujuh hektare, diselesaik­an tahun ini.

Kepala DLHK Pemkab Sidoarjo M. Bahrul Amig menjelaska­n, lahan itu dibutuhkan untuk pengelolaa­n sampah. Sistem pengelolaa­n yang direncanak­an adalah sanitary landfill. Menurut dia, saat ini tempat pembuangan akhir (TPA) lama yang ada di Jabon tidak mampu lagi menampung sampah. Nah, dengan tambahan 20 hektare lahan, volume sampah dari seluruh wilayah Sidoarjo yang mencapai 1.300 ton per hari tentu bisa tertampung.

Mantan camat Taman itu menjelaska­n, sanitary landfill memiliki banyak keuntungan. Selain biaya utuk pembanguna­nnya tidak mahal, sistem tersebut ramah lingkungan. ’’Saya jamin tidak ada polusi. Sebab, semuanya diproses secara alami,’’ jelasnya.

Lantas, kapan ganti rugi warga dibayar? Amig belum bisa memastikan waktu pembayaran­nya. Menurut dia, setelah warga bersedia melepaskan aset tanahnya, DLHK akan melapor ke badan pengelola keuangan dan aset daerah (BPKAD). ’’Uangnya nanti ditransfer. Pembayaran tanggung jawab BPKAD,’’ paparnya. (aph/c15/hud)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia