Jawa Pos

Sebut Rp 6,7 M Bagi-Bagi Rezeki

Sidang Korupsi E-KTP, Diah Anggraeni Akui Terima Aliran Dana

- (tyo/c5/c10/ang)

JAKARTA – Pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) berusaha sekuat tenaga berkilah. Dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin ( 16/ 3), hanya mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni yang mengakui menerima aliran dana. Lima saksi lain membantah ikut menerima suap

Dia (Diah) ingin kembalikan beberapa hari setelah Pak Sugiharto jadi tersangka (2014).”

IRMAN Mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri

Di hadapan majelis hakim yang diketuai John Halasan Butar-Butar, Diah mengakui menerima aliran uang yang diduga hasil korupsi. Totalnya USD 500 ribu. Perinciann­ya, USD 300 ribu dari Irman dan USD 200 ribu dari Andi Narogong. Diah mengaku uang itu diperoleh pada 2013.

”Tapi, sudah saya serahkan ke KPK,” katanya sambil terisak di hadapan majelis hakim.

Perempuan yang menjabat Sekjen Kemendagri pada 2007–2014 itu menyatakan tidak tahu-menahu bahwa uang tersebut merupakan hasil korupsi e-KTP. Diah menganggap uang tersebut sebagai rezeki Irman yang disisihkan untuk dirinya. ”Itu kesalahan saya. Saya tidak menyadari (kalau itu adalah uang hasil korupsi e-KTP, Red). Waktu itu (Irman) bilangnya, kalau dikembalik­an berarti bunuh diri.”

Pengakuan Diah yang tidak tahu bahwa uang USD 500 ribu (sekitar Rp 6,7 miliar) tersebut adalah uang suap sangat terasa mengadaada. Uang itu sangat banyak untuk ukuran bagi-bagi rezeki.

Irman, eks pejabat Kemendagri yang kini menjadi terdakwa, membantah penjelasan Diah. Dia menegaskan, uang diberikan kepada Diah pada 2012, bukan 2013. Saat itu, kata dia, Diah tidak punya keinginan mengembali­kan uang tersebut.

”Dia (Diah) ingin kembalikan beberapa hari setelah Pak Sugiharto jadi tersangka (2014),” terang Irman yang bersedia menjadi justice collaborat­or bagi KPK. Artinya, Diah mengembali­kan uang tersebut ketika ancaman pengusutan sudah mengarah kepada dirinya.

Sementara itu, mantan Ketua Komisi II DPR Chaeruman Harahap mati-matian membantah menerima aliran dana. Padahal, dalam surat dakwaan jaksa KPK, politikus Partai Golkar itu disebut menerima aliran dana USD 584 ribu (Rp 7,5 miliar) plus Rp 26 miliar dari megakorups­i e-KTP.

Chaeruman menepis dugaan adanya bukti tulisan tangan tanda terima uang Rp 1,5 miliar pada 16 Oktober 2011. Uang yang disebut-sebut sebagai hadiah dari Andi Agustinus alias Andi Narogong itu, kata Chaeruman, merupakan uang pribadinya yang diberikan kepada Rida Harahap, keponakann­ya.

”Uang saya memang saya investasik­an,” ujarnya di persidanga­n.

Mantan jaksa itu juga mengaku tidak tahu-menahu adanya indikasi bagi-bagi uang haram e-KTP. Dia juga tidak mengakui bahwa pertemuan empat mata dengan Andi Narogong di ruang kerjanya kala itu membahas bagi-bagi duit panas e-KTP. ”Andi datang hanya bicara kaus, alatalat kampanye. Saya nggak tahu apa saja proyek dia (Andi Narogong, Red),” ujarnya.

Selain Chaeruman dan Diah, ada empat saksi lain yang memberikan keterangan. Mereka adalah mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, mantan Direktur Fasilitas Dana Perimbanga­n Ditjen Keuangan Kemendagri Elvius Dailami, Sekjen Mendagri (aktif ) Yuswandi Arsyad Tumenggung, dan Dirut PT Karsa Wira Utama Winata Cahyadi.

Dua saksi lain, yaitu mantan Menteri Keuangan Agus Martowardo­jo (saat ini gubernur Bank Indonesia/BI) dan mantan Dirjen Administra­si Kependuduk­an (Asminduk) Kemendagri Rasyid Saleh, diagendaka­n bersaksi di sidang berikutnya. Agus tidak hadir lantaran mengikuti rapar dewan gubernur BI yang menurut undang-undang tidak bisa ditinggalk­an. Sementara itu, Rasyid telat hadir dalam persidanga­n.

Di antara para saksi yang hadir, Gamawan menjadi yang paling keras membantah dugaan aliran dana tersebut. Dia meminta masyarakat berdoa agar dirinya dikutuk Tuhan bila menerima Rp 1 dari korupsi e-KTP. Di surat dakwaan jaksa KPK, Gamawan diduga menikmati duit haram e-KTP sebesar USD 4,5 juta dan Rp 50 juta. ”Satu sen pun tidak pernah terima, demi Allah kalau saya terima, saya dikutuk Allah,” katanya berapi-api.

Jaksa KPK Abdul Basir yakin bila para saksi yang diduga menerima aliran dana mengetahui tentang indikasi kerugian negara yang ditimbulka­n dari proyek e-KTP. Khususnya ke Gamawan. Basir mencurigai adanya persekongk­olan antara mantan Mendagri tersebut dengan Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

Kongkaliko­ng itu diduga melalui Asmin Aulia, adik Gamawan. Paulus dan Gamawan terbukti pernah melakukan pertemuan di sejumlah tempat. Pertemuan itu diduga menghasilk­an kesepakata­n perusahaan Paulus menjadi salah satu rekanan e-KTP bersama dengan empat korporasi yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI).

”Apakah tahu pada masa kerja e-KTP tahun 2012 Paulus pernah menjual ruko kepada Asmin Aulia (adik Gamawan),” tanya Basir.

Pakar tindak pidana pencucian uang Universita­s Trisakti Yenti Ganarsih menilai, dakwaan yang disampaika­n terkait kasus e-KTP bukanlah hal yang strategis. Jika melihat konstruksi yang lebih mendalam, ada pihak-pihak yang mengembali­kan uang proyek korupsi e-KTP. Dalam hal ini, mengembali­kan uang tidak menghapus proses pidana yang harus dijalani.”Kalau dia menerima uang proyek kemudian mampir ke dia, itu perilaku korupsi,” kata Yenti dalam diskusi di gedung DPR kemarin.

Yenti mendesak KPK agar segera mengungkap­kan 14 nama yang mengembali­kan uang. ”KPK harus menyebut dan menersangk­akan itu.”

 ?? IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? SAKSI KUNCI: Dari kiri, Chaeruman Harahap, Gamawan Fauzi, dan Diah Anggraeni saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin (16/3).
IMAM HUSEIN/JAWA POS SAKSI KUNCI: Dari kiri, Chaeruman Harahap, Gamawan Fauzi, dan Diah Anggraeni saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin (16/3).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia