Risalah Sarang untuk Bangsa
Hasil Silaturahmi Alim Ulama di Rembang
REMBANG – Silaturahmi Alim Ulama Nusantara yang berlangsung di Ponpes Al-Anwar Sarang, Rembang, menghasilkan beberapa poin penting yang tertuang dalam Risalah Sarang kemarin (16/3). Risalah itu merupakan hasil diskusi para ulama dan masukan dari beberapa kiai sepuh.
Beberapa ulama mulai berdatangan pada pukul 09.00. Termasuk Bupati Rembang Abdul Hafidz yang datang bersama Habib Ali Assegaf yang datang pukul 09.45. Sekitar 10 menit kemudian, giliran Ketua Umum PB NU KH Said Aqil Siroj yang datang dengan menaiki helikopter dan mendarat di Lapangan Kalipang, Sarang. Acara tersebut juga dihadiri Rais Aam PB NU KH Ma’ruf Amin. Total 98 ulama datang.
Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup itu, para ulama melakukan musyawarah dan menyimpulkan beberapa hal terkait permasalahan bangsa yang harus dihadapi bersama.
Sebelum acara dimulai, mereka menggelar tahlil bersama yang ditujukan kepada KH Hasyim Muzadi yang meninggal beberapa jam sebelum acara silaturahmi diselenggarakan.
Tahlilan berlangsung sekitar setengah jam. Setelah itu, acara dimulai dengan beberapa sambutan. Pertama dari KH Ma’ruf Amin. Kedua dari Mustasyar KH Tholhah Hasan. Ketiga sambutan dari KH Maimoen Zubair.
Setelah sambutan, ada pembacaan Risalah Sarang oleh Gus Mus (KH Mustofa Bisri) di hadapan hadirin. Acara berlangsung hingga pukul 15.00.
Salah satu poin yang tertuang dalam Risalah Sarang adalah fenomena perkembangan teknologi informasi. Di satu sisi, itu dapat memberikan manfaat sebagai sarana silaturahmi. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi berdampak negatif. Misalnya, penyebaran fitnah dan seruan kebencian yang sangat cepat.
Pemerintah diimbau mengambil langkah efektif untuk mengatasi dampak negatif itu dan pencegahannya. Pemimpin juga diminta membina dan mendidik masyarakat agar lebih bijaksana menyikapi perkembangan teknologi informasi. Hasil tersebut kemudian dituangkan dalam Risalah Sarang yang terdiri atas lima poin penting.
Mbah Moen mengungkapkan, pertemuan tersebut menunjukkan ulama tidak bisa dipisahkan dari bangsa dan negara. Begitu juga dengan Islam yang tak dapat dipisahkan dengan nasionalisme. ”Islam tanpa nasionalisme tidak bisa sempurna. Saya hanya menyarankan perkembangan Indonesia harus bersamaan dengan ulama,” ungkapnya.