Mayoritas Responden Belum Tahu Pemilihan Serentak
DPR sedang membahas RUU Pemilu. Salah satu poin yang menjadi perhatian adalah pelaksanaan pemilihan serentak pada 2019. Namun, informasi itu ternyata tidak banyak diketahui masyarakat. Hasil Survei Terkait Sejumlah Ketentuan Baru dalam RUU Pemilu
BANYAK ketentuan baru dalam RUU Pemilu. Di antaranya, pemilihan yang akan dilaksanakan serentak pada 2019 dan ambang batas pencalonan presiden ( presidential threshold). Namun, sosialisasi ketentuan-ketentuan baru itu, tampaknya, kurang maksimal. Setidaknya, hal tersebut tergambar pada hasil survei terbaru Polling Center dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Henny Susilowati, peneliti Polling Center, menyatakan, survei dilakukan pada 18 November hingga 8 Desember 2016. Metode yang dilakukan adalah phone survey. Sementara itu, yang menjadi sasaran adalah pemilih yang berusia 17 tahun ke atas. Ada 400 orang yang menjadi responden. Mereka tersebar di seluruh tanah air. ” Database responden adalah dari dua national survey yang sebelumnya dilakukan,” terang dia saat menyampaikan hasil survei di Boulevard Coffee and Resto di Jalan Fakhruddin, Tanah Abang, kemarin (16/3).
Sebenarnya, kata dia, ada 1.691 orang yang menjadi sasaran. Namun, hanya 400 responden yang berhasil diwawancarai. Menurut Henny, 96,8 persen responden bukanlah anggota partai politik. Sisanya merupakan anggota partai dan ada responden yang menolak menjawab terkait status politik mereka.
Dia menjelaskan, yang pertama ditanyakan kepada responden adalah apakah mereka mengetahui bahwa pemilihan presiden, DPR, DPRD, dan DPD akan dilaksanakan dalam waktu yang sama pada 2019. Jawabannya, hanya 40 persen yang mengetahui bahwa pemilu akan dilaksanakan secara serentak, 58 persen menjawab pemilu akan dilakukan pada waktu berbeda, sedangkan 2 persen tidak mengetahui. ”Jadi, 60 persen pemilih belum mengetahui pemilu serentak,” tutur dia.
Sebenarnya, lanjut dia, publik tertarik dan memberikan respons positif terhadap desain RUU Pemilu. Sebanyak 61 persen mengaku tertarik mengetahui RUU itu, 12 persen sangat tertarik, 23 persen tidak tertarik, 3 persen sangat tidak tertarik, dan 1 persen tidak tahu.
Henny menyatakan, pihaknya juga menanyakan kepada masyarakat, apakah mereka senang memilih kandidat atau partai politik. Hasilnya, 47 persen lebih memilih kandidat, 14 persen memilih parpol, dan 39 persen memilih keduanya. ”Mereka mempunyai alasan dalam memilih,” tutur dia.
Menurut dia, alasan memilih kandidat adalah mereka lebih mudah mengenali calon pada saat pemilu dan mereka mudah menagih janji atau program kampanye yang disampaikan calon. Untuk yang lebih memilih partai, mereka percaya bahwa partai akan memilih kandidat yang benar. Yang kedua, mereka tidak mengetahui kandidat.
Jumlah calon presiden dan partai di parlemen juga menjadi pertanyaan. Henny menjelaskan, dari hasil survei, banyak yang menginginkan calon presiden lebih dari dua pasangan. Sebanyak 42 persen menginginkan 3–4 pasang, 9 persen ingin lebih dari 4 pasang, dan 49 persen 2 pasang. Berarti ada 51 persen yang menginginkan lebih dari 2 pasang calon. Untuk jumlah partai di parlemen, 57 persen responden ingin jumlah partai lebih sedikit, 21 persen jumlah partai lebih banyak, dan 21 persen responden tidak terpengaruh.
Rencana e-voting juga tidak luput dari survei. Sebanyak 47 persen responden setuju bahwa e-voting masih rawan terhadap praktik kecurangan, 15 persen sangat setuju, 30 persen tidak setuju, 6 persen sangat tidak setuju, dan 2 persen tidak tahu. Namun, mereka percaya bahwa e-voting bisa menjaga rahasia pemilih. Buktinya, 61 persen setuju bahwa sistem elektronik itu bisa menjaga rahasia, 14 persen sangat setuju, 19 persen tidak setuju, 5 persen sangat tidak setuju, dan 1 persen tidak tahu.