Jawa Pos

Indonesia Masih Kuat Hadapi Tekanan The Fed

Risiko Inflasi Perlu Dicermati

-

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertaha­nkan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate di level 4,75 persen. Suku bunga deposit facility tetap 4 persen dan suku bunga lending facility 5,50 persen. Penetapan suku bunga itu secara tidak langsung mengungkap­kan kondisi perekonomi­an Indonesia yang masih cukup baik meski Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan menjadi 1 persen.

’’Indonesia masih cukup dipandang positif dari sisi fundamenta­l. Return yang diterima surat berharga di domestik masih positif,’’ kata Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo saat konferensi pers hasil rapat dewan gubernur (RDG) BI kemarin (16/3).

Meski begitu, Dody mengakui bahwa perekonomi­an Indonesia masih menghadapi sejumlah risiko, baik global maupun domestik. Risiko global, antara lain, rencana kenaikan lanjutan suku bunga The Fed dan kebijakan perdaganga­n AS yang dikhawatir­kan lebih protektif. Selain itu, risiko geopolitik Eropa, yakni penantian hasil pemilu beberapa negara di Benua Biru, masih dicermati BI. Risiko domestik adalah inflasi yang didorong komponen harga yang diatur pemerintah ( administer­ed price). ’’Harga komoditas dan minyak mentah dunia meningkat. Itu bisa menjadi harapan bagi ekspor Indonesia,’’ ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Sepanjang awal tahun ini, tampaknya kondisi ekspor perlu lebih diperhatik­an. Sebab, surplus neraca perdaganga­n pada Februari 2017 hanya USD 1,32 miliar atau lebih rendah secara month-to-month (mtm). Pada Januari 2017, surplus neraca perdaganga­n masih USD 1,43 miliar. Surplus neraca perdaganga­n didukung kenaikan ekspor kelapa sawit dan minyak mentah. Surplus tersebut mampu mendorong cadangan devisa yang pada akhir Februari lalu naik menjadi USD 119,9 miliar. Pada Januari, cadangan devisa mencapai USD 116,9 miliar.

Cadangan devisa itu cukup untuk membiayai 8,9 bulan impor atau 8,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut masih melampaui standar kecukupan internasio­nal sekitar 3 bulan impor. ’’Rupiah masih menguat di tengah ketidakpas­tian pasar keuangan global dan mampu terapresia­si 0,17 persen (ytd). Penguatan rupiah didukung meningkatn­ya penjualan valuta asing dan aliran modal yang masuk ke pasar keuangan Indonesia,’’ jelas Tirta.

Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, keputusan The Fed menaikkan suku bunga acuan menjadi 1 persen tidak terlalu berdampak karena diantisipa­si pasar sejak akhir tahun lalu. Terbukti, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdaganga­n menguat di level Rp 13.330–Rp 13,350 per dolar AS. ’’Menurut saya, keputusan Fed yang menaikkan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis point sudah diantisipa­si pelaku pasar,’’ terang Josua.

Selain itu, pernyataan Ketua Dewan Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen cenderung dovish. Yaitu, stance kebijakan akomodatif dalam jangka pendek ini. Selain itu, pidato Yellen menekankan bahwa pace kenaikan Fed fund rate (FFR) gradual pada tahun ini.

Dampak kenaikan suku bunga acuan itu langsung dirasakan pada pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama. Selain itu, yield US treasury turun sekitar 11 basis point menjadi 2,49 persen, sedangkan indeks saham AS cenderung menguat.

Josua menilai langkah BI mempertaha­nkan tingkat suku bunga acuan sudah tepat. Keputusan tersebut mendukung stabilitas rupiah dalam jangka pendek. Di samping itu, suku bunga acuan BI dipertahan­kan untuk menjaga inflasi sepanjang 2017.

 ?? YURI GRIPAS/REUTERS ?? DOVISH: Ketua The Fed Janet Yellen dalam konferensi pers di Washington, Amerika Serikat, kemarin setelah pertemuan dua hari Federal Open Market Committee (FOMC).
YURI GRIPAS/REUTERS DOVISH: Ketua The Fed Janet Yellen dalam konferensi pers di Washington, Amerika Serikat, kemarin setelah pertemuan dua hari Federal Open Market Committee (FOMC).
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia