Pelajar Sewa Preman untuk Serang Sekolah
PALANGKA RAYA – Dunia pendidikan Palangka Raya kembali tercoreng. Enam pelajar SMPN 7 Palangka Raya menyewa dua preman yang masih muda. Mereka melakukan penyerangan ke SMPN 14 Palangka Raya, Kelurahan Kereng Bangkirai, Rabu pagi (15/3).
Enam pelajar tersebut berinisial Na, 12; Ma, 13; SU, 14; Ja, 14; Je, 14; dan Al, 12. Sementara itu, dua pemuda yang disewa berinisial Ang, 17, dan Sum, 18. Motif penyerangan itu sendiri adalah keenamnya merasa dendam karena kerabatnya dipukuli. Sehari pasca kejadian, Kalteng
Pos ( Jawa Pos Group) melakukan penelusuran ke SMPN 14. Sekolah di Jalan Mahir Mahar (Lingkar Luar) depan Kecamatan Jekan Raya tersebut terlihat tetap aktif. Pada jam istirahat, para pelajar laki-laki bermain bola di halaman depan kelas. Sedangkan para pelajar perempuan santai di ruangan dan kantin belakang sekolah. Terlihat seakan tidak pernah terjadi apa-apa di sekolah tersebut.
Kalteng Pos menemui seorang pelajar yang menjadi target preman. Pelajar berinisial Y, 15, mengungkapkan, sehari sebelumnya, sempat terjadi perkelahian antara dirinya dan pelajar SMPN 7. ’’Kemarin (Selasa, Red) itu saya menjemput teman. Saya lihat teman saya itu digerumbungi. Saya kira dia dikeroyok, jadi saya pukul salah satu pelajar yang mengerubungi teman saya itu,” terang siswa kelas VIII tersebut kemarin (16/3).
Pasca pertikaian itu, Y dan teman-temannya pulang. Dia tidak mengerti lagi apa yang terjadi. Namun, pelajar yang dia pukul tersebut ternyata memanggil teman-temannya dan menyusun rencana pembalasan. Dengan uang hasil urunan masing-masing Rp 10 ribu, enam pelajar SMPN 7 tersebut menyewa preman.
Saat dikonfirmasi, Kepala SMPN 14 Retno Brilina Leti Mpd menjelaskan, memang benar siswanya diserang beberapa pemuda. Bahkan, ditengarai dua pemuda itu adalah preman, lantaran menyerang menggunakan senjata tajam. ’’Seorang guru hampir terkena tebasan pisau yang digunakan preman tersebut. Beruntung, guru itu sempat menangkis,” ucapnya.
Retno sangat bersyukur. Sebab, warga di sekitar sekolah turut ikut andil. ’’Untung kemarin ada Pak Camat Jekan Raya, ketua RT, dan warga yang datang ikut mengamankan. Sebab, di sekolah ini guru yang berjenis kelamin lakilaki hanya tiga orang. Kebetulan kemarin (Rabu, Red) hanya ada satu orang laki-laki. Beruntung juga polisi cepat datang,” tuturnya.
Retno mengungkapkan, keamanan sekolah memang menjadi kendala selama ini. Sebab, tidak ada pihak keamanan (satpam, Red) yang berjaga. Belum lagi kondisi sekolah yang belum memiliki pagar.
Retno mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Untuk itu, dia berharap peristiwa tersebut tidak terulang. Sementara itu, Kepala SMPN 7 Palangka Raya A. Suhardi menyesalkan apa yang dilakukan peserta didiknya.
’’Sudah kami panggil orang tua dari peserta didik. Kami juga menskors keenamnya selama tiga hari. Hal ini sebagai pelajaran bagi mereka dan yang lain,” ujarnya kemarin (16/3).
Suhardi mengakui enam anak itu adalah siswanya. Hanya, pada hari kejadian, mereka tidak masuk sekolah. Selain itu, enam pelajar tersebut memang menjadi perhatian khusus pihaknya. Sebab, mereka rata-rata baru kelas VII dan kerap melakukan pelanggaran. Yang lebih menyedihkan, keenamnya menyewa jasa preman, bahkan dengan embelembel ’’ ngutang’’.
’’Kemarin (Rabu, Red) kami melakukan presensi. Ternyata mereka tidak masuk sekolah. Kemudian, guru BK langsung menghubungi orang tua para pelajar ini. Dan memberitahukan bahwa mereka tidak sekolah. Sedih dan prihatin hal ini terjadi. Yang saya heran itu, kenapa preman tersebut mau dibayar Rp 30 ribu, dan baru dibayar Rp 10 ribu. Jadi, yang Rp 20 ribu masih ngutang,’’ terangnya.
Sementara itu, meski melakukan penyerangan, enam pelajar tersebut hanya dikenai wajib lapor oleh kepolisian. Sebab, mereka masih di bawah umur. Sedangkan dua preman yang menyerang ditahan. Khusus preman yang masih di bawah umur, pihaknya melakukan diversi.
’’Pelajarnya dikenai wajib lapor. Yang berdua yang membawa sajam ditahan. Jadi, yang di bawah umur dilakukan diversi,” kata Kasatreskrim AKP Ismanto Yuwono mewakili Kapolres Palangka Raya AKBP Lili Warli kemarin.
’’Diversi adalah penyelesaian perkara pidana anak di luar pengadilan. Jadi, dapat diupayakan dilakukan perdamaian dengan korban atau keluarga korban tanpa harus menjalani proses hukum sampai pengadilan. Diversi itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,’’ ucap praktisi hukum Aristoteles kemarin.