Survei Siswa Minimal Dua Kali Setahun
Tiga sekolah telah mendapat penghargaan dari program Save Our Student ( SOS). Misalnya, SMPN 1 Buduran. Sekolah mana lagi yang akan kembali menerima apresiasi?
SUARA bel sepeda pancal terdengar bersahutan di area gerbang SMPN 1 Buduran kemarin (16/3). Ada pelajar yang membunyikan bel untuk menyapa petugas satpam yang menjaga gerbang. Ada pula pelajar yang membunyikan bel berkali-kali supaya rekannya yang berada tepat di depannya segera masuk ke halaman sekolah. Tidak menghalangi jalan.
Sejumlah orang tua juga datang silih berganti memboncengkan anaknya dengan menggunakan motor. Begitu turun dari boncengan, para pelajar itu mencium tangan orang tua mereka, lantas melangkah masuk ke halaman sekolah. Beberapa orang tua yang lain memilih berhenti sedikit lebih jauh dari gerbang sekolah. Sebab, sekitar pukul 06.30 itu, kondisi gerbang sangat padat.
Pelajar yang datang dengan berjalan kaki juga banyak. Begitu pula pelajar yang menggunakan transportasi umum. Mereka berangkat ke sekolah dengan menggunakan angkutan kota
Begitu tiba di persimpangan yang menghubungkan Jalan Raya Buduran dengan Jalan Jawa, mereka turun dari angkutan. Jarak dari persimpangan jalan ke gerbang sekolah sekitar 50 meter.
Di kejauhan, tampak pula orang tua yang mengantarkan anaknya dengan mobil. Yang jelas, pagi itu, tak ada satu pun pelajar yang datang dengan mengendarai motor. Tepat pukul 07.00, bel masuk sekolah berbunyi. Petugas satpam menutup gerbang besi sekolah. Guru dan siswa pun masuk ke ruang kelas masing-masing.
Saat Jawa Pos masuk ke halaman sekolah, sebuah poster terpasang di bagian muka gerbang. Dalam poster itu ada sejumlah foto pelajar yang menggunakan sepeda pancal dan jalan kaki menuju sekolah. Tertulis pula imbauan berisi kata-kata dan slogan larangan penggunaan motor bagi siswa. Tak ketinggalan foto Kapolresta Sidoarjo Kombespol Muhammad Anwar Nasir dengan seragam lengkap.
Di utara bangunan sekolah yang memiliki 1.008 siswa tersebut terdapat area parkir sepeda pancal. Ratusan sepeda diparkir memanjang. Seorang satpam juga tampak merapikan sepeda-sepeda itu.
Kepala SMPN 1 Buduran Sochip Arifin menjelaskan, pihaknya tidak menyangka bahwa sekolahnya mendapat penghargaan sekolah anti pelajar bermotor dari Polresta Sidoarjo beberapa minggu lalu. Bagi dia, tugas utama sekolah adalah mendidik para murid dengan sebaik-baiknya.
Arifin lantas menceritakan, ada sejumlah upaya yang digencarkan sekolahnya setahun belakangan untuk mengurangi jumlah pelajar bermotor. Di antaranya, rutin mengecek cara siswa datang ke sekolah. Dalam setahun, pengecekan itu bisa dilakukan lebih dari dua kali. Bila ada pelajar yang terbukti mengendarai motor sendiri, pihak sekolah menindaklanjuti.
’’Siswa yang melanggar akan mendapat teguran dari guru bimbingan dan konseling (BK),’’ tuturnya. Pihak sekolah juga akan memanggil wali murid. Pada titik itu, biasanya orang tua menuruti peraturan sekolah. Mereka malu bila sampai kembali melanggar. ’’Sejauh ini, metode itu terpantau sukses,’’ jelas mantan kepala SMPN 2 Porong itu.
Peran guru dalam membimbing pelajar juga sangat penting. Tak ketinggalan tim keamanan dan keselamatan sekolah yang kerap berjaga di depan pintu gerbang. Tidak hanya mengatur lalu lintas menuju sekolah, tim tersebut juga memberikan pengarahan kepada warga sekitar sekolah agar tidak menyediakan lahan parkir bagi pelajar bermotor. Tim tersebut terdiri atas guru dan sejumlah murid pilihan.
Arifin lantas menyampaikan, guru, wali murid, dan polisi merupakan tiga unsur utama dalam penuntasan fenomena pelajar bermotor. ’’Semua pihak memiliki peranan masingmasing,’’ ungkapnya.
Kapolresta Sidoarjo Kombespol Muhammad Anwar Nasir menyatakan, pihaknya bakal terus mengapresiasi sekolah yang serius menyelenggarakan penertiban kepada pelajar bermotor. Sebelumnya, ada tiga sekolah yang mendapat penghargaan. Yaitu, SMPN 3 Candi, SMP YPM 2 Sukodono, dan SMPN 1 Buduran.
Menurut Anwar, ada beberapa kriteria yang digunakan Polresta Sidoarjo sebelum memberikan penghargaan kepada tiga sekolah tersebut. Di antaranya, sekolah itu konsisten dan serius terhadap program penertiban pelajar bermotor sehingga tidak ditemukan pelajar yang menggunakan motor ke sekolah.
Selain itu, sekolah konsisten meramu kurikulum dengan program penertiban pelajar. Misalnya, menindak langsung pelajar yang ketahuan menggunakan motor ke sekolah. Mulai pemanggilan orang tua hingga imbauan atau arahan kepada siswa sehingga akhirnya siswa tersebut kapok menggunakan motor ke sekolah.
’’Tiga sekolah itu kami pantau dan mereka memang layak mendapatkan penghargaan dari kami sebab mereka konsisten,’’ jelasnya. Dia berharap lebih banyak sekolah yang konsisten menekan angka pelajar bermotor. Bukan sekadar ucapan, melainkan juga benarbenar ditindaklanjuti.
Pada bagian lain, polisi tetap menunjukkan komitmen untuk menindak tegas pelajar yang masih bandel. Upaya itu diharapkan bisa memberikan efek jera. Dalam empat hari pertama pekan ini ada 836 pelajar yang diberi surat tilang.
Berdasar catatan, jumlah siswa yang terjaring razia pada hari pertama adalah 283 orang. Tiga-dua hari berikutnya berturut-turut 173 pelajar dan 194 pelajar. ’’Untuk hari ini (kemarin) ditemukan 186 pelanggar di sejumlah kawasan,’’ kata Baur Tilang Satlantas Polresta Sidoarjo Bripka Mochammad Zamroni kemarin (16/3).
Jenis pelanggaran didominasi pengendara yang belum memiliki surat izin mengemudi (SIM) sebanyak 118 orang. Selain itu, sejumlah pengendara kedapatan tidak memakai helm, berboncengan tiga, dan melanggar rambu-rambu.
Zamroni menjelaskan, pelanggaran lalu lintas paling banyak ditemukan di Buduran. Di sana, petugas melayangkan 28 surat tilang. Disusul Sidoarjo Kota dan Waru. Masing-masing 20 dan 18 temuan.
’’Razia tidak akan berhenti. Dilakukan setiap hari untuk memberikan efek jera bagi siswa,’’ tegasnya. Pihaknya, lanjut Zamroni, tidak akan lelah mengajak para siswa untuk meninggalkan kebiasaan buruk membawa motor ke sekolah. (*/c19/pri)