5.393 Orang Cairkan JHT
SIDOARJO – Jumlah pemohon pencairan jaminan hari tua (JHT) dalam triwulan pertama tahun ini tergolong tinggi. Jumlahnya mencapai 5.393 orang. Bukan hanya orang-orang yang memasuki masa pensiun, melainkan juga para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kepala Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Sidoarjo Ikeda Hendra Kusuma menjelaskan, dalam sehari lebih dari 200 pemohon mengajukan pencairan JHT. Misalnya, kemarin (16/3) Kantor BPJS Ketenagakerjaan dibanjiri pemohon. Mereka antre hingga ke luar ruangan.
Menurut Deni, sapaan akrab Ikeda Hendra Kusuma, meningkatnya pencairan JHT itu merupakan imbas dari gulung tikarnya beberapa perusahaan dalam tahun ini. ”Banyak perusahaan lokal yang kurang bisa bersaing dengan perusahaan besar sehingga mereka bangkrut,” jelasnya.
Untuk mencairkan dana JHT tersebut, para pemohon harus ekstrasabar. Meski mendaftar pada hari yang sama dengan beberapa pemohon lain, waktu pencairannya tidak akan berbarengan. Penyebabnya, sumber daya BPJS terbatas. ”Proses pencairannya kira-kira membutuhkan waktu sebulan. Jadi, warga harus sabar,” ujarnya.
Deni menjelaskan, dana JHT berfungsi untuk menutupi kebutuhan hidup pekerja yang memasuki usia lanjut. Bagi korban PHK, JHT bisa membantu untuk sementara hingga mereka mendapatkan pekerjaan baru. Nilainya bergantung pada masa keanggotaan.
Tahun lalu, tercatat ada 26.491 orang yang mengajukan JHT. Sebagian di antara mereka adalah pekerja yang terkena PHK dari 12 perusahaan yang tutup. ”Semakin banyak (pabrik atau perusahaan, Red) yang gulung tikar. Jumlah pemohon juga semakin banyak,” katanya.
Deni menambahkan, awal tahun ini pemkab dan BPJS telah bekerja sama membentuk tim khusus pelanggar aturan ketenagakerjaan. Tim gabungan itu akan mendata perusahaan yang tidak mengikutkan pekerjanya dalam perlindungan sosial dan memberikan sanksi. ”Kami akui, masih banyak perusahaan nakal. Misalnya, punya pegawai seribu, tapi yang didaftarkan jaminan sosial hanya 300 pekerja,” jelasnya.
Banyak perusahaan yang berdalih mengalami krisis keuangan. Akibatnya, mereka tidak mampu mengikutsertakan seluruh pekerjanya dalam jaminan sosial. Meski begitu, ada pula perusahaan yang memang nakal. Meski kondisi keuangannya surplus, mereka sengaja tidak memenuhi hak pekerja dan tidak melindunginya dengan jaminan sosial.
”Pada mereka yang tidak patuh, kami sudah memberi sanksi,” paparnya. Setidaknya, ada lima perusahaan yang tidak patuh memenuhi hak pekerja selama 2016. Misalnya, tidak memberikan jaminan sosial kepada pekerjanya. Berkas perkara lima perusahaan tersebut tengah diproses secara hukum. (jos/c6/pri)